Minggu (23/2) pagi, puluhan orang berusaha menjebol portal yang ada di sepanjang Jalan Olahraga dan Jalan Notonegoro. Mereka adalah para Pedagang Kaki Lima (PKL) yang biasa berjualan di pasar mingguan Sunday Morning (Sunmor) UGM. Sudah enam kali, sejak 16 Februari 2014 lalu, para pedagang menjebol portal. Mereka melakukan hal tersebut karena ingin berdagang kembali di Jalan Notonegoro dan Olahraga. Awalnya, para PKL Sunmor telah direlokasi ke Jalan Lingkar Timur, Padukuhan Karangmalang. Namun relokasi itu gagal sehingga mereka kembali lagi berjualan di Jalan Notonegoro dan Olahraga.
Sebelumnya, pada Selasa (18/3) malam, BEM KM UGM, ketua lembaga fakultas se-UGM, dan Kepala Departemen Advokasi yang tergabung dalam Forum Advokasi (Formad) UGM berkumpul di Sekretariat BEM KM UGM. Umar Abdul Aziz, Koordinator Umum Formad UGM, menjelaskan bahwa perkumpulan itu digelar dengan agenda membicarakan kembali kelanjutan Sunmor. Ia menilai rilis BEM KM UGM yang menyatakan bahwa pihaknya mendukung relokasi dengan beberapa syarat, belum jelas tindak lanjutnya. Salah satunya tentang pemenuhan fasilitas di lokasi baru serta diadakan kembali musyawarah yang melibatkan semua pihak, baik dari UGM, pedagang, maupun warga Karangmalang. “Sampai sekarang masalah Sunmor masih berlanjut dan belum ada titik terang, yang ada malah semakin suram,” kata Umar.
Dalam pertemuan tersebut, akhirnya disepakati untuk melakukan negosiasi kepada pihak rektorat terkait dengan penutupan portal. “Kita mencoba dialog dengan rektorat agar bersikap baik untuk melunakkan hati pedagang,” jelasnya. Menurut Umar, penutupan portal yang dilakukan oleh UGM setiap Minggu pagi sia-sia karena sudah berkali-kali terjadi penjebolan portal yang dilakukan pedagang Sunmor.
Terkait dengan penjebolan portal, Desi Triyanto, Ketua Himpunan Paguyuban (HIMPA) Sunmor UGM menegaskan, selama UGM belum memberikan kepastian, pihaknya akan terus melakukan tindakan penjebolan portal. Menurutnya, dalam surat edaran yang diberikan UGM kepada HIMPA, alasan yang disebutkan selalu berbeda-beda. Pemberitahuan yang diberikan kepada pedagang awalnya mengatakan bahwa relokasi dilakukan karena adanya pembangunan embung. Kemudian, muncul pemberitahuan lagi yang mengatakan bahwa UGM berencana mengembalikan fungsi Lembah UGM, hingga wacana pembangunan Wisdom Park. “Kami tidak paham mengenai Wisdom Park dan sebagainya karena tidak dijelaskan dengan gamblang,” tutur Desi.
Di lain pihak, Ir. Sudarmoko, M.Sc, Direktur Direktorat Pengelolaan dan Pemeliharaan Aset (DPPA) UGM, mengatakan UGM sudah memberikan sosialisasi terkait relokasi. Alasan pemindahan pun sudah dijelaskan kepada pedagang. Ia menerangkan informasi tersebut sudah diberikan kepada para pedagang sejak bulan September 2013, saat kontrak pedagang dengan UGM sudah habis.
Sudarmoko juga menjelaskan selama ini memang ada retribusi dari pedagang yang dibayar setiap tahun di akhir masa kontrak. “Seharusnya September 2013 kemarin mereka membayar kontrak dari September 2012, tetapi kenyataannya belum bayar. Tetapi tidak apa-apa, toh mereka akan direlokasi,” ujar Sudarmoko. Ia juga menambahkan bahwa untuk setahun ke depan UGM bersedia memperpanjang kontrak, dengan syarat lokasi Sunmor dipindah ke Jalan Lingkar Timur.
Pada 5 Januari 2014, PKL Sunmor akhirnya mulai menempati lokasi baru di Jalan Lingkar Timur, Padukuhan Karangmalang. Desi menyatakan perpindahan itu bukan karena mereka menyetujui relokasi, tetapi karena mereka tidak punya pilihan lain. Mediasi terakhir dengan UGM yang dimediatori Ombudsman Republik Indonesia (ORI) tidak membuahkan hasil. Ia juga mengungkapkan bahwa pada saat itu ada wacana dari pihak UGM yang akan membawa masalah ini ke ranah hukum. “Saat itu pedagang takut dan belum paham bila berurusan dengan pengadilan sehingga memutuskan untuk menyetujui relokasi dengan beberapa syarat,” terang Desi.
