Hari itu (21/1), sebuah pesan dikirimkan oleh Forum Komunikasi (Forkom) kepada pengurus Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) UGM melalui sosial media. Pada pesan itu, terlampir sebuah foto. Rupanya, foto tersebut berisi surat yang merupakan undangan kepada para UKM untuk mendatangi sosialisasi nomenklatur. Hal itu mengakibatkan kegelisahan diantara para anggota UKM. Menurut Dr. Drs. Senawi, M.P., selaku Direktur Kemahasiswaan (Dirmawa) UGM, nomenklatur merupakan penataan UKM dengan cara penggabungan beberapa UKM agar menghasilkan sistem kepengurusan yang lebih baik. Namun bagi pihak UKM, pertemuan tersebut diadakan secara tiba-tiba dan terkesan tergesa-gesa karena surat yang beredar bertanggal 19 Januari. Hal ini diakui oleh salah UKM, yaitu Unit Penalaran Ilmiah (UPI). “Walaupun sosialisasi diadakan pada tanggal 21 Januari, tapi kita baru melihat surat undangannya pada tanggal 20, dan surat tersebut masih dalam format foto,” ucap Syahrul Mubaroq, Ketua UKM UPI.
Bhima Nur, Ketua Forkom UKM Gelanggang mengatakan, kondisi ini diperparah oleh ketidakmerataan informasi tentang nomenklatur di kalangan UKM dan mahasiswa pada umumnya. Hal tersebut memunculkan berbagai pertanyaan dari pihak UKM kepada Rektorat, secara khusus pada sosialisasi dan metode nomenklatur ini. Ia menilai bahwa masih banyak dari pengurus-pengurus UKM yang masih belum paham dengan berbagai detail dari kebijakan nomenklatur ini. “Adanya ketidakjelasan tersebut membuat kami semua satu suara untuk menentang kebijakan nomenklatur,” ujar Bhima.
Penolakan tersebut semakin kuat disaat pihak Direktorat Kemahasiswaan (Ditmawa) menilai bahwa kurikulum antar UKM saling bertabrakan dan perlu untuk digabung. Pihak UKM menolak pendapat Ditmawa tersebut. Ia menilai bahwa pihak Ditmawa kurang memahami kondisi lapangan yang ada. Seperti yang dikatakan Nabila Akiti selaku Wakil Ketua Inkai, ia menilai bahwa pihak Ditmawa kurang mengenal kurikulum antar UKM. “Alasan yang diungkapkan oleh Ditmawa menunjukan bahwa Ditmawa tidak pernah turun langsung untuk mengenali UKM yang ada di Gelanggang,” ucapnya.
Walaupun berbagai penolakan atas kebijakan nomenklatur terus dilakukan, kebijakan ini tetap dilaksanakan. Bagi Syahrul, efek jangka panjang akan terjadi akibat perubahan sistem pengambilan dana, dan struktur organisasi. Hal ini tentu saja berpengaruh pada masa depan UKM yang terkena kebijakan nomenklatur. Syahrul menambahkan bahwa efek tersebut akan mempengaruhi setiap program kerja UKM. “Meskipun dampak nomenklatur ini akan dirasakan oleh semua UKM, tetapi dampak negatif akan terlihat jelas pada para UKM karate dan pencak silat,” ucap Syahrul.
Salah satu dampak tersebut dapat dilihat dari ketidaksesuaian antara UKM karate dan pencak silat yang digabung. Kebijakan nomenklatur ini akan menggambungkan dua UKM karate dan empat UKM pencak silat. Kedua UKM karate yang disatukan adalah Karate Inkai dan Kala Hitam. Sedangakan empat UKM pencak silat yang disatukan adalah Persediaan Setia Hati Teratai (PSHT), Kungfu Pro Partia, Merpati Putih dan Perisai Diri. Padahal setiap UKM tersebut memiliki karakteristiknya tersendiri, khususnya secara teknik dan filosofi. Perbedaan tersebut dapat dijumpai pada Merpati Putih dan PSHT. Merpati Putih adalah aliran bela diri dengan tangan kosong, sedangkan PSHT dapat menggunakan senjata. Bagi Margi Asih, Ketua UKM Perisai Diri, perbedaan-perbedaan tersebut membuat UKM tidak bisa disatukan begitu saja. “Setiap ciri khas dari UKM karate dan pencak silat merupakan motivasi bagi kami untuk mengikuti kejuaraan sesuai perguruannya masing-masing ,” ungkap Margi.
