Para akademisi dan pimpinan beberapa organisasi membahas serta menyikapi krisis yang menimpa bangsa baru-baru ini dalam Forum Diskusi Akademi Nasional di Gedung Pusat UGM, Minggu (01/02). Setelah tiga minggu terjadi polemik antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Akademisi Nasional melakukan diskusi kebangsaan di Ruang Multimedia Gedung Pusat UGM guna merespon isu tersebut. Akademisi Nasional tersebut diwakili oleh Forum Rektor Indonesia, Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta di Indonesia, guru besar dan mahasiswa. Acara yang berlangsung pada Minggu (01/02) tersebut juga dihadiri oleh Ketua dan Sekretaris Tim Sembilan, yaitu Ahmad Syafi’I Ma’arif dan Hikmahanto Juwana. Tim Sembilan merupakan tim independen yang dipercaya Presiden untuk memberikan masukan terkait kisruh KPK-Polri.
Dalam sambutannya, Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D. selaku Rektor UGM menyampaikan bahwa diskusi kebangsaan seperti ini tidak hanya dilakukan sekali. Diskusi serupa akan terus dilakukan apabila kondisi bangsa Indonesia masih dalam status siaga, apalagi awas. “Permasalahan KPK dan Polri ini merupakan bencana nasional yang sudah memasuki status siaga. Oleh karena itu, UGM sebagai penjaga moralitas bangsa merasa perlu untuk merespon isu tersebut dengan melakukan diskusi,” imbuhnya.
Diskusi kali ini menghasilkan seruan kepada Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) agar mengambil langkah cepat dan tegas dalam menuntaskan polemik yang terjadi antara KPK dan Polri. Akademisi juga menjamin bahwa upaya pemakzulan yang dilakukan kepada Presiden merupakan hal yang tidak mendasar. Tidak hanya itu, Akademisi Nasional juga mendukung seluruh keputusan yang akan diambil oleh Presiden terkait ihwal tersebut sesuai konstitusi yang berlaku. “Kami (akademisi) akan berada di belakang Presiden dalam menuntaskan masalah tersebut,” ujar Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S., Ketua Forum Rektor Indonesia sekaligus Rektor Universitas Negeri Sebelas Maret.
Seruan tersebut disampaikan oleh Prof. Dr. Mohtar Mas’oed, Guru Besar Hubungan Internasional UGM. Turut memberikan pernyataan Rektor UGM, Rektor UNY, Rektor Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW), dan aktivis Pusat Kajian Anti (PUKAT) Korupsi UGM. Tidak hanya itu, Prof. Djamaludin Ancok, Ph.D., Guru Besar Psikologi UGM dan Prof Purwo Santoso, MA, Ph.D., juga memberikan pernyataan terbuka terkait masalah KPK dan Polri. Perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UGM pun turut memberikan pernyataan dalam kesempatan tersebut. “Kami meminta Presiden segera melunasi janji-janji politiknya semasa kampanye dulu,” seru perwakilan BEM tersebut.
Dr. Zainal Arifin Mochtar, SH., LLM, memoderatori penyampaian seruan pada diskusi kali ini. Beliau mengharapkan agar Jokowi menggunakan integritas dan kapasitasnya sebagai Presiden untuk menuntaskan masalah ini secapatnya. Ia juga percaya Jokowi tersandera kepentingan politik sehingga sulit dalam memberikan keputusan. “Jokowi ibarat mobil yang masih baru dan mesinnya bagus, tetapi bannya terkunci sehingga tidak bisa jalan. Intervensi politik ini yang harus diabaikan oleh Jokowi,” tambah pria yang pernah menjadi moderator dalam acara Debat Pemilihan Presiden 2014.
Berikut isi seruan yang disampaikan Akademisi Nasional kepada Presiden dan Penegak Hukum:
PERNYATAAN KEPRIHATINAN DAN SERUAN DUKUNGAN AKADEMISI NASIONAL UNTUK PEMBERANTASAN KORUPSI
Saat ini Indonesia mengalami stagnasi kenegaraan diakibatkan oleh adanya tarik-menarik antar-partai politik, penegak hukum dan kekuatan politik yang telah mengintervensi Presiden serta mengancam kewibawaan Presiden selaku kepala negara dan kepala pemerintahan. Jika hal ini berlarut-larut, maka akan lebih menyengsarakan rakyat. Oleh karena itu, kami para pimpinan organisasi perguruan tinggi dan Akademisi Nasional, dengan ini ikut menyatakan keprihatinan yang mendalam atas kondisi bangsa yang mengarah pada kemunduran demokrasi. Dengan ini kami ingin menyampaikan seruan yang tegas dan mendasar untuk diambil oleh segenap komponen bangsa ini.
