“Kami mohon pada duta besar agar memberi kami saran bagaimana bersikap dengan tepat dalam mempersiapkan mahasiswa menjadi penggerak kemajuan bangsa. Akan tetapi jangan sampai dimanfaatkan bangsa lain,” ujar Rektor UGM, Prof. Ir. Dwikorita Karnawati M.Sc, P.Hd., . Pernyataan tersebut mengakhiri sambutan Ibu rektor ketika membuka acara diskusi antara beberapa perwakilan Duta Besar (Dubes) Republik Indonesia (RI) dengan civitas akademi UGM. Acara ini berlangsung pada Senin (9/2) pukul 09.00 WIB bertempat di ruang Multimedia, Gedung Rektorat UGM. Civitas UGM yang hadir terdiri dari Dekan Fakultas dan perwakilan organisasi kemahasiswaan. Diskusi ini membahas kerjasama yang ditawarkan oleh para Dubes RI di beberapa negara kepada Indonesia.
Penawaran kerjasama ini meliputi berbagai bidang. Seperti Dubes RI untuk Italia yang menawarkan diadakannya dialog internasional bidang ekonomi dengan salah satu topiknya membahas keberhasilan bisnis keluarga di Italia. Menurut beliau, bisnis keluarga di Italia sangat berhasil terutama dalam hal pendidikan berbisnis yang telah diajarkan para orang tua di sana kepada anak-anaknya sejak usia dini. Lalu ada Dubes RI untuk Myanmar yang menawarkan kerjasama di bidang budaya, yaitu mengusulkan Kota Naypidaw menjadi Sister City dari Yogyakarta. Karena terdapat kesamaan antara dua kota tersebut, seperti adanya candi dan keramahan penduduk.
Sementara itu Dubes RI untuk Spanyol, Rusia, dan Bulgaria menawarkan kerjasama pendidikan berupa beasiswa bagi para mahasiswa untuk menempuh studi di sana. Sebaliknya Dubes RI untuk Libya dan Suriname menawarkan agar pelajar dari sana dapat belajar di Indonesia. Di lain pihak Dubes RI untuk Ukraina menawarkan kerjasama dalam bidang ketenaga kerjaan.
Selain para Duta Besar, ada beberapa pernyataan yang disampaikan oleh beberapa Dekan UGM, diantaranya bahasan mengenai filsafat Pancasila yang disampaikan oleh Dekan Fakultas Filsafat, Dr. M. Mukhtasar Syamsuddin, M.Hum. Menurut beliau hal yang penting untuk dipelajari dunia Inernasional bukan hanya kerjasama bidang ekonomi dan teknologi, justru yang penting adalah filsafat atau ideologi negara, dalam hal ini filsafat Pancasila milik Indonesia. Terutama negara – negara di dunia yang tengah berkonflik agar dapat mengambil pelajaran dari ideologi kita.
Saran lain disampaikan oleh Dekan Fakultas ISIPOL yang didukung oleh pernyataan Bu Rektor. Keduanya menyatakan permintaan khusus kepada para Dubes untuk berpartisipasi dalam kegiatan Bulan Asia Afrika yang akan diadakan oleh UGM pada bulan April mendatang. Harapannya para Dubes dapat berbagi ilmu dan pengalaman yang mereka dapatkan dari berbagai negara kepada para mahasiswa maupun dosen UGM dalam bentuk seminar maupun kuliah umum.
Dalam diskusi ini mahasiswa yang hadir hanya mendapat porsi tiga kali untuk bersuara, sementara untuk dekan mendapat jatah delapan kali bersuara. Selain itu, mahasiswa pun mendapat kesempatan itu pada saat – saat terakhir diskusi. Bahkan karena hal itu mereka tidak mendapat respon dari para Dubes. Sehingga menimbulkan ketidak puasan dari pihak mahasiswa yang hadir.
“Diskusi – diskusi seperti ini seharusnya lebih mengedepankan sifat yang inklusif, bukan eksklusif,” ungkap salah seorang mahasiswa yang kami temui seusai acara, Al Fath Bagus Panuntun El Nur Indonesia. Menurut mahasiswa yang menjabat sebagai Kastrat Menko Dewan Mahasiswa Fakultas ISIPOL ini, “ Siapapun yang memiliki pertanyaan seputar hasil pembahasan seharusnya diberi kesempatan yang sama, baik itu dosen ataupun mahasiswa. Bukannya malah dosen terus yang didahulukan.”
Acara yang berlangsung sejak pukul 09.00 WIB ini akhirnya ditutup dengan foto dan makan siang bersama. Kunjungan Dubes ini masih dalam satu rangkaian acara ‘Ambassadors go to Jogja with Love’. Rangkaian acara ini diawali dengan makan malam bersama Sri Sultan Hamengku Buwono X di Keraton Yogyakarta pada hari Sabtu (7/2) dan akan berakhir pada Selasa (10/2) dengan temu mitra usaha di Kamar Dagang Indonesia (KADIN) daerah Yogyakarta dan pers.
Kanjeng Raden Mas Tumenggung (KRMT) Hendro ‘Kimpling’ Suseno, selaku Ketua Pelaksana acara, mengatakan, “Universitas yang ada di Yogyakarta telah melahirkan banyak alumni yang secara langsung maupun tidak langsung mengambil peran penting dalam pemerintahan. Itulah alasan Yogyakarta dipilih sebagai destinasi para Dubes tahun ini.” Beliau juga menyebut para Dubes RI sebagai corong utama untuk menginformasikan kebutuhan bangsa ini, baik itu sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Oleh karena itu beliau berharap agar terjalin kerjasama yang lebih bagus. [Abdul Hakam Najah, Ula Farihah Wildan]