Teriknya mentari tak menyurutkan niat para mahasiswa untuk datang ke Direktorat Akademik (DA) UGM. Siang itu (11/2), mereka datang berbondong-bondong untuk mengurus pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) / Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) yang lewat batas waktu pembayaran. Salah satunya adalah Murah Riski Novi Asshagab, mahasiswi Fakultas Farmasi ‘14. Murah datang pukul 13.00 WIB bersama sekitar belasan orang. Seiring berjalannya waktu lama-kelamaan jumlah itu terus bertambah. “Kami datang karena khawatir terkena sistem lock yang dijalankan oleh UGM,” katanya.
Menurut Erika Purnawati, S.Kom., M.Cs. sistem lock adalah sistem penguncian akses Portal Akademik UGM, yaitu situs web penyedia informasi seputar akademik universitas. Sejak tahun ajaran 2014/2015, sistem lock berlaku untuk semua mahasiswa yang masih aktif. “Kriteria mahasiswa aktif adalah telah mendaftar ulang dengan cara membayar biaya kuliah tepat waktu,” tambah Erika selaku Kasubdit Administrasi Akademik dan Sistem Informasi Direktorat UGM. Jika tidak membayar UKT/SPP, maka mahasiswa akan dinyatakan tidak aktif. Status tersebut berdampak pada sistem perkuliahan, yaitu tidak dapat mengisi Kartu Rencana Studi (KRS), sehingga tidak dapat mengikuti kuliah dan ujian. Portal akademik dihitung aktif kembali apabila mahasiswa telah melunasi pembayaran.
Erika menuturkan bahwa ada dua penyebab sistem lock berjalan, yaitu berkaitan dengan status keaktifan dan lama studi mahasiswa. Penyebab pertamamahasiswa tidak aktif atau tanpa keterangan selama dua semester. Sistem seperti ini sudah dijalankan sejak semester ganjil 2014. “Pemberlakuan sistem lock dijalankan bersamaan dengan dimulainya periode pembatasan waktu pembayaran di UGM,” tutur Erika. Sistem ini membuat mahasiswa tidak bisa membayar biaya kuliah di luar periode pembayaran.
Sedangkan penyebab kedua dikuncinya portal akademik adalah habisnya masa studi mahasiswa. Sistem lock tipe ini akan diterapkan mulai tahun ajaran 2015/2016 dan berlaku untuk semua angkatan. Mahasiswa S1 akan terkunci portal akademiknya jika sudah melebihi 14 semester. UGM memberlakukan batasan masa studi tujuh tahun karena masih menggunakan landasan hukum Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 232 tahun 2000 (Balkon 146, 2014:7). Sebagai contoh, mahasiswa angkatan 2008 yang belum lolos syarat yudisium tahun ini akan dikunci portal akademiknya.
Penerapan sistem lock berbeda di setiap fakultas. Fakultas Teknologi Pertanian (FTP), menerapkan sistem lock bagi mahasiswa yang lewat masa studi atau terlalu banyak mendapat nilai E. Setelah diminta mengundurkan diri, mahasiswa yang lewat masa studi dapat mengajukan penambahan dua semester lagi. “Penambahan diberikan dengan pertimbangan apakah mahasiswa dapat lulus atau tidak jika setelah menjalaninya,” tutur Ahmad Irwan selaku staf administrasi akademik FTP. Dari penambahan dua semester tersebut, mahasiswa dapat menambah satu semester lagi apabila sedang dalam penyelesaian skripsi.
Berbeda dengan FTP, Fakultas Ilmu Budaya (FIB) menerapkan sistem drop out (DO) hanya untuk mahasiswa yang lewat masa studi. Sebelum mengeluarkan mahasiswanya, FIB memberikan Surat Peringatan (SP). Surat Peringatan ini diberikan secara bertahap yaitu SP 1 pada semester sebelas, SP 2emester dua belas, dan SP 3emester tiga belas. Pada semester empat belashasiswa akan di namun tidak semua mahasiswa langsung di-DO. Mahasiswa dinyatakan DO jika mereka tidak mengkonfirmasi saat dihubungi hingga tiga kali atau lebih. Penerapan sistem ini telah mengeluarkan 179 mahasiswa pada semester ganjil 2014 dan 30 mahasiswa di semester selanjutnya.
