Senin siang (11/05) petani yang tergabung dalam Wahana Tri Tunggal (WTT) mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DIY. Mereka menolak terbitnya Izin Penggunaan Lahan (IPL) melalui Surat Keputusan Gubernur DIY No. 68/KEP/2015 pada 31 Maret lalu. Hamzal Wahyudin, salah satu penasihat hukum dari LBH DIY menyatakan bahwa gugatan diajukan atas nama 43 petani Temon. “Mereka ini mewakili petani-petani yang tergabung dalam WTT,” jelasnya.
Dalam berkas gugatan, terdapat lima alasan pokok mendasari gugatan warga. Alasan ini meliputi sosialisasi publik yang tidak menyeluruh, forum musyawarah yang minim, proses pembuatan IPL yang tidak terbuka, adanya pelanggaran HAM karena potensi penggusuran paksa, serta adanya pelanggaran peraturan tata ruang dimana lokasi calon bandara merupakan wilayah rawan tsunami. Selain lima alasan itu, tim LBH telah menyiapkan syarat-syarat administratif dan bukti-bukti yang diperlukan dalam pengadilan. Beberapa bukti yang dilampirkan adalah dokumen kepemilikan tanah, undangan sosialisasi publik dan data warga yang tidak dilibatkan dalam sosialisasi publik.
Sayangnya, objek gugatan yaitu SK Gubernur DIY No. 68/KEP/2015 tak dapat dilampirkan. Padahal menurut UU No. 5/1986, lampiran objek gugatan merupakan syarat administratif utama dalam pengajuan kasus tata usaha negara. Rizky Fatahilah yang tergabung dalam tim penasihat hukum mengatakan bahwa SK ini tak pernah ditunjukkan pada publik. Selama ini, warga hanya menerima surat pengumuman penetapan bandara dan peta lokasi pembangunan bandara. Padahal, peta lokasi hanya ada jika SK telah diterbitkan. “Dua berkas ini yang akhirnya dijadikan lampiran objek gugatan menggantikan SK yang tidak bisa kami akses,” jelas Rizky.
Rizky lalu menegaskan bahwa pihakn LBH Yogyakarta telah meminta lembar SK ke pemerintah DIY beberapa waktu lalu tapi tidak ada tanggapan. Pun surat tersebut tidak dapat diunduh dari website resmi pemerintah DIY. “Daripada gugatan ditolak hanya karena melewati tenggat waktu, lebih baik berkas ini kami kumpulkan dulu meski belum lengkap,” imbuhnya. Wahyudin berharap berkas ini dapat dijadikan pertimbangan oleh hakim. “Baru setelah sidang pertama, hakim punya wewenang untuk meminta SK dari Gubernur,” jelasnya.
Sementara itu, di depan gedung PTUN ratusan petani Temon iuran untuk membayar biaya pendaftaran gugatan sebesar Rp 300.000,00. Adapun uang yang terkumpul mencapai lebih dari Rp 1 juta. Ketua WTT, Martono, menyampaikan bahwa petani memang harus bersatu untuk memperjuangkan lahan produktifnya. “Saya yakin petani pasti akan menang,” serunya lantang. [Ganesh Cintika Putri]