Beberapa tahun belakangan kebijakan KIK menjadi sorotan civitas academica UGM dan masyarakat umum. Pemberlakuan KIK melahirkan permasalahan-permasalahan lain seperti pungutan disinsentif dan minimnya lahan parkir. Kelompok Kerja Akuntabilitas Pendidikan Tinggi pun telah melaporkan permasalahan tersebut kepada Ombudsman Republik Indonesia (ORI). Puncaknya, ORI memberikan rekomendasi kepada UGM pada Senin, 25 Oktober 2012. Rekomendasi dengan nomor 0017/REK/0060.2011/BS-05/X/2012 wajib ditanggapi UGM dalam tempo 60 hari pasca rekomendasi diterima.
Menanggapi rekomendasi tersebut, UGM menyampaikan jawaban resminya pada Kamis, 20 Desember 2012. Budi Masthuri, Kepala Perwakilan Ombudsman DIY-Jateng, menyebutkan UGM telah bersedia melaksanakan tiga dari empat rekomendasi ORI. Tiga poin tersebut adalah:
1. Menata ulang sistem dan mekanisme pengendalian aksesibilitas publik untuk masuk-keluar lingkungan Universitas Gadjah Mada dengan basis pendekatan kendali pada orang, bukan kendaraan bermotor.
2. Menyiapkan sarana prasarana pendukung dan penyangga secara simultan bertahap seperti sepeda, kendaraan bermotor non emisi secara gratis, areal parkir di luar lokasi kampus, sarana kebersihan dsb.
3. Menghentikan pungutan disinsentif dan menggantinya dengan mekanisme identitas tunggal untuk civitas academica, dan kartu identitas khusus untuk masyarakat umum yang akan masuk ke lingkungan Universitas Gadjah Mada.
Budi menyampaikan ada satu poin yang masih ditawar UGM untuk tidak dilaksanakan dengan berbagai pertimbangan. Poin tersebut adalah penyetoran hasil dana disinsentif ke Rekening Kas Negara Bendahara Umum Negara c.q. Menteri Keuangan RI. Terkait hal itu, Humas UGM Wijayanti menjelaskan bahwa UGM sebagai Badan Layanan Umum (BLU) maupun Badan Hukum Milik Negara (BHMN) berhak untuk mengatur dana disinsentif. Hal ini mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 yang mendudukkan UGM sebagai salah satu BHMN sehingga diberikan otonomi dan pengelolaan keuangan. Keengganan UGM untuk menyetorkan dana tersebut senada dengan pernyataan Budi. “Dana tersebut dirasa UGM akan lebih bermanfaat untuk kegiatan kemahasiswaan,” tuturnya. Ketika ditanya lebih lanjut mengenai tanggapan ombudsman terkait sikap UGM itu, ia menyatakan ORI belum menentukan sikap.
Mengenai pelaksanaan tiga poin lainnya, Wijayanti menyebutkan hanya penghentian pungutan disinsentif yang pelaksanaannya sudah final. Selain penghentian pungutan disinsentif, pelaksanaan rekomendasi lain masih dalam proses. Misalnya seperti pembuatan Kartu Identitas Orang (KIO) berupa smartcard. Smartcard ini merupakan penerapan pengendalian transportasi berbasis orang, bukan kendaraan. Dengan smartcard warga UGM dapat masuk ke lingkungan UGM meskipun berganti-ganti kendaraan bermotor. Meskipun tidak mengalami hambatan, akan tetapi implementasi kebijakan smartcard masih membutuhkan waktu. Saat ini smartcard secara fisik sudah ada, namun masih perlu disesuaikan dengan sistem yang nantinya akan diberlakukan. Wijayanti memastikan tahun ini warga UGM dapat menggunakan fasilitas smartcard, sementara untuk masyarakat umum tetap dapat menggunakan karcis kuning.
