Badan Ekskutif Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian (BEM FTP) menggelar diskusi dan aksi simpatik pada Sabtu (22/3). Bertempat di ruang 105 FTP UGM, acara ini mengangkat tema Swasembada Pangan sebagai Harga Diri Bangsa. BEM FTP menggagas diskusi ini sebagai tanggapan atas target pemerintah untuk mencapai swasembada pangan nasional 2014. “Program pemerintah, terutama Menteri Pertanian, terkait swasembada pangan progresnya belum terlihat. Oleh karena itu, kita adakan diskusi ini,” ujar Lestari Sriyanti Simanjuntak selaku ketua panitia.
Didapuk sebagai pembicara sesi pertama, Ir Suharto Budiono M.P., perwakilan Dinas Pertanian Yogyakarta, menyampaikan rencana swasembada lima komoditas pangan di tahun 2014. Kelima produk tersebut adalah beras, jagung, kedelai, gula, dan daging sapi. Beras dan jagung sendiri sudah mencapai kondisi swasembada di tahun 2012. Pada tahun itu, surplus beras mencapai 5,7 juta ton dan jagung sebesar 2,86 juta ton. Kedua komoditas tersebut ditargetkan mencapai swasembada berkelanjutan di tahun 2013 dan 2014.
Sementara itu, kondisi berbeda terjadi pada komoditas kedelai. Di tahun 2012, produksi kedelai dalam negeri adalah 783 ton, sedangkan kebutuhan kedelai mencapai 2,49 juta ton. Hal ini menyebabkan produksi kedelai tahun 2012 mengalami defisit sebesar 1,7 ton. Defisit produksi kedelai ini juga terjadi di tahun-tahun sebelumnya. Suharto mengungkapkan bahwa petani kurang berminat menanam kedelai karena harganya terus menurun. Selain itu, produksi kedelai dalam negeri setiap tahunnya juga mengalami penurunan. “Kondisi kedelai ini mengkhawatirkan. Bagaimana bisa mencapai produksi kedelai sebesar 2,7 juta ton tahun 2014 ?,” ungkapnya mempertanyakan.
Suharto menambahkan, di daerah Yogyakarta tren ketersediaan pangan di tahun 2020 cukup mengkhawatirkan. Jika tidak ada usaha peningkatkan produksi, tahun 2020 pangan Yogyakarta hanya akan cukup setahun, tidak ada surplus. Oleh karena itu, Suharto menghimbau untuk beralih ke bahan pangan alternatif. “Kurangilah nasi, beralihlah ke umbi-umbian,” tuturnya.
Di lain pihak, target pemerintah di tahun 2014 untuk mencapai swasembada daging sapi dipertanyakan oleh Dasar Widodo, Kepala Divisi Kastrat Serikat Petani Indonesia Jogja. Widodo yang didaulat menjadi pembicara sesi kedua, mengungkapkan bahwa kebijakan pemerintah mengimpor bibit sapi jenis limosin dan metal kurang tepat. Ia mengatakan sapi jenis ini cocok diternakan di wilayah subtropis dengan area padang rumput yang luas. “Sapi metal dan limosin di negara asalnya dilepas untuk merumput sendiri, nah kalau di Indonesia yo ditutuk tanggane,” ujarnya
Menyoroti program pemerintah terkait swasembada pangan di tahun 2014 ini, Widodo mengungkapkan rasa pesimisnya akan program pemerintah ini. Pada 2014 bertepatan dengan diadakannya pemilu presiden, pilkada, dan pemilu legislatif. Diambilnya kebijakan swasembada di 2014, dikhawatirkan ditumpangi kepentingan politik terkait pergelaran pemilu.  “Untuk tahun 2014 saya agak pesimis karena tahun itu tahun politik, bom-boman isu itu kental sekali,” ungkapnya
Senada dengan Widodo, salah satu peserta diskusi, Arif Agus Setiawan D3 Pengindraan Jauh dan Sistem Informasi Geografi UGM ’12 menyatakan dirinya tidak yakin akan program swasembada ini. “Saya secara nasional tidak yakin swasembada pangan akan terjadi,” tuturnya. Arif beralasan bahwa daerah-daerah Indonesia memiliki kondisi wilayah yang berbeda. Hal itu menyebabkan tidak mungkin untuk memukul rata wilayah pertanian Indonesia hanya untuk ditanami komoditas tertentu demi alasan swasembada.
Di akhir diskusi, kedua pembicara sepakat bahwa swasembada pangan tidak akan terjadi tanpa partisipasi seluruh elemen terkait. Mahasiswa dalam hal ini juga turut mengambil peranan penting. “Mahasiswa diharapkan menciptakan teknologi pasca panen agar dapat meningkatkan produktivitas pertanian,” pungkasnya. [Krisnia Rahmadany]