Selasa (7/5) sore, beberapa mahasiswa berkumpul di lapangan hijau gelanggang mahaisiswa. Mereka menghadiri Hearing yang diselenggarakan Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) UGM. Diskusi bertema “Uang KIK Punya Siapa” tersebut adalah tanggapan atas ketidakjelasan pengelolaan dana insentif KIK. Selain mahasiswa, diskusi ini menghadirkan Budi Masturi, SH, selaku Ketua Ombudsman Republik Indonesia (ORI) wilayah Jateng DIY bagian selatan. Cipuk Wulan Adhasari Mentri Advokasi UGM juga hadir sebagai narasumber.
Mengawali diskusi Cipuk memaparkan pelanggaran yang dilakukan UGM terkait insentif KIK. Pasalnya kebijakan tersebut diberlakukan setelah Mahkamah Konstitusi Membatalkan UU Badan Hukum Pendidikan (BHP). Tujuan MK perubahan status tersebut agar universitas tidak menjadi lembaga yang otoriter. Oleh sebab itu UGM dirubah statusnya menjadi Badan Layanan Umum (BLU). “Pemberlakuan KIK tentu menyalahi tujuan MK mengubah status UGM menjadi BLU karena justru membatasi akses masyarakat,” terang Cipuk.
Mahasiswi Fakultas Hukum tersebut juga memaparkan aksi protes mahasiswa yang dilakukan semenjak pemberlakuan KIK. Namun, upaya tersebut tidak mendapat tanggapan positif oleh pihak rektorat. Mahasiswa pun menggandeng Lembaga Bantuan Hukum. Aksi tersebut membuahkan hasil. pada 25 oktober 2012 ORI mengeluarkan empat rekomendasi terkait penerapan kebijakan KIK.
Meskipun demikian, UGM hanya melaksanakan tiga point rekomendasi ORI. Satu point terakhir yang tidak dilaksanakan UGM yaitu, pengembalian uang insentif KIK sejumlah 1,8 milyar ke rekening Kas Negara. Pihak UGM merasa berhak mengelola uang insentif KIK yang merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Pasalnya, UGM merupakan Lembaga Pendidikan yang berhak mengelola uang insentif yang termasuk PNBP tersebut. Padahal Cipuk berpendapat bahwa pengelolaan uang insentif KIK tersebut haruslah melalui prosedur perizinan kepada kementrian keuangan. “Penggunaan uang insentif KIK merupakan hal ilegal karena UGM belum mendapatkan izin pengelolaan keuangan dari kementrian keuangan,” ujarnya.
Senada dengan Cipuk, Budi Masturi juga menerangkan bahwa pengelolaan PNBP memang boleh dilakukan oleh instasi tertentu. Instasi yang boleh mengelola sendiri PNBP adalah seperti Rumah Sakit dan Badan Pendidikan atas izin kementrian keuangan. Akan tetapi, agar bisa mengelola keuangan sendiri, harus mengajukan izin ke kementrian keuangan. Dalam UU no 20 pasal 4 jumlah maksimal PNBP yang dapat dikelola sendiri sebesar 90%. Instasi juga wajib memberikan laporan akuntabilitas kepada negara. menurut Budi Masturi, disinilah letak kelalaian UGM, “UGM menyalahi aturan pengelolaan PNBP karena belum mendapat izin dari Kementrian Keuangan,” tegasnya.
Sebenarnya, menurut Budi, ORI telah kembali mengadakan diskusi dengan pihak UGM. Namun diskusi yang dilaksanakan tidak mencapai kesepakatan karena ORI dan UGM memiliki pendapat berbeda. ORI berpendapat bahwa tanpa izin dari mentri keuangan pengelolaan insentif KIK merupakan hal ilegal. Sedangkan, UGM berpedapat bahwa uang insentif KIK berhak dikelola sendiri karena merupakan PNBP. Menindaklanjuti permasalahan ini, ORI akan mengadakan diskusi di pusat yaitu Jakarta. ”Hal tersebut akan menjadi pertimbangan dalam diskusi ORI di Jakarta mengenai langkah selanjutnya yang akan diambil untuk UGM,” tegas Budi Masturi. [Inda Lestari]