Rabu (21/5) malam, terlihat beberapa mahasiswa berkumpul di halaman depan Gedung Auditorium Fakultas Biologi UGM. Sambil duduk bersila, mereka terlihat kompak mengenakan baju serba hitam. Rupanya para mahasiswa itu tengah mengikuti acara “Gerakan Reformasi” yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Biologi. Tujuan acara ini adalah mengenang tragedi reformasi Mei 1998. Adapun peserta yang hadir berasal dari perwakilan anggota BEM Biologi, Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA), Teknik dan Geografi.
Acara yang bertemakan gugur bunga reformasi ini diselenggarakan dalam rangka memeringati hari Reformasi Indonesia ke-16. “Hari ini tepat 16 tahun sejak 21 Mei 1998, ini adalah hari bersejarah bagi bangsa kita,” ujar Aldrina Widya Larasati, Ketua Acara. Menurutnya, momentum ini penting untuk diperingati sebagai penggugah semangat mahasiswa saat ini untuk bangkit dan berjuang demi bangsa. Kegiatan ini dimulai dari diskusi, pemutaran film Tragedi Jakarta 1998, pembacaan puisi, dan ditutup dengan penaburan bunga.
Pembicara pertama yaitu Satria Triputra Wisnu Murti, Ketua Dewan Mahasiswa Fakultas Ilmu sosial dan Politik (Dema Fisipol), menjelaskan mengenai perbedaan pergerakan mahasiswa pada era 98 dan sekarang. Menurutnya, saat ini bangsa Indonesia masih punya musuh bersama. Pada era itu, musuh bersama yang dimaksud adalah kediktaktoran pemerintahan Soeharto. “Sekarang, musuh bersama kita adalah kapitalis, jadi tidak pantas kalau kita hanya duduk tenang saja,” jelasnya. Satria menambahkan, mahasiswa juga harus bisa berpartisipasi dalam membatasi kekuasaan kapitalis di Indonesia. Dalam hal ini, Satria menjelaskan tiga tuntutan masa kini dan ke depan bagi mahasiswa. Tiga tuntutan itu adalah pressure group, gerakan berbasis politik nilai dan gerakan berbasis isu. Sebagai pressure group, mahasiswa berperan sebagai kelompok penekan terhadap kebijakan yang tidak tepat. Adapun gerakan berbasis politik nilai diartikan sebagai gerakan yang berdasarkan keadilan dan kebenaran. Sementara, gerakan berbasis isu artinya adanya sikap proaktif mahasiswa dalam mengikuti perkembangan isu yang beredar.
Senada dengan Satria, menurut Ibnu Sina, mahasiswa tidak seharusnya merasa nyaman hanya karena berada di posisi strategis. Artinya, posisi di mana mahasiswa itu dipandang sebagai kaum intelektual yang berwawasan luas. Namun sudah seharusnya posisi itu dapat dimanfaatkan untuk menyuarakan aspirasi rakyat. “Jangan hanya mau duduk manis saja, tapi berbuatlah untuk rakyat, untuk Indonesia yang lebih baik,” ujar mahasiswa Jurusan Biologi 2011 ini.
Pada kesempatan itu, turut mengundang Dwi Umi Siswati, aktivis mahasiswa era 98. Wanita paruh baya yang kini menjadi dosen fakultas biologi ini, berbagi cerita tentang pengalamannya sebagai koordinator lapangan. “Tugas saya mengarahkan massa, yang kebanyakan mahasiswa,” kenangnya. Wanita yang akrab dipanggil Wawien ini juga bercerita bagaimana susahnya dulu ketika menjadi aktivis. “Saya bahkan takut pulang ke kosan, jadi suka nginap di kosan teman,” jelasnya. Alasannya adalah karena pada masa itu para mahasiswa yang terlibat sebagai aktivis rentan diculik oleh aparat. Namun, hal itu tidak sama sekali menyurutkan semangatnya untuk menuntut keadilan. “Tidak ada penyesalan saat itu, saya bangga dengan diri saya,” ungkapnya.
Walaupun sempat diguyur hujan sesaat, hal tersebut tidak menyurutkan antusias peserta. “Acara ini memang sempat terkendala oleh hujan, tapi untungnya peserta setia mengikuti acara ini hingga akhir,” ujar Aldrina. Mulanya acara diadakan di halaman depan Gedung Auditorium. Namun, setelah hujan turun, para peserta dibawa ke selasar gedung auditorium. Di situlah acara akhirnya diadakan.
Meskipun terdapat kendala, namun hal itu tidak menjadikan peserta kecewa. Salah satunya adalah Hasti Unggul Pambudi, ia mengaku puas dengan acara ini. “Pembicaranya bagus dalam segi materi maupun penyampaian dan juga tema yang diangkat,” ungkap mahasiswa Jurusan Kimia 2012 itu.
Terkait acara itu, Aldrina berharap kegiatan ini dapat terus berkelanjutan ke depannya. Alasannya, agar memotivasi mahasiswa untuk dapat memperjuangkan keadilan bagi rakyat Indonesia. “Semoga mereka benar-benar tergugah hatinya untuk berjuang menyuarakan kebenaran dan keadilan setelah mengikuti acara ini,” harapnya. [Erbha Nurfidya, Rizky Wahyuni]