Jika dipandang dari segi jumlah, nomenklatur UKM karate dan pencak silat adalah penyatuan dengan jumlah terbanyak. Totalnya, enam anggota akan digabungkan dalam dua kepengurusan baru, sedangkan penggabungan lain hanya berisikan dua UKM. Hal itu terjadi pada penggabungan UPI dengan Gama Cendekia (GC) dan Surat Kabar Mahasiswa (SKM) Bulaksumur dengan Badan Penerbitan dan Pers Mahasiswa (BPPM) Balairung. Nabila mengkhawatirkan banyaknya anggota nomenklatur UKM karate dan pencak silat akan mempengaruhi kestabilan struktur organisasi. “Sistem kepengurusan baru yang hendak dibentuk akan rawan konflik internal,” ujar Nabila.
Hal ini diperparah oleh dampak negatif yang dirasakan terjadi karena sistem Simaster. Menurut Ditmawa, sistem tersebut merupakan sistem pengajuan proposal online melalui satu pintu. Maka dari itu, setiap proposal hanya bisa masuk melalui satu akun saja. Nabila menjelaskan bahwa untuk mendapatkan akun Simaster, para UKM diharuskan untuk menyetujui kebijakan nomenklatur terlebih dahulu. Jika UKM yang bersangkutan tidak menyetujui kebijakan tersebut, akun Simaster tidak akan diberikan oleh pihak Ditmawa. Jika hal tersebut terjadi, UKM yang bersangkutan tidak akan mampu untuk mengajukan proposal permohonan kegiatan.
Salah satu UKM karate, yaitu Kala Hitam sudah mengalami dampak buruk tersebut. Saat UKM Kala Hitam tidak memiliki akun Simaster, dana kegiatan bagi UKM ini pun tidak akan diberikan. Hal ini diakui oleh Muhammad Muslihuddin Sakdi, Ketua UKM Karate Kala Hitam. Menurut Sakdi, dana kegiatan telah menyebabkan UKM Karate Kala Hitam kesulitan mengikuti turnamen yang ada. Hal ini menyebabkan gagalnya salah satu atlet dalam mengikuti kejuaraan. Atlet tersebut sebenarnya berniat menggunakan dananya sendiri demi menutupi biaya partisipasi. Namun, pihak UKM tidak membiarkan hal tersebut terjadi. “Hal itu merupakan salah satu bentuk profesionalitas kami,” ungkap Sakdi, Ketua UKM Karate Kala Hitam.
Sistem penyatuan UKM karate dan pencak silat serta UPI dengan GC dalam satu kepengurusan, juga mengakibatkan masalah pada penyesuaian terhadap peraturan partisipasi kejuaraan. Egi mengatakan bahwa jika UKM karate dan pencak silat disatukan, maka UGM tidak bisa mengikuti kejuaraan yang diadakan secara perguruan. Egi melanjutkan, sebelum disatukan setiap UKM karate dan pencak silat mampu mengikuti kejuaraan di perguruannya masing-masing, sesuai dengan aliran yang digunakan. Namun, penyatuan tersebut justru mengakibatkan kejuaraan perguruan hanya bisa diikuti oleh satu kepengurusan karate dan pencak silat saja. Egi menambahkan, seharusnya setiap UKM dapat mengikuti kejuaraan di perguruannya masing-masing. Hal tersebut justru membuat jumlah prestasi UKM karate dan pencak silat menurun. Hal serupa juga terjadi pada UPI dan GC. Syahrul berkata bahwa setelah disatukan dengan GC, UPI justru tidak bisa mengikuti beberapa kejuaraan tertentu. Hal tersebut terjadi karena beberapa kejuaraan memang dikhususkan untuk UKM UPI dan GC secara khusus.
Hal senada juga diungkapkan oleh Eggie Septiawan, ketua UKM PSHT. Menurutnya penggunaan sistem Simaster akan menyebabkan pembagian tugas administrasi antar UKM menjadi runyam. Hal ini disebabkan karena kepemilikan akun Simaster akan diberikan kepada semua UKM karate dan pencak silat. Eggie mengkhawatirkan bahwa penggunaan akun Simaster yang dimiliki oleh banyak kepengursan di bawah UKM karate dan pencak silat, akan menyebabkan kesalahan sistem. Kesalahan sistem akan mengakibatkan sulitnya pengajuan proposal kegiatan. “Kesulitan tersebut terjadi karena agenda kegiatan antar UKM berdekatan satu sama lain,” tuturnya.
