Senin (16/12) malam, bertempat di Monumen Serangan Umum 1 Maret, Haul Gus Dur ke-4 Ziarah Budaya bersama tokoh lintas iman digelar. Acara tersebut dimulai pukul 19.00 dengan tajuk “Napak Tilas Gus Dur Merawat Kebhinnekaan Indonesia”. Peringatan ini diselenggarakan oleh Jaringan Lintas Iman (JALIN) Yogyakarta.
Ratusan pengunjung datang untuk memperingati empat tahun wafatnya K. H. Abdul Rahman Wahid atau dikenal dengan Gus Dur. Menurut Ahmad Ghozi selaku ketua panitia, acara ini sebagai media untuk membuka dialog antaretnis di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Berbagai pentas budaya lintas iman dan etnis diselenggarakan dalam rangka Haul Gus Dur. Di antaranya adalah penampilan Teater Jambi, tari-tarian daerah, hingga menyanyikan syi’ir tanpa waton ciptaan Gus Dur. Selain itu ada pula apresiasi puisi untuk Gus Dur dan orasi budaya. Di tengah acara, semua hadirin juga sempat menyanyikan lagu Indonesia Raya. Correl, salah satu pengisi acara yang berasal dari Kalimantan Barat, mengapresiasi acara ini. Menurutnya acara ini sangat bagus sebagai bentuk dari keberagaman budaya bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai daerah. “Saya pribadi senang dengan acara ini karena meskipun digelar di Jogja, tetapi pengisi acaranya melibatkan banyak orang dari berbagai daerah,” ujar Correl.
Menurut Ahmad, Gus Dur merupakan salah satu tokoh yang yang memperjuangkan pluralitas di Indonesia. “Gus Dur mengapresiasi keberadaan orang Tionghoa. Sebelumnya orang Tionghoa diharuskan menganti namanya untuk mencari pekerjaan. Pada pemerintahan Gus Dur hal itu dihapuskan,” ujar Ahmad.
”Saat ini kondisi Indonesia memprihatinkan dengan adanya konflik-konflik antar umat beragama, namun ditengah kondisi sepeti itu acara ini dapat digelar,” ujar Suster Clarissa, perwakilan Kaum Religius Gereja Katolik dari Kongregasi Carolus Borromeus. Clarissa berharap acara ini dapat digelar setiap tahunnya, karena nilai-nilai kesatuan dan persatuan yang berusaha ditonjolkan dalam penyelenggaraan acara ini. [Joko Budi Santoso, Ervina Lutfikasari]