Sekumpulan mahasiswa berbaju hitam duduk membentuk lingkaran di selasar Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) UGM. Mereka tak banyak bicara, hanya beberapa yang berbisik satu sama lain. Masing-masing dari mereka memegang poster bertuliskan “Terimakasih Pak untuk kado natalnya di Papua.” Lima belas menit kemudian, mereka memisahkan diri. Nova, salah seorang mahasiswi berbaju hitam tadi berkata, “Kami dari Dewan Mahasiswa Fisipol mau aksi, mari kalau mau ikut. Tapi tolong rahasiakan dulu, sebab ada polisi dimana-mana.”
Sejak Selasa (09/12) pagi, puluhan polisi berbaju batik telah siaga di barat kampus Fisipol. Mereka melakukan penjagaan untuk mengamankan Presiden Jokowi yang mengisi kuliah umum di Balai Senat UGM. Momen ini dimanfaatkan Nova dan belasan mahasiswa yang tergabung dalam Dewan Mahasiswa KM Fisipol untuk menyampaikan aspirasi mereka. Dalam aksi ini, mereka mewacanakan kekerasan yang terjadi di Paniai, Papua senin lalu. Seperti yang dilansir republika.co.id, terjadi bentrok antara warga lokal dan oknum keamanan setempat. Hal ini mengakibatkan setidaknya delapan warga tewas, 13 lainnya luka-luka dan empat di antaranya dalam kondisi kritis. “Aksi ini sebagai ungkapan belasungkawa kami pada saudara-saudara di Papua,” tutur Anggar Shandy Pradana, koordinator aksi.
Rencananya, massa akan membentangkan poster dan spanduk sambil duduk diam di sepanjang jalan menuju Balai Senat UGM. Pukul setengah satu siang, massa bergerak dari Fisipol sambil membawa poster dan spanduk. Mereka sengaja menyebar agar tak memancing perhatian. Menurut Anggar, perwakilan mahasiswa telah menginfokan aksi ini kepada SKKK UGM dan pimpinan polisi yang berjaga di Fisipol. Namun, aksi tidak diizinkan. “Katanya kampus kami masuk ring satu pengamanan, jadi kami tidak diizinkan,” begitu jelasnya.
Merasa aksinya tidak akan mengganggu, puluhan mahasiswa yang memegang poster menunggu kedatangan Jokowi di sepanjang Jalan Nusantara. Tak lama berselang, beberapa polisi meminta mahasiswa untuk mundur. Sementara itu, salah seorang mahasiswa yang melihat iring-iringan mobil Presiden datang, lantas memberi kode temannya untuk membuka spanduk. Dua mahasiswa tampak bersusah payah membentangkan spanduk di teras gedung Fisipol –sepuluh meter dari bahu jalan. Di spanduk itu tertera tulisan dengan jelas, “Terimakasih pak untuk kado Natalnya di #PAPUA. Sudah delapan, mau berapa lagi?”
Belum ada satu menit spanduk dibentangkan, salah seorang polisi berbaju batik merah menegur dua mahasiswa tadi. Ia menyuruh mereka untuk menggulung spanduk. Rijensa, salah satu mahasiswa itu menyayangkan respon dari polisi. “Kami tahu itu tanggungjawab mereka untuk menjaga keamanan, tapi kan kami cuma diam, kenapa mereka harus takut,” tanyanya heran.
Sementara aksi di barat gedung Fisipol dibubarkan, empat mahasiswa fisipol lainnya berhasil masuk ke Balairung Rektorat dengan membawa poster aksi. Meski sempat ditegur oleh petugas, mereka mengaku berhasil menunjukkan posternya pada Anies Baswedan. Menanggapi hal ini, Rijensa mengatakan bahwa mahasiswa hanya ingin mewacanakan isu ini ke pemerintah. “Saya tidak bermaksud menyalahkan Jokowi, tapi beliau wajib memerhatikan masalah ini,” tegasnya.
Sependapat dengan Rijensa, Anggar mengatakan bahwa isu ini harus menjadi perhatian pemerintah. Ia menceritakan bahwa selama dua bulan terakhir, banyak tindakan represif yang dilakukan aparat. Di antaranya kasus pemukulan demonstran perempuan di Kedeng, kerusuhan di Karawang, isu penembakan oleh Polisi di Makassar, serta penembakan secara brutal belasan orang di Papua. “Sangat ironis, ketika besok kita merayakan hari HAM internasional, pelanggaran HAM masih saja terjadi,” tandasnya. [Ganesh Cintika Putri]