Beberapa orang berbondong-bondong memasuki auditorium Institut Francais d’Indonesia – Lembaga Indonesia Perancis Yogyakarta, pada Sabtu (13/2). Mereka akan mengikuti diskusi bertajuk “Masa Depan Jurnalisme Naratif”. Diskusi dibuka oleh pembawa acara, Wisnu Prasetya Utama, pada pukul 13.20 WIB. Kemudian, dilanjutkan dengan sambutan dari Fahri Salam selaku editor Pindai, sebelum diserahkan kepada moderator diskusi, Anang Zakaria. Diskusi berlangsung sekitar dua jam dengan jumlah peserta melebihi target. Pihak panitia awalnya menargetkan sebanyak 100 peserta, tetapi dilansir dari akun Facebook Pindai, peserta yang hadir sebanyak 150 orang.
Diskusi ini merupakan bagian dari peluncuran buku oleh Pindai berjudul #Narasi. Buku #Narasi merupakan buku kedua yang diterbitkan oleh Pindai. Buku ini berisi kumpulan tulisan-tulisan mendalam beberapa orang dari berbagai generasi dengan bermacam tema. Tulisan-tulisan dalam buku ini menggunakan genre baru dalam penulisannya yang disebut reportase naratif. Peluncuran buku #Narasi dan diskusi dilaksanakan sebagai respon Pindai terhadap tren digitalisasi yang juga dialami dalam praktik penulisan jurnalisme.
Salah satu dampak tren digitalisasi dalam praktik jurnalisme adalah maraknya penulisan jurnalisme online. Akan tetapi, beberapa tulisan jurnalisme online mengorbankan akurasi demi kecepatan. “Reportase naratif merupakan antitesa dari arus penulisan jurnalisme online yang cepat tetapi tidak akurat,” tutur Neza Patria selaku panelis pertama. Nezar Patria merupakan anggota Dewan Pers dan Pimpinan Redaksi The Jakarta Post Online. Nezar juga menjelaskan bahwa reportase naratif adalah bentuk penulisan jurnalisme dengan menggunakan teknik penulisan fiksi. Nezar menambahkan, tulisan jurnalisme bergenre reportase naratif merupakan bacaan yang bergizi tinggi. Hal ini dikarenakan informasi rinci yang terdapat dalam reportase naratif. Oleh karena itu, reportase naratif merupakan penyeimbang dalam penulisan jurnalisme online yang cepat tetapi dangkal dan tidak akurat.
Adapun, panelis kedua, Andreas Harsono, mantan wartawan Yayasan Pantau, menerangkan bahwa reportase naratif memiliki peluang untuk berkembang di Indonesia. “Penulisan reportase naratif memang memerlukan waktu yang lebih lama dan biaya yang lebih besar, tetapi informasi yang didapatkan lebih mendalam,” tutur peneliti di Human Rights Watch ini. Harsono kemudian menambahkan bahwa jurnalisme naratif dapat berkembang di Indonesia apabila menerapkan tiga sistem. Ketiga sistem yang dimaksud adalah paywork, membangun LSM Provider Journalism, dan sumbangan. [Khumairah dan Sanya Dinda]