Tahun ini Pemilihan Raya (Pemira) UGM hanya mengusung dua calon presiden mahasiswa. Terdiri dari koalisi partai dan partai tunggal. Koalisi partai sendiri adalah penggabungan beberapa partai yang memiliki kesamaan visi dan misi untuk memenangkan suara dalam pemilihan umum. “Saya tidak terkejut ada koalisi partai di UGM,” kata Arofingtyas Aulianisa selaku Staf Ahli Sosial Masyarakat Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) KM UGM. Mahasiswi yang akrab disapa Ofi ini beralasan bahwa dunia politik di UGM merupakan miniatur dari perpolitikan di Indonesia. Namun dalam kasus ini, di UGM terdapat enam partai yang berkoalisi.
Koalisi yang dibentuk sejak November tersebut menamakan dirinya Melodi Gadjah Mada (Melodigama). Partai yang bergabung adalah Srikandi, Sayang Mama, Macan Kampus, Kampus Biru, Future Leader Party (FLP), dan Boulevard. Prima Andriani, mengungkapkan bahwa Koalisi partai tersebut bukan yang pertama terjadi di UGM. “Koalisi partai sudah ada pada 2011, begitu juga dengan 2012 tercatat dua partai berkoalisi dalam Pemira,” lanjut anggota Steering Committee Pemira tahun ini.
Salah satu calon presiden mahasiswa tahun ini, Adhitya Herwin, mengemukakan bahwa koalisi diadakan murni untuk menyatukan mahasiswa UGM dari berbagai elemen. Menurut mahasiswa Fakultas Pertanian tersebut sebelum dibentuk koalisi, suara mahasiswa memang terpecah. “Dengan adanya koalisi partai, suara mahasiswa tertampung menjadi satu tanpa memandang partai tertentu,” tambahnya.
Berbeda dengan Adhitya, Feby Christian, selaku Badan Pengawas Pemira mengatakan bahwa tujuan koalisi adalah menyudahi rezim bunderan yang sudah bertahan selama bertahun-tahun. Partai Bunderan sendiri sudah berkuasa sejak 1970. Namun, pada 2011 sempat kalah oleh calon independen dan kembali berkuasa pada 2012.
Melihat hal itu Wisnu Al Amin, mahasiswa Jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (PSdK), berpendapat, tahun ini akan terjadi perebutan suara yang hebat. “Sebab ada dua kekuatan besar saling berhadapan,” ujarnya. Ia menambahkan tidak akan ada perubahan pada pemerintahan BEM KM, bila Partai Bunderan kembali menang. Namun jika koalisi partai yang menang, lengserlah rezim Partai Bunderan. “
Senada dengan Wisnu, Ofi mengaku simpatik dengan adanya koalisi partai.“Jika partai koalisi menang, akan ada perubahan dalam pemerintahan BEM KM UGM,” tuturnya. Ia juga berharap jumlah mahasiswa yang berpartisipasi dalam Pemira meningkat. Sebab Pemira belum bisa menarik minat mahasiswa untuk menyuarakan suara mereka. Berdasarkan data yang didapat dari situs resmi Direktorat Administrasi Akademik (DAA), tahun lalu hanya 38% mahasiswa yang berpartisipasi. “Padahal publikasi dan kampanye yang dilakukan partai sudah maksimal,” tambah Ofi.
Menurut Prima Andriani jika berbicara mengenai publikasi, suatu partai pasti membutuhkan dana yang tidak sedikit. Terlebih tidak adanya bantuan dana dari UGM untuk membiayai kegiatan kampanye. Biaya pembuatan baliho, brosur serta kegiatan kampanye lainnya ditanggung sendiri oleh setiap partai. “Namun ada sebagian dana yang diperoleh dari donatur, seperti dari alumni partai,” jelas Prima. Untuk keperluan Pemira, UGM hanya memberikan dana untuk surat suara, peminjaman kotak dan bilik suara. Pada 2012 dana tersebut hanya sebesar 10 juta rupiah yang diberikan melalui senat mahasiswa.
Tak hanya masalah pendanaan, dalam berkoalisi juga seringkali terjadi hambatan yang dialami oleh masing-masing partai. “Hambatan yang paling terasa adalah sulitnya menjalin komunikasi antar kader bahkan antar partai,” ungkap Adhit. Lebih lanjut, Feby Christian menyatakan bahwa kendala utama dalam berkoalisi adalah sulitnya memperoleh kader partai yang tepat sehingga harus mencari dari partai lain.
Meskipun terdapat polemik, ada hal yang membuat sebuah partai tetap memilih berkoalisi. Menurut Feby Christian, akan ada lobi politik yang menguntungkan masing-masing partai koalisi. Dua tahun yang lalu, pada detik-detik terakhir penutupan koalisi, FLP akhirnya mengajukan diri untuk berkoalisi. “Sebagai syaratnya FLP meminta agar anggotanya dijadikan menteri,” jelas Feby.
Berbeda dengan Feby, Izul, salah satu tim sukses dari partai koalisi mengatakan bahwa tahun ini tidak ada perjanjian khusus yang disetujui. Entah itu posisi atau kebijakan dari partai yang ikut berkoalisi. “Kami hanya ingin mewujudkan BEM menjadi lebih baik dengan asas kekeluargaan yang kami anut,” ujar Izul
Namun sebenarnya menurut Nur Isma Dewi, koalisi partai tidak memberikan dampak langsung kepada mahasiswa. “Ada atau tidaknya koalisi tidak mempengaruhi kehidupan mahasiswa,” ujar mahasiswi Fakultas Filsafat tersebut. Ia juga menambahkan bahwa hanya pada masa pencoblosan saja koalisi partai bergerak memperebutkan kekuasaan. Sedangkan setelah menang, suara mereka tidak terdengar lagi.
Selain itu, menurut Ofi partai pemenang Pemira tidak memperoleh keuntungan secara konkret. Tak hanya itu, ia menambahkan bahwa tidak ada manfaat mengajak partai lain berkoalisi. “Padahal jika menang tidak akan mengubah status sosial mereka,” tuturnya. Dia pun menambahkan bahwa hanya prestise yang mereka peroleh. “Jika demikian, mengapa mereka sangat berhasrat untuk memenangkan Pemira?” tegasnya. [Dimas Sihbi M Haikal, Erlangga Aryanindra Saputra, Erbha Nur Fidya, Ratu Pandan Wangi, Samsul Arifin]
2 komentar
Tunggu, sepahamku Bunderan baru berdiri tahun 98, kok udah berkuasa sejak 1970? Tolong kasih penjelasan dong.
Buat partai Gak Jelas, Partai Sabdo Pandito Ratu