Meski dengan kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh pihak UKM, berbagai usaha penolakan kebijakan nomenklatur tetap dilakukan. Salah satu contohnya, Eggie mengadakan audiensi dengan pihak Ditmawa. Namun Eggie mengatakan bahwa audiensi pihak UKM tersebut sebagai suatu hal yang sia-sia. Hal tersebut terjadi karena setiap audiensi yang dilakukan tak pernah menghasilkan kesimpulan yang signifikan. Hal ini terjadi karena setiap pertemuan yang diadakan tidak pernah menghasilkan sebuah kesepakatan yang diinginkan oleh pihak UKM.
Usaha lain juga dilakukan oleh pihak UKM dalam menyuarakan penolakan kebijakan nomenklatur ini. Pada tanggal 23 Maret 2016, beberapa perwakilan UKM dan anggota Senat KM UGM mengadakan pertemuan. Pada pertemuan tersebut, perwakilan UKM menyampaikan beberapa aspirasinya mengenai kebijakan nomenklatur ini. Aspirasi tersebut mayoritas berisi alasan-alasan penolakan, dan dampak yang terjadi. Setelah pertemuan tersebut diadakan, pihak Senat KM akan menyuarakan aspirasi kepada pihak Ditmawa untuk kedua kalinya. Sebelumnya, Senat KM sudah bertemu dengan pihak Ditmawa untuk membahas kebijakan nomenklatur ini. Namun, pertemuan tersebut tidak menghasilkan keputusan yang signifikan. Aldia Raknza, salah satu anggota Senat KM mengakui bahwa terjadi sebuah komunikasi satu arah diantara pihak Ditmawa dengan UKM. “Pihak Ditmawa kurang mendengarkan keluhan-keluhan UKM mengenai implementasi kebijakan nomenklatur ini,” ujar Aldia.
Walaupun begitu, harapan terhadap proses perumusan kebijakan nomenklatur tetap muncul dari para anggota UKM. Bagi Margi, perumusan kebijakan nomenklatur ini seharusnya melaui proses musyawarah yang baik. Ia mengatakan bahwa UGM seharusnya jangan bersifat tertutup, sehingga proses-proses perumusan kebjakan dapat berjalan dengan lancar bagi kedua belah pihak. Hal serupa juga diucapkan oleh Nabila. Menurutnya, UKM seharusnya dijadikan sebagai sarana apresiasi pihak Ditmawa terhadap minat mahasiswa. “Bagi kami, UKM adalah wadah untuk sarana apresiasi, bukan hanya keran prestasi UGM,” ungkapnya.
Rochmat Syarifudin selaku Pelatih UKM Kala Hitam, memberikan solusi yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan kepengurusan baru yang rawan konflik. Menurutnya, kepengurusan dari UKM karate dan pencak silat gabungan ini harus bersifat adil. Hal tersebut dapat dicapai dengan memberikan setiap perwakilan UKM sebelum nomenklatur pada kepengurusan baru. Setiap perwakilan UKM tersebut mengisi posisi tertentu pada struktur organisasi UKM yang baru. “Jika setiap perwakilan menempati posisi-posisi tertentu, diharapkan tidak terjadi ketimpangan pada kepengurusan baru tersebut,” tegasnya. Harapan lain diutarakan oleh Pradipto. Menurut Pradipto, penggabungan UKM pencak silat dan karate seharusnya hanya berada pada level kepengurusan saja. “Saya tidak akan membuat satu perguruan baru dalam UKM karate dan pencak silat, perubahan hanya bisa pada sistem kepengurusannya saja,” ucapnya.
Bagi Sakdi, pihak UKM tidak akan melakukan penolakan jika kebijakan nomenklatur ini memenuhi kondisi-kondisi tertentu. Baginya, kebijakan ini tidak akan diterima oleh UKM Karate Kala Hitam jika syarat dan prasyarat belum diberikan dengan jelas. Selain itu, informasi mengenai administrasi setiap UKM yang berhubungan dengan dana dan kepengurusan baru haruslah diberikan dengan detail. “Jika syarat dan prasyarat sudah terpenuhi, dan ada kepastian peraturan yang jelas pada implementasi kebijakan ini, maka saya akan menerima nomenklatur,” jelas Sakdi. [Bernard Evan Kanigara, Rizky Amalia Aziz]