Turunnya keputusan Presiden Joko Widodo mengenai susunan menteri Kabinet Kerja kepada beberapa tokoh memberi dampak kepada Universitas Gadjah Mada. Bagaimana tidak, rektor UGM, Prof. Dr. Pratikno, M. Soc, Sc., pun turut ditunjuk sebagai menteri sekretaris negara. Padahal menurut Peraturan Majelis Wali Amanat (MWA) No. 4/SK/MWA/2014 tentang Organisasi dan Tata Kelola (OTK) UGM serta Peraturan Pemerintah No. 67 Tahun 2013 tentang Statuta UGM, seorang rektor tidak diperbolehkan merangkap jabatan. Selain kedua peraturan ini, pengunduran diri Prof. Pratikno juga merupakan pertimbangan dari Senat Akademik. Menanggapi keputusan ini, beliau mengajukan surat pengunduran diri dari jabatannya pada Rabu, (29/10). Pengunduran diri ini menyebabkan kekosongan jabatan rektor yang seharusnya berakhir 2017 mendatang.
Menyikapi kekosongan kekuasaan ini MWA akan melakukan rapat untuk pemilihan rektor pengganti. Pergantian rektor kali ini akan dikemas berbeda dari pergantian rektor lima tahunan biasa. Ekamara Ananami Putra selaku Majelis Wali Amanat Utusan Mahasiswa (MWA-UM) menjelaskan bahwa pemilihan rektor kali ini berfungsi untuk mencari rektor yang akan melanjutkan sisa masa jabatan dan melanjutkan program-program yang sudah ada dari rektor sebelumnya. “Pemilihan rektor kali ini bukan bertujuan untuk mencari rektor baru dengan visi, misi, serta program-program baru,” ungkap Ekamara. Menurutnya, para calon rektor baru tidak akan melakukan penyusunan program baru karena kandidat yang terpilih nantinya hanya akan melanjutkan kebijakan-kebijakan yang sudah dirancang dan dijalankan sebelumnya. “Perbedaan mungkin akan terletak pada berubahnya kebijakan teknis sebagai implementasi gaya kepemimpinan dari kandidat yang terpilih,” tuturnya.
Dalam pemilihan ini, MWA akan menjadi satu-satunya komponen universitas yang memiliki hak untuk melaksanakan rapat pemilihan rektor baru tanpa campur tangan Senat Akademik, Dewan Guru Besar, dan pihak-pihak lain. Mengenai mekanisme, metode musyawarah mufakat digunakan menggantikan metode voting yang biasanya dipakai dalam pemilihan rektor. “Kami rasa musyawarah-mufakat merupakan jalan paling bijaksana yang dapat kami lakukan,” ujar mahasiswa Jurusan Politik Pemerintahan angkatan 2011 ini. Pemilihan rektor baru akan dilaksanakan di gedung rektorat pada Sabtu, (22/11) pukul 10.00 WIB. Proses musyawarah ini akan disiarkan secara live streaming melalui web resmi UGM. Hal ini dilakukan demi menjunjung transparansi dalam pemilihan rektor baru.
Sesuai dengan peraturan MWA No. 4/SK/MWA/2014 pasal 72, apabila rektor diberhentikan atau mengundurkan diri di tengah masa jabatan karena alasan tertentu, maka para wakil rektorlah yang berhak menjadi kandidat rektor pengganti. Kandidat pengganti ini harus berumur maksimal 60 tahun. Persyaratan ini membuat dua wakil rektor tidak dapat mengikuti bursa pemilihan rektor baru, yaitu Prof. Dr. Suratman dan Prof. Dr. Ir. Budi Santoso Wignyosukarto, Dip.HE. Oleh karena itu, ada tiga calon yang memenuhi kriteria untuk menduduki jabatan rektor baru, yaitu Prof. Dr. Iwan Dwiprahasto, M.Med.Sc, Ph.D; Dr. Didi Achjari, SE, Akt., M.Com; dan Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M. Sc., Ph.D.
Melihat kondisi tersebut Forum Advokasi UGM melakukan kajian mengenai rekam jejak dari ketiga calon rektor baru tersebut. “Pengkajian mengenai track record ini dilakukan oleh masing-masing departemen advokasi BEM fakultas asal dari ketiga kandidat tersebut,” ujar Umar Abdul Aziz. Umar selaku Koordinator Umum Forum Advokasi UGM juga mengatakan bahwa variabel yang paling dilihat dari pengkajian ini adalah kedekatan dari para calon rektor dengan mahasiswa. “Karena jika tidak ada kedekatan antara rektor dengan mahasiswa maka akan ada kesusahan,” tegasnya.
