Rabu (6/3) malam, merupakan hari keenam perayaan HUT ke-6 Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjosoemantri (PKKH) yang dilaksanakan di Auditorium PKKH UGM. Acara yang belangsung selama sepuluh hari, 1-10 Maret 2013, ini dihadiri oleh seniman-seniman kawakan yang juga merupakan alumni dari UGM, seperti Udik Supriyanto, Hj. Sitoresmi, Ulfatin, Iman Budi Santosa, Umi Kulsum, dan lain-lain. Selain itu, mahasiswa dari berbagai jurusan di FIB pun berpartisipasi dalam pembukaan acaranya, berupa nyanyian dan tarian daerah.
Pada rangkaian HUT ini, penonton disuguhkan tarian tradisional Korea oleh mahasiswa Bahasa Korea dan dilanjutkan dengan duet nyanyi dan tarian tradisional dari mahasiswa Bahasa Mandarin. Tak hanya itu, seniman-seniman kawakan yang hadir satu persatu maju ke panggung untuk membacakan puisi ciptaan masing-masing. Selain itu, dilakukan pembacaan cerpen ciptaan Umar Kayam oleh Hj.Sitoresmi. Perayaan ini pun menjadi sebuah penghargaan atas dedikasi Pak Umar Kayam dan Pak Koesnadi Hardjosoemantri. “Kami mengapresiasi perjuangan mereka untuk sastra dan kebudayaan yang sangat luar biasa”, ujar Wahjudi Djaja, selaku ketua panitia.
Dalam perayaan tersebut, Rektor UGM memaparkan akan segera merekonstruksi PKKH agar kembali menjadi ruang seniman. Konsep “Kampung Seni” pun hadir dengan perencanaan dibangunnya kantin seniman di PKKH. Rekonstruksi itu diharapkan dapat menghidupkan gairah bersastra dan berseni budaya. “Transfer ilmu dan pengalaman akan terjadi sehingga sastra dan seni kembali hidup,” jelas Pratikno. Wahjudi menambahkan, seni budaya merupakan benteng terakhir bangsa Indonesia yang harus diselamatkan Perayaan ini pun diharapkan dapat menumbuhkan geliat seni budaya. “PKKH harus menjadi oase budaya yang dapat menghidupkan seni dan budaya,” papar Wahjudi.
Serangkaian kegiatan HUT ke-6 PKKH UHM, ditujukan untuk meningkatkan daya tarik mahasiswa terhadap budaya dan sastra. Karena budaya dan sastra sebagai pertahanan bangsa Indonesia di masa lampau yang tidak dapat dilupakan. Akan tetapi, dalam pembukaan perayaan yang sempat terlambat tiga puluh menit itu sedikit mahasiswa yang datang. Dari kursi yang sudah tersedia, hanya sepertiga yang baru terisi. Meski begitu, menjelang malam, acara semakin ramai oleh para senior-senior budayawan UGM. [Hanna Nurhaqiqi]