“Kami sih lapar, situ?” kalimat sarkas terpampang pada spanduk panjang di Kantin Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) UGM. Spanduk tersebut merupakan reaksi mahasiswa terhadap Kantin yang sejak Agustus lalu tidak beroperasi. “Kami harus ke Kantin Fakultas Teknologi Pangan (FTP) atau Fakultas Ilmu Budaya (FIB) kalau mau makan,” keluh Nareswari Kintoko, mahasiswa Jurusan Politik Pemerintahan (JPP) angkatan 2012.
Dekan Fisipol, Dr. Erwan Agus Purwanto, M.Si., menjelaskan bahwa tutupnya Kantin Fisipol bersifat sementara. Hal tersebut dikarenakan, perubahan status UGM dari Badan Hukum Milik Negara (BHMN) menjadi Badan Layanan Umum (BLU). Sebagai BLU, semua aset milik UGM termasuk Kantin Fisipol menjadi aset negara. Oleh karena itu, dibutuhkan pengelolaan yang lebih tertata terhadap sistem manajemen kantin. “Pengelolaan kantin harus ditangani oleh fakultas bukan pihak lain,” terangnya.
Selama ini Kantin Fisipol dikelola oleh Dharma Wanita yang bekerja secara sukarela dan tidak fulltime. Dengan adanya perubahan status dari BHMN menjadi BLU, diharapkan pengelolaan kantin Fisipol oleh Fakultas dapat dilaksanakan dengan lebih profesional. Drs. Suparjan, M.Si, Wakil Dekan 3 Fisipol menerangkan bahwa Dharma Wanita bukanlah organisasi profesional yang mempunyai kemampuan dasar manajemen. Selain itu, anggota Dharma Wanita bukan badan yang setiap hari mampu mengawasi operasional kantin. “Ibu-ibu Dharma Wanita kan punya tanggung jawab rumah tangga juga, jadi kalau kantin masih dipegang Dharma Wanita takutnya manajemen kantin tidak maksimal,” imbuh Suparjan.
Semasa pengelolaan Dharma Wanita, ada dua hal yang menurut Suparjan perlu dikoreksi. Pertama, sistem manajemen yang tidak tegas. Semula ada peraturan bahwa kios tidak dapat dialihkan. Namun dalam praktiknya, masih banyak pedagang yang menjual kembali kiosnya. Kedua, dalam sistem bagi hasil disebutkan bahwa pedagang dengan kontribusi terkecil tidak diperbolehkan lagi membuka kios pada periode berikutnya. Akhirnya, kantin hanya diisi orang-orang yang sama. Hal ini menimbulkan kecemburuan pada karyawan lain yang tidak mempunyai kesempatan untuk membuka kios di Kantin.
Belajar dari sistem pengelolaan lama, Fakultas merombak manajemen kantin berdasar tiga prinsip utama; transparan, akuntabel dan keadilan. Tiga prinsip ini akan dijalankan oleh Board of Policy Making. Menurut Erwan, board ini dibentuk untuk mewadahi aspirasi semua warga Fisipol terkait permasalahan Kantin Fisipol. Berbagai unsur dilibatkan dalam board, seperti: ketua dema fisipol selaku perwakilan mahasiswa, dekanat, dharma wanita, karyawan dan ketua senat akademik.
Diketuai oleh Suparjan selaku Wakil Dekan 3, board mengadakan minimal satu kali pertemuan di setiap semesternya. Board akan menentukan kebijakan yang akan membawa Kantin Fisipol menuju pengelolaan yang lebih profesional. Dibawah board ada manager yaitu Drs. Hadriyanus Suharyanto, M.Si, selaku mantan Wakil Dekan 2 yang mengurusi masalah administrasi dan keuangan. “Board akan memonitor dan mengevaluasi manajer,” jelas Erwan.
Sejauh ini, Fakultas sudah mengadakan tiga kali diskusi dengan mahasiswa dan karyawan untuk membahas pengelolaan kantin lebih lanjut. Dzikri Asykarullah sebagai Ketua Tim Advokasi Kantin Fisipol mengatakan bahwa ada beberapa poin penting dalam kesepakatan sistem pengelolaan baru kantin.
Pertama, kontrak antara Dharma Wanita dengan pemilik kios kantin yang lama telah berakhir sejak bulan Juni. Dengan sistem yang baru nantinya karyawan atau mahasiswa boleh memiliki kios dengan presentase 60% dari total kios. Sedang 40% lainnya akan diberikan pada pihak luar yang berminat.
Kedua, Board akan mengadakan seleksi atas seluruh peserta yang mengikuti tender. Beberapa kriteria yang harus dimiliki tender adalah kebersihan makanan, harga makanan yang tidak lebih dari Rp 10.000,00 serta memenuhi selera mahasiswa. “Untuk kriteria terakhir, Tim Advokasi Kantin Fisipol telah melakukan survei pada mahasiswa terkait harapan mahasiswa akan kantin yang baru,” tutur Dzikri.
Erwan pun memaparkan, Fakultas tetap akan menerapkan sistem bagi hasil untuk pengisi kios selanjutnya. Board telah menetapkan 80% keuntungan untuk pedagang dan 20% untuk pihak fakultas. Erwan menganggap sistem ini dirasa cukup adil dibanding sistem sewa yang cenderung menyusahkan pedagang. “Pedagangnya kan karyawan dan mahasiswa juga, jadi kami sengaja merancang sistem yang tidak memberatkan mereka,” terang Erwan.
Desideria Setya Mentari, mahasiswa JPP mengapresiasi kebijakan baru Fakultas. Namun, Mentari menyesalkan sikap dekanat yang membiarkan kantin tutup selama lebih dari sebulan ini. “Harusnya Fakultas tetap memikirkan nasib mahasiswa selagi sistem yang baru dibentuk,” keluh Mentari.
Menanggapi hal ini, Erwan mengharapkan kesabaran mahasiswa. Sebab, penerapan kebijakan yang baru sempat mengalami tarik ulur akibat kebijakan rektor yang berniat merombak formasi Gedung Kluster Sosio Humaniora. Secara fisik, Rektor UGM memiliki visi untuk mengintegrasikan kantin-kantin fakultas yang berada di Kluster Sosio Humaniora. Musholla akan dirombak, di antara Fakultas Filsafat, Hukum dan Isipol akan dibangun semacam plaza dimana para mahasiswa bisa berinteraksi. “Pada akhirnya kebijakan fakultas kan ditujukan untuk kebaikan mahasiswa juga, jadi mohon kerjasama adik-adik mahasiswa,” harap Erwan. [Arifanny Faizal, Ganesh Cintika]