Adalah Pardi, ayah salah satu petani Temon yang menjadi korban kriminalisasi. Rambutnya sudah memutih. Kulit cokelatnya keriput termakan usia. Namun, kakinya mantap mengikuti aksi unjuk rasa di Jalan Malioboro siang kemarin(22/4). Dengan lirih, ia lantunkan lagu gubahannya sendiri. “… mari berjuang bersama kami, mempertahankan ruang hidup dengan cara yang kritis…”
Sejak Pagi, ia dan ratusan petani lainnya berangkat dari Kecamatan Temon, Kulonprogo menuju pusat kota DIY. Dalam rangka memperingati Hari Bumi, ratusan petani yang tergabung dalam Wahana Tri Tunggal (WTT) melakukan longmarch dari parkiran Abu Bakar Ali menuju kantor Gubernur DIY. Bersama mereka, terdapat Gerakan Solidaritas Tolak Bandara (GESTOB) yang terdiri dari beberapa aliansi mahasiswa. Keduanya ingin menemui Gubernur DIY untuk menyampaikan penolakan mereka atas pembangunan bandara internasional Kulon Progo.
Setelah melakukan longmarch dan orasi di depan Kantor Gubernur, hanya lima orang juru bicara massa yang ikut audiensi dengan perwakilan PEMDA DIY. Lima orang ini terdiri dari Martono selaku Ketua WTT, Agus selaku humas WTT, Miftah Mujahir dari LBH DIY, Tadzkia Nurshafira dan Rifat Arif sebagai wakil dari GESTOB. Kelimanya disambut di ruang rapat gubernur oleh Kepala Biro Tata Pemerintahan, Kepala Biro Hukum, Kepala Satpol PP DIY dan Kabag Operasional Polresta DIY. Sayang, Gubernur DIY tak bisa hadir karena sedang menghadiri peringatan Hari Kartini.
Dalam audiensi singkat itu, Martono menyampaikan keinginan warga untuk menemui Gubernur. Mereka berharap Gubernur mencabut Izin Penggunaan Lahan (IPL) yang dikeluarkan 31 Maret lalu. Menurut Martono, Gubernur dinilai gegabah dalam menurunkan IPL. Padahal, ada ratusan warga yang bersikeras menolak pembangunan bandara.
Menurut UU No. 2/2012 tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum, idealnya IPL keluar setelah Gubernur mempertimbangkan hasil kajian tim keberatan. Tim ini terdiri dari Bapeda, Sekda, Bupati, Kemenkuham, BPN dan akademisi. Tim hanya diberi waktu 14 hari untuk mengkaji ulang keberatan warga yang sudah disampaikan dalam tiga kali konsultasi publik. Gubernur sendiri membentuk tim pada 16 Maret dan harus berakhir pada 30 Maret. Pada 25 Maret tim melakukan konsultasi publik di tiga titik yaitu Balai Desa Glagah, Kantor Kecamatan Temon dan Balai Desa Paliyan. Namun, warga WTT yang menolak bandara tidak hadir dalam konsultasi tersebut. Kemudian pada 31 Maret, sehari setelah masa kerja tim berakhir, Gubernur menetapkan IPL lewat surat Keputusan Gubernur No 63/KEP/2015.
Martono menuduh tim keberatan tidak memberi informasi yang lengkap pada gubernur. “Bagaimana bisa IPL turun begitu saja padahal sudah jelas ada ratusan warga yang menolak pembangunan bandara?” tanya Martono retoris. Sepakat dengan Martono, Tadzkia lalu mempertanyakan transparansi tim keberatan dalam mengkaji penolakan warga. “Kenapa laporan tim keberatan tidak dipublikasi secara terbuka agar dapat dikoreksi semua pihak?” tanya Tadzkia yang tak disahut perwakilan PEMDA.
Merasa tak memiliki kewenangan untuk menjawab, PEMDA akhirnya meminta warga mengagendakan ulang audiensi dengan gubernur. Sesuai prosedur, warga harus mengajukan surat untuk kemudian diproses dan ditanggapi dalam kurun waktu satu minggu. “Tidak bisa satu hari langsung jadi,” tutur Haryanto, Kepala Biro Tata Pemerintahan.
Warga yang kecewa dengan hasil audiensi lalu berusaha mendobrak pintu gerbang kantor gubernur DIY. Suasana menjadi panas. Baku hantam hampir terjadi antara massa dan aparat keamanan. Salah satu atribut aksi yaitu bendera yang berbambu runcing akhirnya ikut diamankan. Tak lama, massa kembali tenang setelah Martono berhasil meredam emosi warga.
Menanggapi kegagalan warga menemui gubernur, Miftah menyatakan masih ada satu cara yang tersisa. “Warga harus segera melaporkan kasus ini ke PTUN,” tekannya. Hal yang sama diungkapkan oleh anggota GESTOB yang melakukan orasi di luar gedung gubernur. Menurutnya, kesalahan yang terjadi di Rembang bulan lalu tak boleh terulang lagi di Kulon Progo. “Selama pembangunan masih menindas rakyat kecil, selama itulah kita harus melawan!” serunya yakin. [Ganesh Cintika Putri]
1 komentar
konsisten tolak bandara