Nino (nama samaran) adalah salah satu mahasiswa UGM yang lulus melebihi batas masa studi. Mahasiswa angkatan 2006 ini diwisuda Februari lalu setelah kuliah selama 8 tahun 4 bulan. Ia dapat menyelesaikan kuliahnya dengan mengajukan surat perpanjangan masa studi hingga tiga kali. Perpanjangan pertama diajukan kepada pihak akademik fakultasnya pada 21 Agustus 2013 dan disetujui dengan syarat 10 oktober 2013 harus sudah melaksanakan skripsi dan mendaftar yudisium. Selanjutnya, perpanjangan kedua 9 Oktober 2013 dengan kesempatan perpanjangan masa studi sampai dengan 31 Desember 2013. Kemudian, terakhir kali pada 1 April 2014 dengan perpanjangan studi hingga 31 Agustus 2014. “Berbedanya waktu perpanjangan masa studi dipengaruhi kegiatan perkuliahan apa saja yang belum diselesaikan,” kata Nino.
Syarat mendapat surat perpanjangan tersebut adalah mengisi surat permohonan perpanjangan studi yang ditandatangani oleh Dosen Pembimbing Akademik (DPA) dan kepala jurusan. Setelah mendapat perpanjangan masa studi, merasa dosen pembimbingnya mempermudah proses penyelesaian skripsi tersebut. Ia disarankan hanya mengambil teori yang pernah ditulis oleh penulis lain tetapi objek kajiannya berbeda. “Dosen mendukung dan memberi nasihat, yang penting skripsi yang mudah saja sehingga skripsiku bisa diterima,” tuturnya.
Nur Biantoro S.E. mengutarakan bahwa UGM memantau perkembangan studi mahasiswa dengan menerapkan sistem evaluasi studi. Kepala Sub Direktorat Akademik dan Kelembagaan ini menjelaskan ada tiga tahap sistem evaluasi studi yang seharusnya dilakukan. Tahap evaluasi pertama dilakukan pada semester empat. Mahasiswa akan diberi surat DO bila tidak mencapai minimal tiga puluh SKS dengan IPK minimal dua. Evaluasi tahap kedua dilaksanakan menjelang masa studi kesarjanaan akan berakhir sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan oleh masing-masing program studi. Kemudian, evaluasi terakhir yang diberlakukan pada akhir batas masa studi pada semester empat belas bila mahasiswa belum selesai menempuh masa studinya.
Nur melanjutkan bahwa sistem evaluasi studi ini diserahkan kepada fakultas masing-masing karena pihak fakultaslah yang paling memahami mahasiswanya. DA berharap pihak akademik fakultas dan DPA berkomunikasi dengan mahasiswa perihal masalah akademikemberi contoh bila ada mahasiswa yang tiba-tiba berhenti membayar UKT/SPP pada semester 12 padahal ia tinggal mengerjakan skripsi. Jika hal tersebut ditemui, maka fakultaslah yang berhak memberinya dispensi pembayaran. “Bila pihak fakultas menjalankan sistem evaluasi studi, tidak akan ada mahasiswa yang terkena sistem lock,” ujarnya.
UGM memberikan dua pilihan kepada mahasiswa jika ia sudah tidak dapat melanjutkan kuliah. Dua pilihan tersebut adalah di-DO atau mengundurkan diri. Menurut keterangan Irwan, UGM lebih memilih untuk membuat mahasiswanya mengundurkan diri. Hal itu disebabkan karena mahasiswa akan tetap akan mendapat transkrip nilai dan dapat digunakan untuk melanjutkan masa studi di perguruan tinggi lain. UGM sendiri ingin menjaga citra baiknya. Jumlah mahasiswa yang di-DO akan membuat buruk laporan universitas ke Direktorat Perguruan Tinggi (Dikti) yang disebut Evaluasi Program Studi Berbasis Evaluasi Diri. ”Laporan ini adalah cerminan kerja prodi, maka mempengaruhi penilaian Dikti terhadap prodi tersebut,” pungkas Irwan. [Devananta Rizqi Rafiq, Dewi Wijayanti]
1 komentar
mengerikan sekali yah UGM