Terlihat ratusan orang duduk di ruangan ION Educational Centre, Terban, pada (10/05). Mereka terdiri dari mahasiswa dan dosen UGM, maupun beberapa universitas negeri lainnya, seperti Universitas Negeri Semarang (UNNES), Universitas Diponegoro (UNDIP), Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS), serta Universitas Indonesia (UI). Hari itu, BEM Biologi menyelenggarakan Konferensi Kedaulatan Biodiversitas dengan tema “Indonesia Tidak Terlihat Berdaulat”. Acara yang dimoderatori oleh Abdul Rahman Siregar, Dosen Mikro Biologi ini, turut menghadirkan Dr. dr. Siti Fadilah Supari, SO.JP (K), Menteri Kesehatan RI 2004-2009 dan Prof. Dr. Rosichon Ubaidillah, Kepala Bidang Zoologi, Lembaga Pengetahuan Indonesia (LIPI) sebagai pembicara.
Sebelum acara ini dimulai, para peserta diminta untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Hymne Gadjah Mada bersama. Setelah itu, Rasichon, selaku pembicara pertama menjelaskan bahwa Biopiracy adalah istilah pencurian materi genetik yang disalahgunakan keberadaannya untuk dikomersiliasikan dan sifatnya menguntungkan pihak-pihak tertentu saja. “Bila ini dibiarkan terus di Indonesia, Sumber Daya Alam (SDA) kita akan habis,” lanjutnya.
Indonesia merupakan salah satu negara yang menjadi pusat Sumber Daya Hayati (SDH) setelah Meksiko, Brazil, dan India. Namun menurut Rasichon, Indonesialah yang mempunyai SDH yang paling banyak ketimbang negara-negara tersebut. “17.000 pulau dan 87 tipe ekosistem, laut kita sudah merepresentasikan bahwa Indonesia yang mempunyai kekayaan terbesar di seluruh dunia,” beber Rosichon
Rasichon juga menerangkan bahwa Indonesia mempunyai posisi strategis yang akan menarik perhatian investor asing. Baik sebagai sebuah komoditas, maupun untuk pengembangan ilmu pengetahuan biologi. “Bila kita tidak hati-hati, Indonesia tidak akan lepas dari praktik biopiracy,” jelas Rasichon. Untuk itu, ia menyarankan agar tidak tergiur oleh iming-iming uang besar dari penelitian yang diberikan oleh pihak asing. “Kasus ini sudah merasuk dalam konteks kerja sama yang kemudian merugikan Indonesia,” paparnya.
Pada dasarnya tidak ada satu orang pun yang bisa mengklaim kepemilikan SDH di dunia ini. “Maka peluang para pelaku biopiracy akan semakin lebar,” imbuhnya. Menurutnya, praktik biopiracy ini akan sangat susah untuk ditanggulangi. Walaupun masalah biopiracy ini sudah diatur dalam konvensi Nagoya, namun Indonesa juga harus mempunyai regulasi yang jelas tentang praktik biopiracy ini. “Kita juga harus ikut mengontrol praktiknya,” tegas Rosichon.
Setelah itu, ia membahas tentang bioweapon dan ketahanan nasional. Bahwa praktik biopiracy di Indonesia tidak terlalu berbahaya bila tidak disertai oleh bioweapon. Ia menerangkan bahwa bioweapon merupakan cara untuk mendominasi sesuatu oleh orang atau negara lain, dalam hal ini SDH Indonesia. “Selama masih ada dominasi orang atau bangsa lainnya, maka praktik biopiracy akan terus berkembang,” terang Siti.
Ia juga menceritakan pengalaman tentang bioweapon dan ketahanan nasional saat ia menjadi Menteri Kesehatan RI. Pada kesempatan kali itu, Siti mengungkapkan pengalamannya saat menangani isu flu burung yang merebak tahun 2005. Saat itu, WHO (World Health Organization) meminta virus-virus yang ia punya untuk dikirimkan ke WHO. Namun Siti mengetahui bahwa WHO mempunyai niat berbeda, ia pun memintanya kembali. “Virus-virus itu akan dijadikan vaksin dan vaksin itu akan dijual oleh WHO dengan harga yang mahal kepada Indonesia dan dunia,” ungkap Siti.
Siti kemudian berusaha memperjuangkan hal tersebut. Dalam pidatonya pada saat pertemuan menteri sedunia, ia mengatakan bahwa WHO seharusnya melindungi warga dunia dengan kesehatan. Namun nyatanya malah menjadi alat perpanjangan tangan negara-negara industri untuk menjadikan vaksin flu burung sebagai komoditas pasar. Siti mengakui yang pernyataan itu pasti menuai pro dan kontra, namun Siti tidak peduli terhadap hal itu. “Ini terkait keselamatan semua orang di dunia,” jelasnya.
Dengan cerita itu, ia menghimbau seluruh peserta seminar untuk bersikap kritis terhadap kegiatan yang cenderung akan melakukan bioweapon, seperti penelitian berbasis kerjasama. “Intinya, kita harus tegas dan berani menentang hal yang sekiranya akan merugikan kita,” terang Siti. Ia menambahkan, menurutnya bila suatu negara sudah menjunjung tinggi kesehatan, ketahanan nasional pun akan tercapai. “Dengan begitu, kita lambat laun bisa mencapai kedaulatan Indonesia,” tegas Siti.
Senada dengan Siti, Rosichon juga mengatakan bahwa pemerintah harus mengawal dan melindungi hak-hak masyarakat yang memiliki pengetahuan tentang SDH. Menurutnya, hal itu harus dilakukan agar kerjasama oleh pihak asing dapat dikurangi. “Dengan begitu, komersialisasi SDH dapat dikurangi,” katanya. Ia juga menambahkan, semua praktik biopiracy ini tidak akan terjadi bila Indonesia berdaulat…
Ulin Ernia Fatmawati, selaku ketua panita acara ini, memaparkan bahwa acara ini dilatarbelakangi oleh keresahan terhadap SDH Indonesia yang selalu dirugikan karena praktik biopiracy ini. “Isu ini sangat berbahaya, karena dapat mengancam kedaulatan Indonesia,” terang mahasiswi Fakultas Biologi ’11 ini. Walaupun isu biopiracy ini belum cukup diketahui oleh masyarakat umum, tetapi Ulin menghimbau masyarakat pun lebih peduli terhadap isu ini. “Supaya SDH Indonesia tidak terus disalahgunakan, dan harus dilestarikan,” pungkasnya. [Agdzhur Rinalsyam]