Lelaki berjas hitam itu menapaki panggung orkestra dengan berwibawa. Selang beberapa detik, riuh tepuk tangan ratusan orang menggema. Semua seakan terbius dengan kehadiran lelaki itu. Ia tersenyum ramah ke hadapan penontonnya, masih berdiri tegap dengan sepatu hitam yang dikenakannya. Setelah memberi penghormatan, ia berbalik. Punggungnya yang menghadapi penonton melenyapkan sisa keramaian dalam ruangan. Perlahan, tangan kanannya terangkat, memegang tongkat perak kecil seukuran ranting pohon. Melodi yang perlahan mengalun menaati gerakan tangan lelaki itu, menciptakan musik dengan kesan imajinatif penuh makna.
Adalah Addie M.S., yang tengah memimpin sekelompok pemain orkestra. Dengan sigap, ia melambaikan tangan di hadapan para pemain, tanda agar semua siap pada posisi masing-masing. Tanpa keraguan, puluhan pemain orkestra yang tergabung dalam Gadjah Mada Chamber Orchestra (GMCO) itu menaati komando Addie. Dengan alat musik di hadapannya, mereka pun membawakan lagu yang menjadi soundtrack film terkenal, The Extra Terrestrial. Lagu ini menjadi satu di antara tiga belas lagu yang mengisi repertoar konser akbar helatan GMCO pada Sabtu (18/05).
Lewat lagu ini, penonton dibawa kembali untuk mengingat film itu. Film peraih predikat Best Original Score Academy Award 1982 ini mengisahkan persahabatan antara seorang anak manusia dengan alien. Unsur drama dan fiksi ilmiah sangat dominan dalam film tersebut. Dengan aransemen lagu yangmelodinya mengandalkan flute, penonton diajak mengenang kembali film itu.
Kelompok orkestra ini pun memainkan nada-nada tinggi yang menambah kesan imajinatif. Paduan melodi flute dan trompet di penutupan membuat penonton berdecak kagum. Mereka terlena dengan permainan GMCO dan keanggunan sang konduktor. Lagu ini mengajak penonton berkhayal merasakan persahabatan dengan makhluk luar angkasa.
Addie kembali beranjak mengomandoi GMCO pada lagu berikutnya. Kali ini, Lea Simanjuntak didaulat untuk menyanyi dengan iringan dari kelompok orketstra ini. Lagu yang dibawakan ialah I Don’t Wanna Miss A Thing. Dalam lagu yang dipopulerkan Aerosmith ini, suara penuh vibrasi dari Lea berpadu dengan harmonisasi yang dibantu Paduan Suara Mahasiswa Fakultas Kehutanan UGM. Nada semakin lama semakin meninggi di tengah lagu. Pada reff, lengkingan suara Lea membahana di seluruh isi auditorium. Dengan tenaga yang luar biasa dan teknik vokal yang baik, Lea mampu membawa penonton hanyut terhadap lagu dari soundtrack filmArmageddon ini.
Ketika melodi keyboard dimainkan, para pemain orkestra lainnya memelankan suara dan irama alatnya. Cello, flute, biola dan alat musik lainnya menyelaraskan bunyinya terhadap piano. Mereka seolah menyerahkan piano memimpin bebunyian lainnya. Hasil aransemen Puput Pramuditya, pelatih GMCO ini terdengar lebih lembut dibanding aliran aslinya yanghard rock. Aransemen kali ini menggunakan xylophone yang menampilkan dentingan logam bernada tinggi.
Konser akbar ini mengambil judul The World in Theatre. Miniatur dunia digambarkan dengan melantunkan lagu-lagu berbagai negara.Kelompok orkestra ini ingin membuktikan bahwa berkeliling dunia dapat dilakukan dari satu tempat. Dari Concert Hall TBY, mereka mengajak ratusan penonton berkeliling dunia dengan lagu-lagu yang mereka mainkan. Seluruh lagu yang dimainkan berasal dari negara berbeda, membawa penonton merasakan kekentalan nuansa khas masing-masing negara. Penonton dibawa menjelajahi dunia melalui musik orkestra.
