“Kami bukan pengemis, mana hak kami”. Begitulah tulisan yang ada dalam spanduk aksi demonstrasi ratusan tenaga kependidikan (tendik) UGM di depan Gedung Pusat UGM, Rabu (02/03). Mereka menuntut kejelasan pencairan dana tunjangan kinerja (tukin) yang hingga saat ini belum turun. Padahal, tendik seharusnya mendapatkan tukin tiap enam bulan sekali.
Sumarwoko, staf tendik Fakultas Ilmu Sosial dan Politik selaku orator aksi menyatakan adanya penundaan pencairan dana tukin. “Pencairan tukin yang sudah menjadi hak kami terus ditunda dari pertengahan tahun 2014, hingga akhir tahun 2015,” terang Sumarwoko. Ia juga menambahkan bahwa tidak ada kejelasan besaran tukin yang diterima tiap golongan.
Sumarwoko mengaku bahwa tetap ada potongan dari universitas meski tukin telah cair. “Pada saat pertama kali tukin cair setelah penetapan SK, untuk periode Juli hingga Agustus 2013, dana yang seharusnya sepuluh juta rupiah dipotong menjadi lima juta rupiah,” terang Sumarwoko. Namun, pada periode Januari hingga Juli 2014 tukin tidak dipotong oleh Rektorat UGM karena pencairan dana tersebut dirasa mendesak.
Menanggapi masalah tukin yang tidak kunjung cair, Prof. Agus Taufik selaku Guru Besar Fakultas Teknik menyayangkan sikap UGM. “Sangat disayangkan, dana di UGM mengalir cukup deras, tapi pihak UGM tidak mengeluarkan dana tukin untuk kesejahteraan tenaga kerja,” ungkapnya. Menurut Bambang Nur Widiantoro, staf tendik UGM, ketiadaan tukin mengartikan ketiadaan kesejahteraan bagi tendik.
Selain pemotongan dana tukin, Agus Suprapto, staf tendik UGM juga menuturkan kegelisahan yang lain. Menurutnya, jika aksi tersebut terus berlanjut, ada isu bahwa mereka bisa dimutasi bahkan dipecat. “Sudah ada staf yang dimutasi ke tempat lain karena mengungkit masalah tersebut,” terang Agus.
Sebagai respon atas demonstrasi tersebut, Prof. Drs. Koentjoro selaku ketua Korps Pegawai Universitas Gadjah Mada memberikan penjelasan terkait tukin yang tak kunjung cair.”Permasalahan tukin bukan berada di UGM, namun di Jakarta,” terang Prof. Koentjoro. Menurutnya, pihak UGM akan berupaya untuk mencairkan dana tersebut dengan mengirim beberapa perwakilan ke Jakarta.
Menanggapi pendapat Koentjoro, Sumarwoko menyatakan bahwa yang mereka tuntut bukanlah UGM, namun kejelasan pencairan dana tukin. Ia menambahkan, permasalahan ada pada komunikasi yang kurang terjalin antara Rektorat UGM dengan tendik. “Selama ini tidak ada kejelasan pencairan dana yang kami terima, yang kami tuntut adalah kejelasan tersebut,” terang Sumarwoko.
Selaras dengan Sumarwoko, Agus pun turut menyuarakan aspirasinya. “Semoga pejabat UGM dapat menyelesaikan masalah tukin dengan arif,” tutur Agus. Ia pun menyarankan agar pihak rektorat turut memikirkan kesejahteraan tendik karena mereka juga bagian dari UGM. [Luthfian Haekal, Fitry Nugrahmadani]
1 komentar
weleeh, welee… eh; hopo tumon, Iki guyon opo lelakon.
ojo dumeh
lamun kuwoso ojo deksuro,
lamun pinter ojo minteri,
wong kuwi meng sak dermo,
sopo gawe nganggo,
ojo rumongso biso,
nanging biso,o rumongso
sak bejo bejane wong lali,
iseh bejo wong kang eling kalawan waspodo
becik ketitik, olo bakal kawistoro