Kamis (3/9) lalu, Pertemuan Internasional Transformative Making (Transformaking) Indonesia 2015 akhirnya dibuka. Acara ini merupakan kegiatan tahunan yang diinisiasi Culture, Arts, & Technology Empowerment Community (CATEC) dan House of Natural Fiber Foundation (HONF). Bertempat di Ndalem Wironegaran, ketiga penggagas Transformaking, yakni KPH Wironegoro, Ilham Habibie serta Vincencius Christiawan, menyampaikan tujuan acara ini.
Salah satu pendiri CATEC, Ilham Habibie, menerangkan bahwa Transformaking menjadi tempat berkumpulnya para inovator kreatif yang berangkat dari masalah sosial di lingkungannya. Transformaking berasal dari kata transformative dan making yang berarti adanya perubahan dari sebuah ciptaan baru. “Dengan memamerkan inovasi-inovasi baru, acara ini diharapkan mampu menginspirasi sebuah perubahan di masyarakat,” tutur Ilham mantap.
Transformaking akan berlangsung dari tanggal 14-16 September 2015. Rangkaian kegiatan acara ini akan diselenggarakan di beberapa lokasi seperti Jogja National Museum, HONFablab, v.u.f.o.c, Bumi Pemuda Rahayu, Yakkum Rehabilitation Centre dan Bajaroyo, Yogyakarta Salah satu agenda besar acara ini adalah simposium internasional yang berlangsung tanggal 15-16 September 2015. Dalam simposium ini, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan, Kepala Badan ekonomi Kreatif Triawan Munaf serta Gubernur DIY Sultan Hamengkubuwono X turut diundang sebagai pembicara.
“Simposium bertujuan untuk menjadi platform diskusi, pertukaran ide, dan proses belajar yang berhubungan dengan transformative making,” jelas Ilham. Nantinya, simposium akan dihadiri inovator lokal dan mancanegara. Masing-masing dari mereka mempresentasikan temuannya serta menjelaskan latar belakang temuan tersebut.
Inovasi yang dipamerkan dalam simposium dikategorikan menjadi delapan bidang. Di antaranya adalah bidang pertanian, teknologi, pendidikan serta energi. “Kebanyakan temuan berangkat dari masalah yang sifatnya lokal, sehingga acara ini penting juga untuk menyadarkan kita masalah sosial apa yang ada di sekitar kita,” ujar Argha salah satu anggota HONF. Menurut Venza, founder HONF, masalah sosial ini terjadi karena peran pemerintah yang masih kurang. “Ketika pemerintah tak mampu mengatasi masalah rakyat, maka rakyat akan membentuk gerakan grassroot yang kreatif untuk mengatasi masalahnya sendiri,” ujar Venza.
Gerakan grassroot ini diharapkan berinovasi untuk melahirkan sebuah solusi dari masalah sosial di sekitarnya. Hal inilah yang menurut Ilham membuat inovasi berbeda dengan invensi. Menurutnya, invensi hanyalah sebuah penemuan baru tanpa memikirkan apakah akan bermanfaat untuk menyelesaikan masalah masyarakat. Sebab itu, rangkaian acara Transformaking diadakan untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk memecahkan masalahnya.
Guna menumbuhkan semangat menemukan solusi, kegiatan transformasi terbuka untuk seluruh kalangan dan dapat dinikmaati tanpa mengeluarkan biaya. Dengan menyentuh seluruh lapisan masyarakat, Ilham berharap muncul sikap kritis yang esensial untuk menjaga dan sekaligus memurnikan pergerakan masyarakat. “Acara ini tidak ingin mencarikan solusi, namun menginspirasi masyarakat untuk menemukan solusinya sendiri,” pungkas Ilham.[Ganesh Cintika Putri,Nuresti Tristya Astarina]