Rabu (17/8) pagi, terlihat pemuda-pemudi, orang tua, dan anak-anak mengenakan baju batik bersiap melaksanakan upacara bendera di halaman Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP). Acara bertajuk “Upacara Bendera Lintas Agama dalam Rangka HUT kemerdekaan RI ke-71” juga dihadiri beberapa lelaki yang mengenakan peci. Mereka berasal dari Masjid Syuhada Yogyakarta yang berdekatan dengan gereja tersebut. “Upacara ini dilaksanakan atas inisiatif dari tiga tempat peribadatan yang berbeda yaitu, HKBP Gereja Protestan, Katolik Santo Antonius, dan Masjid Syuhada Kotabaru  Yogyakarta,” jelas Helmi Denada Ari Sandi selaku panitia pelaksana dari umat muslim.
Menurut Novian Sinar Mata selaku panitia, upacara bendera ini merupakan program yang berasal dari Gereja HKBP. Pihak gereja turut mengundang beberapa umat seperti pemuda-pemudi dari Masjid Syuhada dan Gereja Katolik Santo Antonius. “Semua kalangan boleh ikut,” jelas Novian. Menurut Pendeta Protestan Amin Amir Zaitun, upacara ini terlaksana karena ia melihat Indonesia memiliki konteks kebinekaan yang mengakar. “Indonesia terlahir dengan kemajemukan dan Pancasila digunakan sebagai dasar negara,” tanggap dia.
Helmi juga menambahkan bahwa upacara ini diadakan agar silaturahmi dan rasa toleransi terjalin dengan baik. “Dalam satu kompleks ini terdapat tiga tempat peribadatan yang berbeda, acara ini sangat bagus karena melatih kebersamaan,” jelas Helmi. Kebersamaan tersebut terlihat dari petugas upacara bendera berasal dari tiga kalangan. Pemimpin dan pembina upacara dari umat muslim, pengibar bendera dari umat Katolik dan Protestan. Selesai upacara bendera, para peserta dengan semarak menyanyikan dan mendalami setiap lirik lagu-lagu kebangsaan diiringi dengan piano.
Menurut salah seorang dari Gereja Katolik Santo Antonius yang bernama Romo, upacara ini unik karena dilaksanakan atas dasar kebersamaan tiga umat beragama. Padahal biasanya upacara dilaksanakan oleh instansi, sekolah atau perkumpulan tertentu, tetapi kali ini dilaksanakan oleh gereja. “Ketiga rumah ibadah yang berdiri berdampingan tidak pernah ada konflik horizontal,” tambah Romo. Melalui acara ini, peserta dari tiga rumah ibadah dapat saling mengenal dan saling mengobrol. Kedepannya acara ini dapat terus berlanjut di tahun-tahun yang akan datang. “Kalau bisa kerjasama ini tidak hanya berhenti acara tujuh belasan saja, tetapi pada perayaan lain seperti Hari Pahlawan, dan mengadakan seminar atau diskusi,”  harap dia. [Edelwis Mentovani, Pungky Erfika Suci]