Adapun syarat yang diajukan oleh HIMPA mencakup tujuh poin. Beberapa di antaranya adalah UGM harus mengakomodasi pedagang, tidak memberlakukan konversi lahan, serta memberikan prasarana yang memadai. Selain itu, UGM juga menjanjikan akan melebarkan Jalan Lingkar Timur dan juga menyewakan toilet keliling sebagai bentuk prasarana.
Dalam prosesnya, pihak UGM, khususnya DPPA dinilai tidak bisa memenuhi persyaratan yang diajukan pedagang. Berbagai permasalahan mulai muncul, terutama mengenai ketidaksiapan lahan relokasi. Atas dasar itu, HIMPA kemudian mengajukan untuk diadakan dialog lagi terkait relokasi Sunmor guna membahas permasalahan tersebut. Aksi yang dilakukan HIMPA seperti demo beberapa waktu lalu merupakan upaya agar UGM kembali meninjau rencananya merelokasi Sunmor. Tetapi, karena tidak ada tanggapan dari UGM, HIMPA memutuskan kembali berjualan di Jalan Notonegoro dan Jalan Olahraga. Meskipun untuk itu mereka harus melakukan aksi penjebolan portal setiap Minggu pagi.
“Tindakan tersebut muncul begitu saja sebagai reaksi dari pedagang di lapangan,” ujar Desi menanggapi aksi penjebolan portal. Ia menyatakan pihak HIMPA tidak pernah menyarankan pedagang untuk bertindak anarki. Selama ini HIMPA hanya meminta pendapat dari pedagang mengenai tindakan yang akan dilakukan ketika jalan ditutup portal. “Kalau memang disepakati untuk menjebol portal, ya sudah, kita jebol portalnya,” imbuhnya.
Menurut Rahmad, salah satu PKL Sunmor dari Paguyuban Pedagang Taman Kupu-kupu (P2TKP), tindakan penjebolan portal dilakukan pedagang karena tidak ada kejelasan dari pihak UGM. “Kalau hanya diganti gembok, dijebol, diganti lagi, ya itu nanti jadi rutinitas,” ujarnya. Ia berharap UGM kembali melakukan dialog ke pedagang yang diwakili HIMPA terkait relokasi.
Hal senada juga diungkapkan Arya, salah satu pengurus HIMPA. Ia menuturkan jika dilakukan dialog kembali diharapkan ada hasil yang disetujui oleh kedua belah pihak. Arya juga menambahkan sebaiknya diadakan forum tidak resmi terlebih dahulu sebelum akhirnya digelar forum resmi yang melibatkan semua pedagang. “Biar nantinya tidak deadlock seperti dialog-dialog sebelumnya,” imbuhnya.
Terkait dengan hal itu, Formad UGM bersama BEM KM UGM dan perwakilan ketua lembaga fakultas mencoba kembali bernegosiasi dengan rektorat. Dalam pertemuan dengan Prof. Budi Wignyosukarto, Wakil Rektor bidang Sumber Daya Manusia dan Aset UGM pada Kamis (20/3) siang, pihak UGM menyatakan enggan melakukan dialog karena perwakilan pedagang Sunmor yang datang tidak representatif. Selain itu, komitmen pedagang untuk datang dalam dialog dinilai kurang. Hal itu terlihat ketika dialog akbar yang digelar di Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri (PKKH) UGM beberapa waktu silam.
Menanggapi hal tersebut, Desi menegaskan bahwa undangan yang diberikan kepada pedagang lewat HIMPA adalah mengenai sosialisasi relokasi, bukan musyawarah. Oleh karena itu, pedagang pun tidak menanggapi dengan serius. “Kami menginginkan dialog untuk memutuskan hasil yang disetujui kedua belah pihak, bukan hanya sosialisasi,” tegasnya.
Senada dengan Desi, Rahmad mengatakan pedagang sebenarnya mengikuti semua ketentuan yang diberikan asal ada kejelasan. Misalnya, jika memang mau direlokasi, mereka mengharapkan lokasi baru yang layak. “Kalau hanya dipindah lalu menimbulkan masalah, ya lebih baik tetap di sini, tetapi sistemnya saja yang dibenahi,” ujarnya menambahi.
Di lain pihak, Umar Abdul Aziz, Koordinator Umum Formad UGM menyatakan pedagang juga sebaiknya jangan bertindak terlalu keras. Ia mengatakan selain bernegosiasi dengan rektorat terkait penutupan portal, Formad UGM juga berupaya mendorong HIMPA agar lebih memahami UGM. “Biar bagaimanapun dalam kasus penjebolan portal ini, kedua belah pihak dirugikan,” tegasnya. [Ervina Lutfikasari, Joko Budi Santoso]