Ketiga kandidat ini memang memiliki rekam jejak yang berbeda. Jika melihat rekam jejak yang dimiliki oleh Dr. Didi Achjari, beliau dapat dikatakan sebagai orang yang cukup dekat dengan mahasiswa. Beliau juga dianggap sebagai orang yang terbuka. Namun, secara umum beliau kurang begitu populer dibandingkan dengan dua calon yang lainnya. Umar mengatakan bahwa jika dibandingkan dengan Prof. Iwan dan Prof. Dwikorita yang sudah menjadi guru besar, Dr. Didi memiliki peluang yang kecil untuk menjadi seorang rektor. Ketika ditanya tentang kesiapannya menjadi rektor, Prof. Didi mengatakan bahwa beliau masih belum memikirkan hal itu. “Dulu saya diminta membantu Pak Pratikno sebagai wakil rektor. Saat ini pun saya tetap komit pada amanah yang diberikan, sehingga saya tidak memikirkan hal itu,” jelas beliau.
Calon selanjutnya yaitu Prof. Iwan Dwiprahasto, beliau dikenal handal dalam mengatasi aksi protes yang dilakukan oleh mahasiswa. Beliau juga merupakan orang yang sangat dekat dengan mahasiswa karena beliau menangani urusan kemahasiswaan. Rekam jejak yang sangat memperlihatkan prestasi yang dimilikinya adalah PPSMB dan PKM. “Prof. Iwan memiliki banyak prestasi yang bisa beliau klaim, dua prestasi yang paling besar adalah PPSMB dan PKM. PPSMB merupakan hal yang fenomenal, dan juga PKM yang dulunya memiliki sistem birokrasi yang berbelit dan susah direformasi menjadi lebih gampang dan lebih diakomodasi,” papar Umar.
Calon yang terakhir yaitu Prof. Dwikorita Karnawati. Beliau merupakan satu-satunya kandidat wanita yang dalam pemilihan rektor baru kali ini. Kedudukannya sebagai wakil rektor bidang alumni membuat beliau jarang berhubungan dengan mahasiswa. Dalam wawancara yang dilakukan oleh tim kajian Formad dikatakan bahwa referensi tentang Prof. Dwikorita sangat sedikit. Namun, jika dilihat dari segi potensi, Prof. Dwikorita memiliki nilai tambah yang lebih di banding kandidat lain. Beliau memiliki jaringan yang luas dan kuat karena tugas yang mengharuskannya untuk berurusan dengan masyarakat umum dan alumni. Selain itu, beliau juga memiliki kedekatan dengan seorang menteri. “Menteri ini sangat dekat dengan Bu Dwikorita, hal ini membuat peluang beliau untuk menjadi rektor sangat besar,“ jelas Umar di akhir wawancara.
Pada akhirnya, dapat dikatakan bahwa ketiga kandidat memiliki kans yang sama kuat. Baik Dr. Didi, Prof. Iwan, maupun Prof. Dwikorita memiliki gaya kepemimpinan masing-masing. “Bagi saya, Pak Pratikno memberi pengaruh besar bagi bawahannya agar menirukan keluwesannya dalam berkomunikasi kepada masyarakat UGM,” ujar Ekamara. Baginya, tidak penting siapa yang nantinya bakal terpilih, sejauh rektor baru kelak dapat memenuhi 2 syarat keharmonisan hubungan antara rektor dengan mahasiswa. Syarat-syarat tersebut yaitu keterbukaan informasi dan keterlibatan mahasiswa dalam pengambilan kebijakan kampus.
Selain harapan dari Ekamara selaku MWA-UM ada beberapa mahasiswa yang juga menyampaikan harapan untuk rektor selanjutnya. Muhammad Rifki Ali, ketua BEM KMFT UGM, mengatakan bahwa seorang rektor yang baik hendaknya dapat membuat UGM mempunyai nilai tinggi di mata negara dan dunia, membangun tak hanya internal kampus namun juga Indonesia secara umum, serta dekat dengan segenap civitas akademikanya. Selain itu dari pihak Koalisi Mahasiswa Peduli Pedagang Sunmor (KOMPPAS) yang diwakilkan oleh Fahmi Rizal juga memberikan harapan kepada rektor baru. “Semoga rektor selanjutnya bisa lebih ramah kepada mahasiswa yang unjuk rasa,” paparnya.
Mundurnya Prof. Pratikno untuk mengemban tugas sebagai menteri sekretaris negara disatu sisi membuat masyarakat UGM bangga. Akan tetapi di sisi lain juga menimbulkan kerinduan akan sosoknya yang menggebrak paradigma umum mengenai batasan komunikasi antara mahasiswa dengan rektornya. Rektor baru yang akan diangkat kelak justru akan memangku tanggung jawab besar. Tak hanya memberi solusi terhadap permasalahan lama yang ditinggalkan, melainkan juga mampu mendekatkan diri dengan masyarakat kampus dengan cara yang berbeda. [N.L.P. Juli Wirawati, Dewi Wijayanti, Warih Aji Pamungkas, Siti Rohmah Megawangi]