Selasa (23/06), Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DIY akhirnya memutuskan untuk mencabut IPL Pembangunan Bandara Temon, Kulonprogo. Sebelumnya, 49 warga yang terkena dampak pengalihan lahan untuk bandara mengajukan gugatan atas Surat Keputusan Gubernur DIY no 68/KEP/2015. Surat ini berisi tentang penetapan bandara baru di Kulonprogo untuk menggantikan bandara Adi Sucipto. LBH Yogyakarta sebagai perwakilan warga mengajukan tiga gugatan. Pertama, tentang proses pembuatan IPL yang tidak dialogis. Dua, pelanggaran hak asasi manusia dalam proses penerbitan IPL, terutama karena adanya kriminaliasi dan pelarangan warga mengikuti konsultasi publik oleh pihak keamanan. Ketiga, tentang ketidaksesuaian IPL dengan RTRW DIY. Dari tiga gugatan di atas, hanya gugatan ketiga yang dikabulkan oleh PTUN. Dua gugatan lainnya gugur setelah pihak tergugat memberikan jawaban dan saksi di dua sidang pembacaan replik sebelumnya.
Meski tercantum dalam RTRW Kulon Progo, namun rencana pembangunan bandara tidak sesuai dengan RTRW DIY. Dalam RTRW Provinsi dikatakan bahwa wilayah Kulon Progo merupakan wilayah rawan tsunami. Sehingga, seharusnya pemerintah tidak membangun fasilitas umum yang menimbulkan risiko bagi masyarakat. Selain itu, RTRW DIY tak pernah menyebutkan pembangunan bandara baru di DIY. Dalam pasal 23 PERDA DIY no 2 tahun 2010 hanya disebutkan bahwa bandara Adi Sucipto harus dikembangkan dan dipadukan dengan terminal serta stasiun terdekat.
Kabiro Hukum Setda DIY yang menjadi kuasa hukum pihak tergugat, Dewo Imam Santoso, mengatakan bahwa pihaknya akan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Menurutnya, yang dimaksud dengan pengembangan bandara Adi Sucipto bisa berarti pengembangan di tempat lain. “Jadi tidak harus dikembangkan di bandara yang sekarang,” terang Dewo. Terkait alasan rawan tsunami, Imam mengatakan bahwa risiko ini telah dipertimbangkan oleh pihak pembangun bandara. “Kami telah merancang teknologi khusus untuk menghindari risiko tsunami ini,” terangnya.
Ketua Majelis Hakim, Indah Tri Haryanti, SH menghormati putusan tergugat jika nantinya ingin mengajukan kasasi. Ia mengatakan bahwa sesuai UU No 5/1956 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara, pihak yang keberatan dengan putusan PTUN boleh mengajukan kasasi paling lambat 30 hari kerja. Kuasa hukum penggugat, Rizky Fatahilah, menyatakan bahwa pihaknya masih menunggu respon dari tergugat terkait keputusan PTUN hari ini. “Jika sampai 14 hari kerja tidak ada upaya kasasi dari tergugat, maka putusan ini baru bisa dikatakan final dan mengikat,” terang Rizky.
Sementara itu di luar ruang sidang, puluhan warga dan mahasiswa menyambut gembira hasil putusan sidang siang ini. Warga sontak bersujud syukur mengetahui keputusan dari majelis hakim. Martono, Ketua WTT, mengucapkan terimakasih atas dukungan berbagai pihak selama ini. “Saya bersyukur akhirnya IPL telah dicabut, terimakasih untuk semuanya,” ungkapnya haru. [Ganesh Cintika Putri]