Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Ekspresi dari Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) mengadakan aksi demonstrasi pada Sabtu siang (30/8) kemarin. Belasan awak LPM Ekspresi dan organisasi gerakan mahasiswa memulai orasi di halaman depan Gedung Student Center UNY pada pukul 11.00 WIB. Orasi kemudian berlanjut sepanjang jalan ke arah GOR UNY dan kompleks Rektorat lalu berakhir di GOR UNY kembali. Aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes terhadap pengambilan 150 eksemplar Buletin EXPEDISI Edisi Khusus Pra Ospek 2014 terbitan LPM Ekspresi oleh Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd, M.A, Rektor UNY pada Minggu (24/08).
Agil Widiatmoko, koordinator lapangan aksi, menuturkan aksi ini bertujuan untuk menuntut pertanggungjawaban Rektor UNY. Pengambilan buletin tersebut berlangsung saat Wina Wijayanti, Pemimpin Proyek Buletin EXPEDISI, membagikannya ketika pertemuan orang tua/wali mahasiswa baru di GOR UNY. Padahal awalnya ia berniat menyebarkan di Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK) tetapi sepi. “Pada saat buletin disebar Rochmat Wahab memerintahkan langsung mengamankan buletin itu padahal belum membaca kontennya,” jelasnya. Pasca kejadian itu perwakilan LPM Ekspresi sudah berusaha menemui Rektor untuk meminta penjelasan namun gagal. Akhirnya, empat perwakilan LPM Ekspresi dapat melakukan audensi dengan Prof. Dr. Sumaryanto, M.Kes, Wakil Rektor III tetapi belum menemui jalan keluar.
Pemimpin Umum LPM Ekspresi, Faqihuddien Abi Utomo, menjelaskan peristiwa pengambilan Buletin EXPEDISI tersebut merupakan bentuk pembredelan. LPM Ekspresi adalah Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) resmi yang berdiri sejak tahun 1989 dan bergerak di bidang pers dan jurnalistik. Sedangkan menurut UU Republik Indonesia No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers pada Bab I pasal 1 ayat (9), pembredelan atau pelarangan penyiaran adalah penghentian penerbitan dan peredaran atau penyiaran secara paksa atau melawan hukum. “Penyebaran media secara independen adalah sebuah hak. Berdasarkan pasal tersebut, jelas, Rektor UNY telah melanggar undang-undang dalam hal melakukan penghentian peredaran,” katanya.
Selain itu, Abi juga mengatakan LPM Ekspresi sebagai lembaga pers bertugas untuk memberikan informasi pada publik. Hal ini sesuai dengan UU Republik Indonesia No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik pada Bab III soal Hak dan Kewajiban Pemohonan dan Pengguna Informasi Publik serta Hak dan Kewajiban Badan Publik pasal 4 ayat 1 bahwa setiap orang berhak mendapatkan informasi publik. Setiap kebijakan-kebijakan yang terjadi di UNY wajib dan berhak diketahui oleh publik. “Oleh karena itu, atas nama kebebasan berpendapat, hak bagi media, dan demi keterbukaan informasi publik kami menolak pembredelan yang dilakukan Rektor UNY terhadap Buletin EXPEDISI,” tambah Abi.
Berdasarkan hal di atas, para anggota LPM Ekspresi pun menginginkan agar Buletin EXPEDISI sebanyak 150 eksemplar dikembalikan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Rochmat Wahab selaku Rektor UNY juga diminta untuk meminta maaf atas kasus pembredelan 150 eksemplar Buletin EXPEDISI. “Di samping itu, kami menuntut untuk membuat pernyataan resmi berisi komitmen dan janji untuk Anda (Rochmat Wahab –red) dan semua jajaran Rektorat di bawah koordinasi Anda (Rochmat Wahab –red) untuk tidak mengulangi tindak pembredelan, pelarangan peredaran, atau tindak melawan hukum lainnya atas semua produk jurnalistik kami, terutama Buletin EXPEDISI, dalam proses sirkulasi di lingkup UNY dan di dalam forum apa saja,” papar Abi.
Orasi dan tuntutan-tuntutan tersebut mendapat tanggapan dari Prof. Dr. Sumaryanto, M. Kes. Wakil Rektor III UNY itu mengatakan tindakan pengambilan Buletin EXPEDISI merupakan amanah yang diberikan Rochmat Wahab kepada dirinya. “Ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu cara penyampaian dan materi yang menurut kami berpotensi untuk terjadi konflik sesama elemen mahasiswa. Apalagi itu dibagikan kepada orang tua wali mahasiswa yang saat itu harus dimuliakan,” ujarnya. Berkaitan dengan beberapa tuntutan yang ditujukan kepada Rochmat Wahab, ia menjelaskan Buletin EXPEDISI akan dikembalikan atas persetujuan Rektor. Kemudian hal-hal lainnya harus disampaikan langsung pada Rochmat Wahab dan dilakukan koordinasi secepat mungkin.
Kejadian ini pun menuai komentar dari beberapa pihak. Suhendra Taufik dari Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar ‘12 berkata masalah tersebut lebih baik diselesaikan dengan diskusi antara anggota LPM Ekspresi dan Rektor secara internal. “Meski berpedoman pada hukum pers, apabila hanya fokus pada pendapat mahasiswa tidak bijaksana karena belum tau pasti alasan Rektor mengambil buletin itu,” ujarnya. Meski begitu, ia memahami sulitnya birokrasi untuk bertemu dengan Rektor saat ini.
Komentar lain datang dari Antonius Feri dari UKM Ikatan Mahasiswa Katolik yang berpendapat kalau Rektorat harus memiliki kebijakan yang tidak membatasi kebebasan mahasiswa untuk beraspirasi. Hal yang sama juga diutarakan oleh Dian Tri Utami dari LPM Natas, Universitas Sanata Dharma. Menurutnya kebebasan pers dalam menunjukkan fakta seharusnya tidak ditekan. “Hal ini dapat memunculkan generasi yang takut untuk menyuarakan pendapat,” paparnya. [Nindias Nur Khalika, Mira Tri Rahayu]