“Aksi ini kami lakukan untuk mengajak masyarakat menjauhi rokok,“ ujar Muhammad Reza Pahlevi, seorang partisipan aksi. Hal tersebut diungkapkannya dalam peringatan Hari Anti Tembakau pada Jumat (31/5) lalu. Acara ini dicetus oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kedokteran, Fakultas Farmasi, dan Fakultas Kedokteran Gigi yang tergabung dalam Aliansi BEM Kesehatan. Berlokasi di perempatan Mirota, unjuk rasa ini dihadiri oleh mahasiswa UGM dan UMY.
Kegiatan dimulai sejak pukul 07.00 WIB dengan orasi di perempatan Mirota tentang bahaya merokok. Peserta aksi kemudian membagikan stiker dan selebaran berisi ajakan untuk berhenti merokok. Sekitar pukul 8:30 WIB, massa menyebar ke berbagai arah membawa wadah berisi pasir. Mereka mengajak warga untuk mematikan rokoknya di wadah itu. “Nanti kami berikan permen sebagai gantinya,” terang Reza.
Reza menentang pemakaian rokok karena menurutnya amat merugikan kesehatan. “Bahayanya sudah jelas, gangguan pernafasan, penyakit jantung, dan dari perspektif ilmu saya, rokok menyebabkan gangguan serius untuk mulut dan gigi,” tutur mahasiswa jurusan Kedokteran Gigi ’11 UGM ini. Reza juga mengkritisi iklan-iklan perusahaan rokok yang menurutnya membohongi publik. “Digambarkan bahwa orang yang merokok itu jantan, tangguh, dan sebagainya, padahal kan tidak seperti itu,” pendapatnya.
Peserta aksi lainnya, Eka Safitri, memandang bahwa kerugian rokok tidak hanya pada kesehatan, tapi juga ekonomi. Menurutnya, orang yang sudah merokok pasti ketagihan untuk membeli rokok terus-menerus. Ini membuat pengeluaran orang tersebut semakin banyak. “Padahal banyak hal yang lebih penting untuk didanai, seperti pendidikan, kesehatan, dan lain-lain,” ujar mahasiswa Ilmu Keperawatan ’11 UMY itu.
Lebih lanjut Eka mengakui, produksi rokok memang di satu sisi menguntungkan bagi petani tembakau. Namun di sisi lain, rokok jelas merugikan masyarakat dalam hal kesehatan dan ekonomi. “Kalau seperti itu, jadinya sama saja. Sama-sama merugikan,” ujarnya. Menanggapi persoalan tersebut, Indah Permata, mahasiswa Farmasi ’11 UGM mempunyai pandangan lain. Memang tidak tepat, menurutnya, untuk hanya mengambinghitamkan tembakau. Pada kenyataannya, ada banyak manfaat lain dalam tembakau selain sebagai rokok. “Daun tembakau bila diolah dengan benar bisa dimanfaatkan untuk mengusir nyamuk,” ujarnya. Dengan demikian, petani tembakau tidak akan langsung rugi bila produksi rokok ditiadakan.
Dilema produksi rokok juga diakui oleh salah seorang koordinator aksi, Nisaul Afifah. Namun, mahasiswa Kedokteran Gigi ’11 UGM ini yakin, pencaharian petani tidak selalu tergantung pada produksi rokok. Ia pun mengetahui bahwa petani tidak sepenuhnya untung dengan menjual tembakau pada perusahaan rokok. “Tidak ada petani yang langsung kaya karena menjual tembakau untuk rokok. Lantas kenapa tidak mendorong mereka untuk menanam yang lebih sehat saja?” gagasnya.
Memerangi rokok, menurut Nisaul, memang tidak bisa instan. Dia juga tidak berharap rokok langsung dilarang, karena nantinya petani tembakau akan sangat rugi. Hal yang bisa dilakukan dalam jangka pendek sekarang menurutnya adalah memberi kesadaran pada masyarakat tentang bahaya merokok. Petani juga perlahan dapat dibimbing untuk menanam komoditas lain yang lebih sehat. “Sedikit demi sedikit, dalam jangka panjang nantinya akan terbentuk generasi yang tidak lagi merokok,” pungkasnya. [Hamzah Zhafiri Dicky]