Gedung-gedung kuliah di Universitas Gadjah Mada terus diperbaiki demi memenuhi kebutuhan mahasiswa. Salah satu dari gedung-gedung yang diperbaiki itu adalah gedung di Fakultas Geografi. Pembangunan gedung geografi ini digadang-gadang akan menjadi pusat mitigasi Yogyakarta. “Bagian atas salah satu gedung bakalanada pusat mitigasi bencana.” ungkap Anggit Adi Wijaya, Ketua Bem Fakultas Geografi. Anggit menjelaskan bahwa konstruksi bangunan itu rencananya akan dibangun dua gedung. Satu gedung di sebelah utara untuk ruang kuliah dan satu gedung lainnya di sebelah timur untuk klinik lingkungan dan mitigasi bencana. Di atas klinik akan dibuat landasan helikopter dan akan menjadi pusat mitigasi di Yogyakarta. Namun, rencana itu tak kunjung terwujud karena hingga saat ini para mahasiswa dari Fakultas Geografi belum memiliki gedung permanen untuk kuliah. Mereka terpaksa harus kuliah di dua tempat yang berbeda yaitu di Fakultas Geografi dan Rumah Sakit Hewan Soeparwi. Gedung baru yang awalnya sedang dibangun, tiba-tiba berhenti. Padahal menurut Anggit pembongkaran dan pembangunan gedung sudah dimulai sejak 2011 hingga pertengahan 2012.
Anggit juga menuturkan jika anggaran untuk pembangunan kedua gedung ini berjumlah 23 milyar rupiah. Penuturannya itu didasarkan atas informasi yang didapat dari Suratman, Dekan Fakultas Geografi 2011. Pada 2011 turun dana pertama dari APBN berjumlah sebelas milyar rupiah. Menurut Anggit, anggaran sebelas milyar yang turun pada 2011 itu direncanakan untuk menyelesaikan salah satu gedung saja. Namun, pada pelaksanaanya dana itu dibagi menjadi dua. Apa yang terjadi tidak sesuai dengan rencana, tambahnya lagi. Pada tahun 2012, pihak Rektorat menduga ada masalah dalam pendanaan yang menyebabkan dana kedua tak kunjung cair. Dana tersebut diduga terkait dengan kasus korupsi Hambalang. “Saat anggaran kedua turun, Pak Rektor mencium adanya ketidakberesan, demi keamanan, dana tersebut tidak digunakan,” ungkap Anggit. Pernyataan ini dengan tegas disampaikan Anggit setelah mendengar langsung informasi itu dari Pratikno, Rektor UGM, saat pertemuan BEM se-UGM dengan Rektor pertengahan 2012 lalu. Anggit melanjutkan, “Dua atau tiga bulan setelah itu muncullah kasus Hambalang yang menjerat Angelina Sondakh dan terkait dengan sembilan universitas, termasuk UGM,”
Banyak akibat yang dirasakan oleh mahasiswa Fakultas Geografi atas terbengkalainya pembangunan gedung. “Mahasiswa yang tidak memiliki kendaraan bermotor harus berjalan kaki untuk pindah antar gedung kuliah,” ucap Anggit. Dia juga menambahkan ketika hujan turun sangat menghambat waktu civitas akademika Fakultas Geografi. Terbengkalainya pembangunan gedung menyebabkan ruangan di fakultas sangat terbatas. Terbatasnya ruangan membuat kegiatan akademik dan kemahasiswaan sering bermasalah karena waktu yang bentrok antara pihak akademik dan mahasiswa ataupun antar Unit Kegiatan Mahasiswa Fakultas Geografi. Seluruh warga Fakultas Geografi berharap agar pembangunan gedung menjadi prioritas utama UGM. “Semoga anggaran tahun 2014 dapat digunakan untuk menyelesaikan pembangunan gedung ini sehingga tahun 2015 bisa selesai,” harap Anggit.
Menurut Slamet Suprayogi, Wakil Dekan Bidang Keuangan, Aset dan Sumber Daya Manusia, penghentian pembangunan itu dikarenakan dana dari Dirjen Pendidikan Tinggi (Dikti) belum turun. Sejak akhir 2012 belum ada kejelasan lagi mengenai kelanjutan dana sehingga pembangunan gedung menjadi terbengkalai. Slamet juga mengklarifikasi bahwa masalah ini tidak ada hubungannya sama sekali dengan kasus Hambalang. Penyebab utama terbengkalainya gedung murni karena anggaran belum ada sehingga pihak fakultas hanya bisa menunggu. Pernyataan ini bertolak belakang dengan apa yang disampaikan Anggit sebelumnya.
Slamet menjelaskan sehubungan dengan pendanaan yang macet, Rektor UGM mengajukan anggaran kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk pembangunan gedung di Fakultas Geografi. Akan tetapi, Kemendikbud belum bisa memastikan kapan dana untuk pembangunan gedung akan turun. Oleh karena itu, pihak fakultas terus berkomunikasi dengan pihak-pihak terkait yang khusus menangani urusan pembangunan di UGM dan menginformasikan kepada mahasiswa perihal kelanjutan pembangunan gedung. Slamet juga menambahkan bahwa pihak fakultas tidak pernah melakukan pungutan pembangunan kepada mahasiswa. Pihak fakultas berharap agar mahasiswa dapat memaklumi permasalahan ini dan bisa beradaptasi meskipun gedung lama sudah tidak layak untuk digunakan.
Mahasiswa Fakultas Geografi awalnya merasa antusias dengan adanya pembangunan gedung ini. “Pertama kali mengetahui akan ada pembangunan gedung kita merasa senang, orang tua juga dijelaskan bahwa akan dilakukan pembangunan gedung baru,” ucap Ifa, mahasiswi Pembangunan Wilayah 2011. Hal ini menyebabkan banyak aktivitas kuliah terganggu. “Keterbatasan ruang kuliah membuat kami harus rela bolak balik dari Fakultas Geografi ke rumah sakit hewan,” ujarnya. Ifa menambahkan bahwa keadaan ini juga menyulitkan mahasiswa dalam penyesuaian jadwal kuliah, terutama jadwal praktikum. Menurut Ifa, banyak laboratorium jurusan Pembangunan Wilayah yang dirobohkan sehingga hanya menyisakan satu laboratorium, padahal agenda praktikum berlangsung setiap minggu dan digunakan oleh banyak angkatan. Ifa mengatakan bahwa sebenarnya pihak fakultas telah mencari jalan keluar untuk menggunakan laboratorium jurusan lain, tetapi masih terkendala penyesuaian jadwal.
Mahasiswa Fakultas Geografi mengharapkan kejelasan pembangunan gedung yang terbengkalai. “Semoga ada bentuk tanggung jawab dan kerjasama antara pihak universitas dan fakultas untuk segera menyelesaikan gedung mangkrak ini,” ujar Intan Sania, jurusan Kartografi dan Penginderaan Jauh angkatan 2013. “Letak konstruksi bangunan berdekatan dengan pintu gerbang UGM dan gedung pusat sehingga harus segera diselesaikan,” katanya lagi. Mahasiswa Fakultas Geografi menaruh harapan besar agar UGM menjadikan pembangunan gedung Fakultas Geografi sebagai prioritas utama. (Rizky Wahyuni, Dina Islamiyah, Pratiwi Diranti)