“Yang bilang aksi ini cuma simulasi, dia tidak punya hati,” sorak ribuan mahasiswa di depan Gedung Pusat UGM, Senin (02/05). Massa yang diinisiasi oleh aliansi mahasiswa UGM, menamakan aksi tersebut Pesta Rakyat. Aksi tersebut mengangkat tiga masalah utama, Kejelasan Uang Kuliah Tunggal (UKT), Tunjangan Kinerja (Tukin) tenaga kependidikan (tendik) dan relokasi kantin Sosio-Humaniora (Bonbin).
Menurut Umar Abdul Aziz, mahasiswa Departemen Ilmu Politik dan Pemerintahan ’12 (DPP) mengatakan bahwa, UGM akan mewacanakan uang pangkal bagi mahasiswa Ujian Mandiri. Selain itu, massa aksi juga mempertanyakan transparansi dana UKT serta perbaikan mekanisme penyesuaian UKT. “Tahun 2015 beasiswa PPA-BBP dihapus, padahal beasiswa tersebut sebagai alternatif meringankan UKT,” ucap Umar.
Selain itu, tendik UGM juga belum memeroleh kejelasan pencairan dana Tukin selama 18 bulan. “Tanggal pencairan masih tidak jelas dan yang dicairkan hanyalah bulan Juli sampai Agustus 2014,” terang Budi Hardjono, Pegawai Dewan Guru Besar. Ia pun mengaku bahwa dirinya dimutasi tanpa ada Surat Peringatan (SP) terlebih dahulu ke tempat yang bukan keahliannya.
Selain itu, Massa aksi juga menuntut pencabutan SP dua yang telah dilayangkan oleh pihak Rektorat kepada pedagang kantin Bonbin. “Relokasi bukan solusi, yang kami inginkan adalah renovasi,” seru massa aksi tersebut. Namun, menurut Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D., Rektor UGM bahwa, kantin Bonbin telah melewati batas kontrak dari satu tahun yang lalu.
Selain ketiga masalah tersebut, massa aksi juga meminta klarifikasi atas pernyataan Rektor UGM di Swaragama FM, pada Minggu (01/05) malam. Dwikorita menyatakan bahwa, aksi tersebut merupakan simulasi dari pihak rektorat UGM untuk praktikum lapangan bagi mahasiswa berlatih mengemukakan pendapatnya. Namun, menurut Umar, bahwa aksi tersebut murni dari mahasiswa dan tanpa campur tangan pihak Rektorat UGM. Selaras dengan Umar, Tauchid Komara Yuda, mahasiswa Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan’13 menyatakan bahwa, ada tidaknya pernyataan Dwikorita di Swaragama FM, aksi tetap akan berlanjut. Massa aksi pun menginginkan hearing terbuka di depan halaman Gedung Pusat UGM mengenai kejelasan ketiga masalah tersebut.
Menanggapi hal tersebut, ketika Dwikorita bernegosiasi dengan perwakilan mahasiswa di Aula Gedung Pusat, ia tetap bersikukuh bahwa aksi tersebut dikoordinasikan oleh pihak Rektorat UGM. “Mereka tidak sadar kalau ini adalah simulasi yang kami rencanakan dan kami lah yang menjadi Pembina aksi tersebut. Selain itu, akan ada juga evaluasi aksi,” Terang Dwikorita. Selain itu, ia juga menginginkan hanya beberapa perwakilan mahasiswa saja yang berdialog mengenai permasalahan tersebut. Menurutnya, perwakilan mahasiswa lebih efektif daripada hearing terbuka.
Mendengar penjelasan Dwikorita, Ali Zaenal Abidin, Ketua BEM KM UGM menyayangkan pernyataan tersebut. “Yang kami inginkan hanyalah bertemu dengan ibu, dan dialog terbuka,” terang Ali. Selaras dengan Ali, Ainun Mardliyah selaku massa aksi mengatakan bahwa, harus ada mediasi yang terbuka dan demokratis.
Pada pukul 14.48 WIB, akhirnya Dwikorita beserta jajarannya setuju untuk melakukan hearing terbuka. Dwikorita pun mengeluarkan tanggapannya terkait ketiga masalah tersebut. Terkait masalah UKT, tidak akan ada kenaikan nominal dan sama dengan tahun ajaran sebelumnya. Selain itu, Tukin tetap akan diperjuangkan oleh semua Perguruan Tinggi yang menyandang status PTN-BH. Selanjutnya, karena Bonbin sudah melewati batas kontrak, relokasi tetap berjalan. Namun, karena Bonbin tetap direlokasi dan beberapa mahasiswa menyuarakan ketidak setujuannya dengan pihak Rektorat, Dwikorita pun meninggalkan hearing dan memasuki ruangannya. [Luthfian Haekal]
Hingga tulisan ini diterbitkan, mahasiswa masih menduduki Gedung Pusat UGM