Pukul 19.00 WIB lampu dimatikan, suasana ruang 1F Hall Grha Sabha Pramana yang tadinya ramai beranjak hening. Lampu sorot mengarahkan mata-mata yang hadir pada Jumat (3/5) kepada dua orang MC yang membuka acara. Setelah dibuka, lampu sorot segera berpindah untuk mengikuti arah satu baris pria yang berjalan gagah dengan tuksedo hitam memasuki panggung. Barisan itu masuk dari kanan dan kiri gedung kemudian diikuti barisan perempuan yang berbusana mewah. Mereka berjalan ke atas panggung dan membentuk deretan yang bertingkat, laki-laki di bagian atas kemudian disusul perempuan di bagian bawah.
Seorang laki-laki berkacamata datang menyusul dan langsung mengambil posisi paling depan, membungkuk sebentar ke arah penonton kemudan berputar. Dialah maestro pada malam itu. Seorang konduktor yang dengan lambaian tangan dan aba-abanya memulai pertunjukan.
Merekalah paduan Suara Mahasiswa (PSM) UGM yang rutin mengadakan konser setiap tahun. Tahun ini, mereka mengangkat tema Symphony Echo of life yang menceritakan tentang kisah perjalanan hidup manusia dari lahir, masa muda hingga kematian. Sepanjang acara, MC menjelaskan kepada penonton tentang sesi konser, makna lagu ataupun biodata konduktor dan pianis. Konser ini terbagi menjadi beberapa sesi.
Pertama, sesi Sacra yang berisi enam repertoar. Paduan suara yang berjumlah 70 orang itu langsung berhasil membius penonton. Repertoar pertama Sure On The Shining Night gubahan James Agee dengan diiringi dentingan piano. Ketika mulai menyanyi, cahaya dan seluruh mata langsung tertuju ke depan. Beberapa penonton terlihat mengambil gambar dengan kamera HP. Setelah lagu selesai, sang konduktor menghadap penonton dan membungkuk, tepuk tangan dari penonton bergemuruh. Selesai sesi ini, para penyanyi berbaris keluar ruangan secara beruntun sampai panggung kosong.
Sesi kedua, mata penonton terpaku pada seorang wanita cantik yang membawakan solo piano. Ia memainkan jarinya dengan menekan tuts-tuts piano, memanjakan penonton dengan dentingan melodi yang cepat dan indah. Setelah penonton dihanyutkan dengan dua sesi tadi, MC meredakan kembali hasrat penonton dengan memberi waktu istirahat selama sepuluh menit. Lampu dinyalakan selama waktu istirahat akan tetapi, nyaris tidak ada satupun penonton yang keluar ruangan.
Ketidaksabaran penonton akhirnya teratasi dengan masuknya para penyanyi pada sesi tim lomba. Penampilan kali ini diisi oleh tim yang akan diutus untuk mewakili UGM dalam lomba paduan suara mahasiswa di Semarang dan Bangkok akhir tahun ini. Mereka memasuki panggung dengan kostum yang berbeda dari sesi pertama. Dengan membawakan gubahan puisi Gelisah dan Gairah Anak Muda karangan Prof. Ir. Eko budiharjo, M,Sc yang bernada semangat dan ceria, penonton pun terhibur.
Tidak hanya nyanyian, konser kali ini juga diisi oleh alunan alat musik oleh Kuartet Biola Chichara. Mereka membawakan melodi yang berjudul Tarantella dan Medley Nusantara .Chichara berhasil memukau penonton dengan permainan yang apik. Alunan musiknya sempat membuat penonton ingin ikut bernyanyi. Pertunjukan mereka diakhiri dengan tepuk tangan panjang yang bergemuruh memenuhi seisi ruangan.
Sesi selanjutnya adalah Sopran, penonton berhasil dipukau oleh satu lagu yang berhasil mereka nyanyikan yaitu Hope, Faith, Life, Love. “Menyanyikan lagu ini merupakan sebuah prestasi karena hanya tiga universitas di Indonesia yang mampu membawakan nada itu,” ujar Aditya Rizky Saputra, ketua panitia konser. Dilanjut dengan The Seal Lullaby gubahan Eric Whitacre yang bercerita tentang induk anjing laut yang menyanyikan lagu pengantar tidur untuk anaknya.
Penonton sempat dibuat tertawa oleh penjelasan MC tentang repertoar yang akan dibawakan oleh pianis solo dalam sesi ke lima. Remembering April adalah judul repertoarnya, berkisah tentang seorang yang merindukan mantan kekasihnya di bulan April. Kemudian masuklah seseorang yang menjadi solo pianis kedua pada malam itu. Lelaki yang biasa dipanggil Jay ini mulai membius penonton dengan permainannya. Tepuk tangan mengiringi kepergian Jay ketika dia sudah mengakhiri alunan musiknya.
Sesi terakhir ini menjadi lebih santai. Para laki-lakinya masuk kembali ke panggung dengan lengan baju yang digulung dan dasi yang dilonggarkan perempuannya pun menjadi lebih luwes. Konser malam itu ditutup dengan alunan nada ceria dan bahagia, repertoar Caribbean Getaway yang dibawakan dengan sangat atraktif karena bukan hanya mulut yang bernyanyi tetapi tubuh juga ikut bergoyang dan sempat membuat penonton tertawa. Penonton tidak menyadari bahwa itulah lagu terakhir untuk malam ini hingga lampu hall mulai dinyalakan kembali. Para penyanyi paduan suara pun mengakhiri malam itu dengan lagu As Long As I Love The Music dilanjut berfoto bersama di panggung dan pemberian bingkisan.
Setelah itu para penyanyi membaur bersama penonton. Ada yang berfoto-foto bersama keluarganya yang menjadi tamu undangan atau hanya sekedar mengobrol dengan sahabat-sahabatnya yang ikut menonton. “Saya sangat puas dengan hasil pada malam hari ini, dengan catatan ada beberapa lagu yang harusnya bisa dibawakan lebih baik lagi,” papar Rafael Timur Nugrahatama, pelatih PSM UGM sekaligus konduktor. Ia juga berharap kedepannya, anak-anak bisa lebih sabar dalam menjalani latihan, karena sukses datang melalui proses.
Malam ini juga memberi kesan tersendiri bagi ketua panitia, Aditya. “kami sangat puas sama hasil perjuangan selama ini,” ujarnya. Reyani Anggi Ariesta Siregar, anggota PSM yang ikut tampil berkata, “Senang sekali karena banyak yang nonton dan puas.” Pertunjukan pada malam hari ini juga meninggalkan kesan mendalam bagi penonton, Gerry Faiz Pratama yang datang bersama teman-temannya, “Acaranya bagus, tidak monoton, tetap jaga kualitas,” imbuhnya. [Amalia Mufida, Faizal Akbar]