Sabtu (9/3), Gadjah Mada Oil and Gas Club mengadakan konferensi mahasiswa nasional. Tema yang diangkat adalah Energi Berkelanjutan di Indonesia: Perspektif Teknis, Ekonomi, dan Regulasi. Acara ini dibuka pada Jumat (8/3) dan berlangsung selama tiga hari. Kegiatan pada hari kedua diselenggarakan di Sekolah Pasca Sarjana sejak pukul 07.00 WIB hingga 18.00 WIB. Terdapat dua acara inti, yaitu diskusi dan presentasi dari dua puluh tim finalis lomba esai. Sebelumnya, dilakukan proses penjurian tiga puluh tiga esai yang dikirim oleh peserta dari seluruh universitas di Indonesia.
Acara dibuka oleh Dr. Eng. Bagus Endar B. Nurhandoko yang merupakan dosen Institut Teknologi Bandung (ITB). Ia menyampaikan bahwa sebenarnya Indonesia memiliki potensi energi yang belum diproduksi secara maksimal. Berdasarkan data dari Direktur Jendral Minyak dan Gas (Migas), pada 2013, Indonesia masih memiliki cadangan minyak bumi sebesar 7.403,24 million stock tank barrels. Namun, perbandingan produksi minyak dengan cadangan minyak bumi di Indonesia hanya 11,8. “Sudah banyak cadangan yang diusahakan, namun eksplorasi penambahan cadangan Indonesia tidak intensif,” tutur Bagus.
Persediaan minyak bumi yang semakin minim menimbulkan masalah saat penggunaan meningkat. Peserta dari ITB menyampaikan bahwa masalah kelangkaan energi yang ada harus segera diatasi. Tim ini melihat kuantitas dari sumber daya alam Indonesia yang mulai minim. “Terjadi peningkatan penggunaan minyak bumi sekitar 5% pertahun dan bisa diprediksi akan habis di 2035,” ungkap Kunto Megantara.
Dalam mengatasi kelangkaan sumber energi pemerintah perlu menemukan solusi yang efektif. Salah satu solusi yang ditawarkan adalah menggunakan voucher nasional untuk membatasi transaksi bahan bakar skala nasional. “Mari kita wujudkan Indonesia yang mandiri energi di 20 tahun kedepan dengan inovasi ini,” tegas Kunto.
Selain masalah kelangkaan, masalah energi ini juga berdampak ke sektor yang lain. Dr. Pri Agung Rakhmanto, M.Sc., MBA, Director of Reforminer Institute, Universitas Trisakti menyampaikan bahwa permasalahan minyak dan gas juga berdampak pada perekonomian di Indonesia. “Minyak dan gas memberikan kontribusi sebesar 25-30% terhadap anggaran negara,” ujarnya.
Salah satu kontribusi minyak dan gas bumi terhadap perekonomian di Indonesia dalam bentuk ekspor impor minyak. Hal ini terlihat dari data Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas-PT Pertamina, dalam Laporan Neraca Pembayaran Bank Indonesia. Tahun 2011, Indonesia mengekspor minyak sebanyak 19.576 juta USD, namun mengimpor sebesar 37.102 USD. “Secara keseluruhan neraca migas Indonesia sejak 2011 lalu sudah mengalami defisit,” lanjut Pri.
Hal ini disetujui oleh salah satu tim lomba esai. Meningkatnya impor bahan bakar minyak menyebabkan pemerintah harus meningkatkan dana untuk subsidi. “Dana yang dialokasikan pemerintah sebesar 274,2 triliun dan naik dari tahun (2012) sebesar 35,77%,” ujar Feri Priatna, peserta dari Universitas Indonesia.
Selain itu, regulasi di Indonesia yang mengatur minyak dan gas menjadi faktor penting. Hal ini disampaikan oleh Didi Setiarto, S.H. yang merupakan Kepala Pokja Kontrak-Kontrak Komersial Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas. Ia mengatakan bahwa pemerintah berperan penting dalam mengatur permasalahan migas di Indonesia. Tata kelola migas harus didesain dengan hati-hati. “Tata kelola yang baru pasca keputusan Mahkamah Konstitusi, jangan sampai memberikan hasil yang lebih buruk dari yang sebelumnya,” tuturnya.
Lemahnya Undang-Undang Dasar Republik Indonesia mengenai hukum menarik perhatian Orin Gusta Andini. Mahasiswa Universitas Hasanudin, Makasar ini menyatakan bahwa Undang-Undang Dasar Republik Indonesia mengenai hukum tergolong masih lemah. Seperti salah satu butir yang disebutkan oleh pasal 30 Tahun 2007 tentang energi. Bunyi pasal tersebut adalah masyarakat harus menerima energi dari sumber daya alam dengan harga yang terjangkau. “Hal ini tidak sesuai dengan realitasnya dimana harga BBM yang tinggi,” tutur Orin.
Setelah acara berakhir ide dari pemenang kompetisi esai ini rencananya akan dikirim ke perusahaan atau lembaga pada bidang minyak dan gas untuk diwujudkan dalam hal-hal yang lebih kongkrit. Pemenang akan diumumkan di hari ketiga. “Harapan kami ide dari pemenang dapat terealisasi dan bermanfaat untuk banyak orang di kemudian hari,” ungkap Hendy Dwi Warmiko, ketua umum Gama Oil and Gas Club.
Peserta lomba mengapresiasi adanya acara ini, meski begitu menurut mereka seharusnya acara bisa lebih baik. Hal ini disampaikan oleh Feri. Menurutnya acara ini tidak terorganisir dengan baik, “Awalnya kami diminta untuk presentasi, lalu mereka bilang lagi tidak perlu, tapi akhirnya kami harus mempresentasikan karya kami,” bebernya. Selain itu acara ini juga kurang merepresentasikan perwakilan Universitas dari seluruh Indonesia. “Kebanyakan tim berasal dari Pulau Jawa,” tambahnya. Walau begitu ia dapat memaklumi itu semua karena ini merupakan acara yang pertama dan tetap mengapresiasi karena dapat mewadahi mahasiswa.
Menanggapi keluhan Feri, Cornell mengaku kesulitan yang dihadapi panitia disebabkan ini adalah acara pertama mereka sehingga belum mempunyai tolak ukur. “Konsep kami memang tidak terlalu matang dan kurangnya koordinasi,” ujar Cornell. Ia pun berharap National Student Conference 2014 dapat lebih baik. [Erni Maria Angreini, I Nyoman Agus Aryawan]