Hujan gerimis membasahi halaman Pusat Studi Kebudayaan (PSK) UGM, Kamis (30/04). Di sana terbentang tikar yang diduduki oleh penyair, budayawan, sastrawan, dan penikmat seni. Di antara mereka ada seorang penyair terkenal, Emha Ainun Nadjib atau kerap disapa Cak Nun. Tidak hanya Cak Nun, di sana juga terlihat sastrawan ternama yaitu Iman Budi Santosa dan Budi Sarjono. Mereka berkumpul untuk menghadiri sebuah acara yang bernama “Forum mBulaksumuran”. Acara ini merupakan kerjasama PSK dan Lingkar Budaya Sleman (LBS).
Forum mBulaksumuran diawali dengan sambutan dari Kepala PSK UGM, Dr. Aprinus Salam, M.Hum. Aprinus menjelaskan bahwa awalnya dia dan Budi Sarjono ingin membuat sebuah acara kumpul bersama untuk membacakan puisi dan cerpen. “Forum ini digagas untuk berkumpul, berkreasi, bersilaturahmi, dan berbagi pengalaman,” tuturnya. Aprinus menambahkan, acara ini juga bertepatan dengan hari lahir Prof. Umar Kayamsastrawan sekaligus guru besar di UGM.
Menurut Cak Nun, hal yang perlu digarisbawahi tentang Umar Kayam dalam forum ini adalah peran dan posisi beliau dalam aspek sosial budaya. Cak Nun juga mengaitkan ceritanya dengan keadaan Indonesia sekarang. Dia menyatakan bahwa bangsa Indonesia sedang berada dalam gagasan Umar Kayam mengenai perubahan-perubahan. “Saya rasa kita wajib melakukan perubahan dalam segala aspek,” jelasnya.
Setelah itu, acara beralih ke pembacaan karya sastra baik geguritan, puisi, maupun cerpen. Penampilan ini dimulai dengan pembacaan geguritan berjudul Nasibe Indonesia yang dibawakan oleh Bambang Rusinggih. Geguritan tersebut menceritakan keadaan pemerintahan di Indonesia yang tidak teratur dan sering mengalami perubahan. Hal ini tercermin dalam kutipan pendhak-pendhak ganti mentri, ganti rancangan mulangan. Artinya, bangsa Indonesia sering mengganti menteri dan rancangan kurikulum pendidikan dalam waktu yang singkat.
Penampilan karya seni dilanjutkan dengan musikalisasi puisi yang dinyanyikan oleh Rahmat. Penampilan itu diiringi dengan alunan gitar akustik. Setelah musikalisasi puisi, karya yang dibacakan adalah sebuah cerpen berjudui 1000 Kunang-Kunang di Manhattan karya Umar Kayam. Pembacaan cerpen dilakukan dengan menggunakan ekspresi wajah dan suara yang berbeda pada setiap tokoh.
Setelah melewati serangkaian acara, forum ini diakhiri dengan sarasehan yang menyediakan ruang bagi semua orang untuk berdiskusi. Topik yang dibicarakan yaitu kondisi Indonesia sekarang. Pelaksanaan rangkaian acara tersebut sesuai dengan makna nama mBulaksumuran. Budi Sarjono berpendapat bahwa Bulak memiliki kesan sawah yang menjadi tempat kita bermain-main. “Saya berharap nantinya orang yang berkumpul disini bisa menjadi orang yang kreatif,” pungkasnya. [Ni Luh Putu Juli Wirawati]