Tolak Pilkada Tidak Langsung !!! Selamatkan Demokrasi di Indonesia !! Teriakan tersebut membuka aksi yang dikoordinir oleh Institute for Research and Empowerment (IRE) Jogjakarta. Aksi yang bertajuk Penolakan Pilkada Tidak Langsung berlangsung pada hari minggu (21/14) sore di depan Gedung Agung Jalan Malioboro Yogyakarta. Di dalam aksi penolakan, IRE sebagai koordinator aksi juga mengundang berbagai macam Komunitas, seperti Indonesian Court Monitoring (ICM), Narasita, Jaringan Gusdurian dan Masyarakat Anti Kekerasan (Makaryo). Aksi tersebut juga diramaiakan oleh penampilan akustik dari Fajar Merah. Anak Wiji Thukul, aktifis yang hilang di era orde baru.
Acara dibuka dengan orasi dari Ketua Prodi Sosiologi Universitas Gajah Mada (UGM) Arie Sujito, S.Sos, M.Si. Di dalam orasinya, ia menegaskan ada tiga hal yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Tiga hal tersebut yaitu, usaha untuk mengontrol pemimpin (presiden), RUU DPR RI adalah bentuk kebangkitan orde baru, dan mengubur demokrasi di Indonesia.
Setelah mendengarkan orasi dari Sujito, Fajar Merah beraksi dengan menyanyikan puisi-puisi milik bapaknya. Ditemui disela-sela aksi, Fajar merah mengatakan bahwa pemilihan pemimpin harus dipilih langsung oleh rakyat. “Jika Pilkada Tidak Langsung diterapkan sama saja membunuh hak rakyat,” tambahnya. Orasi kembali dilanjutkan, kali ini giliran Abdur Rozaki, Dosen Sosiologi Pembangunan Universitas Sunan Kalijaga (UIN). Di dalam orasinya, ia menjelaskan bahwa RUU Pilkada Tidak Langsung adalah bentuk pengembalian demokrasi ke jaman orde baru.
Direktur IRE, Krisjatmiko, menjelaskan bahwa acara ini betujuan untuk menyelamatkan demokrasi di Indonesia menuju demokrasi yang terkonsolidasi. Selain itu, IRE dan komunitas lainnya akan terus mengawal RUU yang sedang ramai diperbicarakan ini. Senada dengan Krisjatmiko, Abdur Rozak juga akan terus mengawal RUU ini. “Jika sampai RUU ini disetujui kami akan menggalang masa dari seluruh Indonesia untuk berangkat ke Jakarta dan menolak keputusan tersebut,” tegasnya.
Selain menggalang masa, ada alternatif lain yang akan dilakukan untuk menolak Pilkada Tidak Langsung. Krisjatmiko menerangkan akan ada Yudisial Review, yaitu menyandingkan Undang-Undang dan Konstitusi ke Mahkamah Agung (MA), Advokasi untuk DPRD baru, dan menyelanggarakan diskusi diberbagai daerah terkait isu tersebut.
Akhirnya, aksi ditutup dengan pernyataan sikap dari komunitas yang ikut serta dalam aksi. Salah satu isi dari pernyataan tersebut adalah, “Pemilukada Langsung adalah wujud nyata pelaksanaan kedaulatan rakyat di daerah, karena itu harus dipertahankan dan dijaga dari nalar sesat yang rakus kekuasaan.” [Dimas Syibli Muhammad Haikal]