Pertama, kami mendukung sepenuhnya janji Presiden agar terikat oleh perintah konstitusi dan kepentingan rakyat. Karenanya, kami menyerukan kepada seluruh komponen bangsa untuk mendukung janji mulia Presiden tersebut dengan tidak mengganggu kepemimpinan nasional, dan memberikan keleluasaan kepada Presiden untuk mengambil tindakan-tindakan mandiri demi kepentingan negara dan rakyat Indonesia.
Kedua, kami memberikan jaminan kepada Presiden bahwa sistem kepresidenan dibangun atas dasar sistem presidensial yang kuat dan sistem hukum yang kokoh, sehingga berbagai ancaman pemakzulan kepada Presiden adalah hal yang tidak mendasar. Karenanya, Presiden dapat lebih berani dan mandiri untuk mengambil sikap karena konstitusi dan sistem hukum melindungi Presiden dari kesewenang-wenangan kepentingan para pihak yang hanya mementingkan kepentingan pribadi dan golongan di atas kepentingan negara dan rakyat Indonesia.
Ketiga, kami menyerukan kepada Presiden untuk mengambil langkah cepat dan tegas, terutama terkait dengan kekosongan Kapolri, agar masalah tersebut tidak berlarut-larut. Kami mendukung Presiden untuk menegakkan moral publik di atas segala kepentingan pribadi maupun golongan tertentu. Rekomendasi Tim-9 untuk tidak melantik pejabat yang menjadi tersangka korupsi adalah bagian dari menjaga moralitas publik itu. oleh karena itu, Presiden sangat layak untuk mempertimbangkan agar hal tersebut segera dilakukan.
Keempat, kami menyerukan kepada Presiden untuk mengambil langkah-langkah cepat dalam rangka menyelamatkan upaya-upaya pemberantasan korupsi dan lembaga-lembaga yang bekerja untuk hal itu. KPK dan Kepolisian bersama dengan Kejaksaan adalah trisula dalam penegakan hukum antikorupsi. Kerja-kerja terkoordinasi antarketiganya adalah hal yang teramat penting. Oleh karena itu, Presiden harus segera mengambil langkah-langkah konkrit untuk mengakhiri kriminalisasi yang dilakukan terhadap pekerja pemberantasan korupsi sesuai dengan peraturan perundangan-undangan. Lembaga penegak hukum tidak boleh dijalankan untuk kepentingan pribadi dan/atau golongan.
Kelima, kami menyerukan kepada pekerja peradilan, khususnya yang bekerja dalam hal peradilan dan pra-peradilan untuk tidak mempermainkan hukum karena aturan hukum sudah jelas dan tegas mengatur hal-hal tersebut.
Keenam, kami menyerukan kepada seluruh komponen bangsa untuk kembali bersatu dan menggalang komitmen bersama serta bersinergi demi kepentingan bangsa dan negara, sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945. Tugas mulia tersebut tentunya mustahil untuk dikerjakan oleh Presiden seorang diri. Seluruh elemen bangsa harus bekerja keras dan secara bersungguh-sungguh mendukung Presiden mewujudkan cita-cita mulia tersebut. Perpecahan dan ketidakharmonisan antar-trisula penegak hukum di bidang korupsi, hanya akan menguntungkan para koruptor yang selama ini telah menghisap kekayaan negara.
Ketujuh, kami segenap elemen pendidikan tinggi berkomitmen untuk tidak memberikan ruang pada praktik-praktik penyalahgunaan wewenang di institusi masing-masing. Lembaga pendidikan tinggi harus memberikan edukasi dan keteladanan pada publik tentang praktik kelembagaan yang bersih dan benar. Lembaga pendidikan tinggi harus menjadi basis untuk penggalangan komitmen moral pemberantasan korupsi dan mengembangkan instrument-instrumenuntuk pemberantasan korupsi.
Demikian pernyataan dukungan ini kami buat.
Yogyakarta, 1 Februari 2015
[Abiyyu Fathin Derian]