Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Peternakan menggelar aksi damai peringati Hari Susu Nusantara pada Selasa (18/6). Aksi ini dilakukan bertujuan untuk mengingatkan masyarakat tentang pentingnya konsumsi susu. āKesehatan masyarakat sebuah bangsa sangat berkorelasi dengan konsumsi protein hewani warganya,ā ujar Satria Budi Kusuma, salah seorang peserta aksi. Kegiatan ini dilakukan dengan pawai dari Fakultas Peternakan hingga bunderan UGM. Dalam kampanyenya, para peserta aksi melakukan orasi tentang pentingnya konsumsi susu. Mereka juga membagikan susu gelas pada warga sekitar.
Pentingnya konsumsi susu, menurut Satria, masih belum disadari oleh kebanyakan masyarakat Indonesia. Bila dibandingkan, masyarakat Jepang mengonsumsi lima puluh liter susu per kapita tiap tahunnya. Masyarakat Amerika bahkan mengonsumsi tujuh puluh liter. Sementara Indonesia hanya mengonsumsi tujuh liter. Ini yang dinilai Satria menjadi penyebab masih minimnya kesehatan masyarakat Indonesia. āBila di rata-rata, berarti orang Indonesia hanya minum tiga tetes susu setiap hari. Itu sangat tidak mencukupi,ā ungkap mahasiswa Jurusan Ilmu Industri Peternakan ā10 ini.
Selain penting untuk kesehatan, manfaat lain konsumsi susu menurut Satria, adalah dapat mendorong produksi peternak lokal. āJika masyarakat Indonesia rajin minum susu, nantiĀ kandapat menstimulus produksi peternak sapi. Menguntungkan mereka juga,ā ujarnya. Argumen serupa juga dilontarkan Tri Kartika, Ketua BEM Fakultas Peternakan. Ia menilai, susu sapi murni jauh lebih sehat dari susu bubuk karena lebih kaya akan gizi. āSekarangĀ kanĀ kita banyak dibanjiri susu bubuk yang impor. Padahal bila kita mengonsumsi susu murni, selain lebih sehat, juga mendukung industri ternak lokal,ā ujarnya.
Uniknya lagi, Kartika mengakui bahwa aksi ini kontradiktif dengan isu kenaikan harga BBM yang saat ini gencar disuarakan. āYa, memang sengaja kami melakukan aksi ini untuk menyeimbangkan isu,ā akunya. Ia mencoba mengkritisiĀ pemerintah yang selama ini lebih berfokus pada masalah energi ketimbang kesehatan pangan. āYang dibicarakan selalu kedaulatan energi. Padahal bukannya kalau pangan berdaulat maka negara juga berdaulat?ā pungkasnya.Ā [Hamzah Zhafiri Dicky]