Dahulu kala, di Pulau Jawa berdirilah sebuah kerajaan bernama Mahajawa. Kerajaan ini merupakan kerajaan yang damai dan tentram. Raja dan rakyatnya hidup penuh rasa kasih dan sayang. Kekayaan alam pun melimpah ruah memakmurkan kerajaan. Kemegahan istananya terkenal ke seluruh negeri. Cerita Kerajaan Mahajawa ini menjadi latar pementasan Gladi Madya Unit Kesenian Jawa Gaya Surakarta (UKJGS), Rabu (13/5) malam di Gelanggang Mahasiswa UGM.
Suara gamelan mengalun merdu mengawali acara. Ketukan suara bonang barong, saron, dengung, kemul, gong yang diketuk dan hentakan suara kendang saling bersahutan menciptakan sebuah harmoni. Harmonisasi musik gamelan menyambut kedatangan para penari. Penonton bertepuk tangan dengan gembira.
Lampu mulai meredup. Dalam gelap, sosok gadis-gadis cantik memakai baju panjang putih polos melakukan tarian pembuka acara.Rambut mereka panjang terurai. Penari memakai Make-up yang digunakan sederhana dan tidak terlau tebal. Gerak tubuhnya gemulai memutar tubuhnya. Gerakan tangannya begitu luwes saat menari. Menggerakan tangannya ke atas dan ke bawah, ke kanan lalu ke kiri. Tariannya menebarkan pesona kecantikan seorang gadis. Sesaat ia terdiam, lalu kakinya mulai melangkah menciptakan gerakan.
Belum habis pesona tarian penyambutan, penonton dibuat takjub melihat sekumpulan gadis cantik memasuki panggung melakukan gerak tarian yang berbeda. Tariannya begitu anggun, melekat dalam setiap langkah kaki dan gerakan tangan mereka. Baju yang mereka kenakan berwarna-warni. Selendang cantik melingkar di pinggang mereka. Para penari memiliki tatanan rambut rapi yang disanggul.
Kemudian, datanglah Sang Putri dari kerajaan Mahajawa menari mengikuti alunan musik gamelan. Sang putri parasnya ayu dibalut baju berwarna hitam sangat mempesona. Kulit Sang Putri kuning langsat. Sanggul di kepalanya menciptakan tatanan rambut yang begitu indah. Gerakan tarian pun tak kalah membuatnya mempesona. Sang putri melenggak-lenggok menggerakan tubuhnya. Kakinya bergerak ke kanan dan ke kiri. Tangannya terayun lemah gemulai sangat anggun.
Sementara itu, di suatu goa tempat para Buto berada. Mereka berpencar mengelilingi panggung dan melakukan gerakan tari Buto. Hentakan kakinya begitu kokoh sedangkan tangannya terlihat kekar. Para Buto menegadahkan dagunya seolah-olah menunjukkan kesombongan. Kekuatan sekumpulan Buto ini akan mereka gunakan untuk menguasai dan mengambil alih kerajaan Mahajawa.Penonton terlihat ketakutan bahkan beberapa diantaranya terdengar berteriak karena topeng yang menutupi wajah para penari menyeramkan. Topeng itu meperlihatkan mata para Buto yang besar serta taring gigi yang bentuknya panjang.
Sementara itu, di kerajaan Mahajawa sedang ada pesta rakyat karena masa panen sudah tiba. Para petani menarikan Tari Domba Nini yang merepresentasikan keceriaan mereka dan rasa syukur terhadap sang Maha Kuasa. Iringan musik yang ceria membuat gerakan para penari semakin dinamis mengikuti alunan lagu. Gerakannya lincah mengikuti hentakan suara gendang. Para penari tersenyum sumringah, terlihat aura kebahagiaan dari air muka para penari. Mereka bergerak kesana-kemari seolah mengajak seluruh negeri untuk hadir dalam acara panen raya kali ini.
Di tengah pesta panen raya tersebut, Mahajawa tiba-tiba mendapat serangan dari para Buto. Sang Buto melakukan gerakan menyerang. Rakyat berusaha melawan. Akan tetapi, balik dari rakyat berhasil ditangkis oleh para Buto. Kerajaan menjadi sangat panik dan kacau. Para Buto berhasil menculik putri dengan hasrat agar Raja mau memberikan tahtanya pada para Buto.
Raja sangat marah dan kecewa. Kemudian, ia membuat titah kepada rakyat untuk mengamankan kerajaan dari empat arah mata angin yaitu utara, selatan, barat dan timur. Para rakyat pun berlatih keras. Mereka menarikan tarian srimpi yang melambangkan roh-roh di empat penjuru mata angin. Gerakan tarian mereka seolah mengandung aura magis dari para roh di empat penjuru mata angin. Energi alam mengalir didalam gerakan tarian mereka. Kaki mereka juga bergerak teratur.
Selain itu, Raja juga meminta seorang kesatria untuk menyelamatkan sang putri. Ia mengutus seorang kesatria gagah berani. Sang Kesatria memiliki tampang rupawan. Tubuhnya tinggi dan proporsional. Sang Kesatria menarikan tarian Eka Prawira. Dalam gerakannya, kesatria seolah sedang berlatih menggunakan pedang dengan gesit. Kakinya bergerak sangat lincah untuk berlatih menghindari serangan para Buto. Tarian ini menunjukkan kedisiplinan, keterampilan, dan kegagahan sang kesatria sebagai modal untuk berusaha mengalahkan para Buto.
Dengan gagah berani kesatria menuju Goa sarang para Buto. Terjadilah peperangan antara kesatria dan para Buto. Mereka mengerahkan tenaga satu sama lain untuk memenangkan pepeperangan. Sang kesatria menyerang dengan para Buto menghunuskan pedangnya. Para Buto balik menyerang kesatria, namun gerakan lincah kaki kesatria berhasil menghindari serangan para Buto. Kesatria terus menyerang para Buto dengan semua kekuatan yang ada dalam dirinya. Akhirnya, setelah mengeluarkan banyak energi untuk mengalahkan para Buto kesatria muncul sebagai pemenangnya. Kegigihan kesatria mendapat decak kagum dari penonton. Tepuk tangan semakin meriah. Kesatria pun berhasil menyelamatkan kerajaan dan hidup bahagia bersama putri.
“Dalam pementasannya, acara ini bertemakan Rekayasa Mahajawa. Pementasan mahajawa menampilkan potongan-potongan tari sebagai latar cerita Mahajawa.” terang Rivan Adi Saputro, mahasiswa Fakultas Hukum ’12 selaku ketua UKJGS. Pementasan kali ini menampilkan hasil latihan satu semester anggota baru UKJGS. “Pementasan Mahajawa menjadi simbol kemegahan dan keragaman budaya Jawa,” jelas Annisa R. Narwienda, mahasiswa Fakultas Farmasi ’11.
Rekayasa merupakan singkatan dari Apresiasi Kreasi Budaya Surakarta. Tarian-tarian yang dipersembahkan merupakan tarian yang berasal dari Keraton Kasunanan Surakarta. Pendukung acara lain seperti Swagayugama dan Unit Tari Bali ikut andil untuk memeriahkan Gladi Madya. Hal ini memberikan keragaman pada pementasan kali ini—-seperti, tari karawitan, tari tradisional, tari kontemporer tari gaya Yogyakarta, tari gaya Surakarta, dan tari Bali. Tarian-tarian tersebut untuk mendukung latar cerita Rekayasa Mahajawa. [Siti Rohmah Megawangi]