Sekelompok mahasiswa berpakaian hitam putih serta berjas almamater berlarian membawa caping di tangannya seraya diteriaki mahasiswa lain dengan pakaian seragam mirip militer. Mereka berlarian menuju lapangan Grha Sabha Pramana di mana teman-temannya yang lain telah menunggu. Di bawah panasnya terik matahari mereka dikumpulkan serta dikenalkan mengenai apa yang akan mereka hadapi ketika menjadi mahasiswa nanti. Begitulah gambaran kecil masa orientasi mahasiswa baru tahun kemarin yang dirasakan oleh Izzaturrohmah Kusuma Astuti, mahasiswa Fakultas Farmasi ‘14 Universitas Gadjah Mada (UGM). Masa orientasi mahasiswa baru di UGM sendiri dikenal dengan nama Pelatihan Pembelajar Sukses Mahasiswa Baru (PPSMB).
Menurut Pasal 1 Undang-Undang Senat Keluarga Mahasiswa (KM) UGM tentang PPSMB tahun 2015, PPSMB adalah kegiatan pengenalan lingkungan kampus UGM kepada mahasiswa baru. PPSSMB wajid diikuti oleh semua mahasiswa baru. Selain itu, PPSMB juga diikuti oleh mahasiswa angkatan sebelumnya yang dinyatakan tidak lulus. Mereka diwajibkan mengulang karena PPSMB menjadi syarat wajib untuk dapat yudisium.
PPSMB sendiri kepanitiaannya dipegang oleh mahasiswa. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 4 UU PPSMB 2015 yang menyebutkan bahwa Panitia PPSMB UGM terdiri atas mahasiswa aktif S1 dan Sekolah Vokasi (SV) UGM. Panitia itu terbagi menjadi dua, yaitu Panitia Pengarah PPSMB dan Panitia Pelaksana PPSMB. Pasal 11 peraturan tersebut menjelaskan bahwa Panitia Pengarah PPSMB dibentuk dari perwakilan satu orang tiap fakultas, satu orang dari SV, dan satu orang dari Badan Eksekutif Mahasiswa KM UGM. Pasal itu juga berbunyi,“Panitia Pelaksana PPSMB dibentuk oleh Panitia Pengarah PPSMB.” Pembentukan itu biasanya dilakukan dengan rekrutmen terbuka yang diadakan tiap tahunnya dan ditujukan kepada seluruh mahasiswa UGM.
Akan tetapi, pada PPSMB tahun 2015, dikabarkan bakal menggunakan jasa Event Organizer (EO) sebagai panitia. Bayu Panji Pangestu, Ketua PPSMB tahun 2014, membenarkan adanya wacana tersebut. Menurutnya, wacana tersebut muncul dari pihak rektorat sebagai reaksi atas protes mahasiswa setelah rektorat mencoba mengintervensi pelaksanaan PPSMB tahun kemarin.
Bayu menjelaskan pada PPSMB tahun kemarin, intervensi rektorat lebih besar daripada tahun-tahun sebelumnya. Sebelumnya, rektorat hanya mengawasi dan mengontrol PPSMB tanpa ikut dalam kepanitiaan secara langsung. Namun, pada tahun kemarin rektorat mengeluarkan keputusan tentang PPSMB yang berbeda dari sebelumnya. Keputusan itu menjelaskan bahwa rektorat menjadi bagian dalam kepanitiaan secara langsung. Tidak hanya itu, keputusan tersebut bahkan mengatur materi yang akan diberikan ketika pelaksanaan PPSMB. “Hal itulah yang membuat mahasiswa kebakaran jenggot dan kemudian bereaksi,” tutur Bayu.
Akibatnya, berdasarkan cerita Bayu, mahasiswa kemudian berinisiatif untuk membuat sebuah tim advokasi sebagai protes atas keputusan rektorat. Namun, aksi tersebut tidak membuahkan hasil yang berarti. Bahkan, menurutnya, pada saat itu rektorat mengancam akan membubarkan panitia dan menggantinya dengan EO.
Setelah menerima ancaman tersebut, pihak mahasiswa melunak dan kembali mendatangi rektorat dengan sebuah solusi. Solusi tersebut berupa tawaran mengenai semua kegiatan PPSMB akan disesuaikan dengan usulan rektorat, tetapi untuk pelaksanaan tetap dilakukan oleh mahasiswa. Dikarenakan memang waktu yang sudah mepet, maka usulan tersebut akhirnya disetujui. Ketika itu, perihal PPSMB tahun 2015 belum dibahas secara mendalam, sehingga banyak wacana yang muncul termasuk kepanitiaan oleh EO.
Senawi, Direktur Kemahasiswaan UGM, mengatakan hal itu hanya wacana. “Itu semua hanya isu-isu yang tahun lalu muncul,” ucap Senawi. Namun, untuk PPSMB tahun ini, ia menjelaskan bahwa kepanitiaan masih akan diserahkan pada mahasiswa dengan kontrol rektorat.
Kendati demikian, Senawi tidak menampik bahwa penggunaan jasa EO untuk PPSMB adalah ide yang cukup bagus. Menurutnya, EO yang profesional dapat membuat PPSMB menjadi lebih baik. Ia berkata demikian melihat kredibilitas sebuah EO dalam menyelenggarakan acara. Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa EO pastinya lebih mumpuni jika dibandingkan dengan panitia mahasiswa yang minim pengalaman. “Jadi, tidak ada salahnya jika suatu saat panitia PPSMB menggunakan jasa EO,” tutur Senawi.
Di lain pihak, menurut Bayu, kepanitiaan PPSMB sudah sepatutnya dipegang oleh mahasiswa. Ia mengatakan, walau dari segi pengalaman tampak jelas perbedaannya, tetapi inti dari PPSMB bukan lah hal-hal yang bersifat praktis semacam itu. Pelaksanaan PPSMB ini lebih terkait pada transfer nilai ideologis seorang mahasiswa. Oleh karena itu, pihak yang berhak melakukan tugas tersebut adalah mahasiswa juga.
Lebih lanjut, Bayu mengandaikan apabila tugas tersebut diserahkan pada EO, maka akan menjadi tidak benar karena mereka bukanlah mahasiswa. Menurutnya, ideologi mereka tentang mahasiswa juga berdasarkan pandangan pekerjaan mereka. Ia menambahkan mungkin orang-orang yang ada di EO tersebut, dulunya pernah menjadi mahasiswa, tetapi hal itu tidak lagi relevan. “Ideologi mahasiswa dulu dan sekarang itu berbeda, sehingga mereka tidak tahu apa nilai-nilai yang seharusnya diterapkan pada mahasiswa baru,” ujar Bayu.
Senada dengan Bayu, Izza juga setuju jika PPSMB dipanitiai oleh mahasiswa. Ia berpendapat PPSMB ini melatih para mahasiswa untuk lebih kreatif dalam berpikir. Kreatifitas tersebut terjadi pada saat para panitia menyusun peraturan di dalam PPSMB yang sesuai ideologi mahasiswa sekarang. “Maka dari itu, kepanitiaan PPSMB sudah sepantasnya ada di tangan mahasiswa,” tukas Izza. [Abdul Hakam Najah, Fitria Eka Putri]