Beranjak dari Amerika Serikat, penonton akan diajak mendalami belantara Asia. Lagu negeri sejuta dewa, India, menemani penonton yang ada dalam ruangan. Soundtrack film Bollywood,Kabhi Kushi Khabi Gham, mulai meramaikan suasana auditorium. Lagu India yang identik dengan gemerincing gelang serta tarian diadaptasi GMCO sehingga bernuansa jazz yang kental. Terompet dimainkan dengan nada fluktuatif mengikuti tempo cepat yang mengesankan keriangan. Kerincingan pun turut digunakan dalam pertunjukkan orkestra, mengingkatkan penonton bahwa meski bernuansa jazz, lagu ini tak kehilangan gaya khas Indianya.
Dengan fusion beat style, kelompok orkestra ini membuka lagu ini dengan alunan pelan yang dikontraskan dengan hentakan drum. Teknik ini menggabungkan bebunyian drum yang berkala dengan symbal yang sesekali mengiringinya. Meski terdengar kontras, flute dimainkan di tengah hentakan drum. Suara flute terdengar nyaring, memainkan nada-nada ceria penuh kisah selayaknya film India.
Puas dengan India, perjalanan terus berlanjut hingga Amerika Latin. Kawasan dunia yang terkenal dengan telenovelanya ini, menyimpan musik-musik yang bersemangat dan riang.Berbagai soundtrack telenovela seperti Amigos X Siempre, Carita de Angel dan Marimarturut disajikan GMCO. Dengan medley, ketiga soundtracktelenovela ini dimainkan secara berurutan sekaligus. Penonton seolah tak hanya dibawa melihat Amerika Latin, tetapi juga memutar waktu ketika ketiga telenovela itu populer pada tahun 2000-an.
Setelah mengelilingi berbagai negara, GMCO membawa penonton kembali ke negaranya, Indonesia. Lagu ‘Tak Perlu Keliling Dunia’ yang dikenal sebagai soundtrack film Laskar Pelangi, menjadi lagu ke-tiga belas dalam konser tersebut. Judul dan lirik lagu penutup itu mengungkapkan rasa cinta yang mendalam terhadap negeri ini.
Di lagu ini, GMCO pun kembali berduet dengan Lea. Suara Lea terdengar bergetar saat menyanyikan potongan lirik, “Kau lah segalanya bagiku.” Lagu yang biasanya dilantunkan dengan teknik vokal falsetto ini, dinyanyikan Lea dengan teknik yang berbeda pula. Lea mengandalkan suara soprannya yang mampu bertahan pada nada-nada beroktaf tinggi.
Saat lagu berakhir, riuh tepuk tangan lagi-lagi meramaikan auditorium. Ratusan penonton berdiri melakukan standing ovation untuk permainan orkestra yang apik. Dengan berpakaian formal, puluhan mahasiswa yang tergabung dalam GMCO semuanya tersenyum lebar, seakan beban berat yang semula ada telah terangkat. Mereka memberi penghormatan terakhir pada ratusan orang yang berada dalam auditorium. Sembari menebar senyuman sewaktu MC sibuk menutup acara.
Konser akbar ini menjadi bukti nyata kompetensi GMCO. Meski dalam latihan tak selalu mulus, mereka berhasil membawa ratusan orang berkeliling dunia tanpa berpindah tempat. Kemampuan mereka menciptakan nuansa khas negara-negara asing dalam musik yang dibawakannya menerima pujian dari sang konduktor ternama, Addie M. S. “Mereka adalah salah satu orkestra mahasiswa terbaik di Indonesia,” ungkap Addie dalam sambutan singkatnya. [Agung Hidayat, Lintang Cahyaningsih]