Tertundanya penggunaan smartcard membuat UGM masih harus menggunakan KIK sebagai pengendali kendaraan bermotor di portal. Kebijakan terakhir yang diterapkan UGM sejak Senin, 14 Januari 2013 adalah portal baru di utara Bank BNI. KIK menjadi satu-satunya instrumen pengendali di Portal baru tersebut. Plang biru bertuliskan“Jalur ini khusus untuk kendaraan yang ber-KIK” menegaskan kebijakan itu.
Keberadaan portal baru sempat menghambat akses masuk kendaraan bermotor menuju foodcourt dan gelanggang mahasiswa. Akan tetapi karena desakan mahasiswa akhirnya Rabu, 16 Januari 2013 UGM bersedia memundurkan portal baru.
Meskipun demikian keberadaan portal tersebut sempat berdampak pada pedagang foodcourt. Selama dua hari pengunjung foodcourt menjadi sepi. Salah seorang pedagang yang merasakan dampak tersebut adalah Ida Setya. Pada hari pertama portal baru didirikan pedagang bakso ini hanya berhasil mengantongi uang Rp 20.000. Setelah posisi portal dimundurkan pun ia hanya berhasil mengantongi uang Rp 150.000. Padahal sebelumnya ia biasa mengantongi uang Rp 200.000 setiap harinya. “Kami disini kaget waktu itu, kenapa kok ditutup? Kok pedagang nggak boleh masuk?” beber Ida.
Perihal portal baru, Budi mengaku ia belum mengetahui. Meskipun demikian, Budi bersedia memberikan pendapatnya. “Seharusnya dibuat portal khusus orang, jadi tidak ada diskriminasi antara yang memiliki KIK dan tidak memiliki KIK,” sarannya. Dengan cara tersebut maka pengendalian yang dilakukan berbasis orang, bukan kendaraan. Namun, ia juga mengingatkan apabila cara tersebut ditempuh maka UGM harus menyediakan lahan-lahan parkir. Budi melanjutkan ORI akan segera melakukan pengecekan ke lapangan untuk mengetahui kebenaran terkait portal baru.
Selain smartcard, UGM juga menyiapkan sarana prasarana lainnya, seperti kantong parkir dan sepeda kampus. Berdasarkan jawaban resminya, UGM menyebutkan telah membuat kantong-kantong parkir di beberapa titik. Kantong parkir diantaranya ada di titik lembah, agro, agro-kimia, kesehatan, taman biologi, GSP dan dekat gelanggang mahasiswa. Mengenai sepeda kampus, Wijayanti menyebutkan saat ini jumlah sepeda kampus mencapai 800 unit. UGM menyadari jumlah tersebut masih kurang untuk mengakomodasi kebutuhan warga UGM. Oleh karena itu UGM akan terus melakukan penambahan jumlah sepeda kampus.
Melihat kekurangan pelaksanaan rekomendasi, ORI masih dapat memahami karena rekomendasi ORI sifatnya pelaksanaan bertahap, bukan sekaligus. ORI yakin UGM akan terus berusaha menjalankan rekomendasi, meskipun dalam pelaksanaannya belum maksimal. Terlebih ORI tidak menentang semangat pengendalian yang dimiliki UGM untuk mewujudkan diri sebagai kampus educopolis.
Meskipun demikian Budi menilai alur tahapan tersebut seharusnya dapat dilihat secara jelas. Hal seperti berapa banyak sepeda kampus lagi yang akan diadakan oleh UGM hendaknya bisa diakses oleh mahasiswa dan masyarakat. Idealnya UGM mengajukan jadwal tahapan tersebut kepada ORI. Jadwal tersebut diantaranya berisi rencana mereka dalam melaksanakan rekomendasi ombudsman. “Dalam monitoring berikutnya ORI akan meminta UGM untuk menjelaskan tahapan yang mereka rencanakan dan berapa waktu yang mereka butuhkan untuk itu,” jelasnya. [Arifanny Faizal]