Judul : Consumer 3000
Pengarang : Yuswohady
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal Buku : ix + 261 halaman
Tahun terbit : 2012
Consumer 3000 menciptakan dunia yang sama sekali baru bagi para pemasar. Dunia baru yang penuh tantangan, penuh peluang, dan penuh kecemerlangan.
Indonesia memasuki babak baru dalam bidang perekonomian. Ditandai dengan tembusnya GDP per kapita Indonesia ke level $3,000. Hal ini membuat konsumsi nasional Indonesia meningkat. Keadaan tersebut memunculkan pandangan baru mengenai perilaku konsumen Indonesia terutama masyarakat kelas menengah. Konsumen kelas menengah pada umumnya mempunyai dana lebih atau discretionary income sekitar sepertiga dari pendapatannya.
Mereka menggunakan dana itu untuk membeli kebutuhan sekunder seperti TV, AC, lemari es, mobil dan sebagainya. Kelebihan pendapatan ini menimbulkan gaya hidup konsumtif bagi kalangan tersebut. Dengan keadaan seperti itu, tidak heran berbagai tempat yang menyediakan jasa hiburan seperti bioskop dan cafe semakin menjamur. Mereka juga rajin mengunjungi tempat perbelanjaan untuk membeli barang yang diinginkan.
Buku Consumer 3000 karangan Yuswohady mencoba menganalisis perilaku konsumtif ini. Yuswohady menghubungkan kenaikan GDP Indonesia ke level $3,000 dengan para konsumen kelas menengah. Di sini Consumer 3000 muncul sebagai konsumen baru seiring dengan kenaikan GDP Indonesia ke level $3,000. Secara teknis segmen ini didefinisikan sebagai kelompok konsumen yang memiliki rentang pendapatan atau pengeluaran tertentu. Asian Development Bank menetapakan mereka memiliki pendapatan per kapita sebesar $2-20. Penulis menamai konsumen kelas menengah dengan sebutan Consumer 3000.
Yuswohady mengemukakan fenomena ini dalam 40 great ideas yang dikemas berdasarkan pengalamannya selama 15 tahun sebagai konsultan pemasaran dan pembicara publik. Dia berpendapat Consumer 3000 telah menciptakan dunia baru bagi pemasar. Di samping itu, penulis mencoba menganalisis perilaku konsumtif yang timbul dari para Consumer 3000.
Konsumen kelas menengah atau Consumer 3000 memiliki sifat suka berbelanja dengan menghabiskan uang untuk membeli barang mewah. Tidak salah jika Yuswohady menilaiConsumer 3000 tertinggi adalah wanita. Sebab, wanita menguasai 85% pembelian produk dan layanan, mulai dari kebutuhan pokok hingga layanan kesehatan. Dengan 93% pembelian makanan dan obat tanpa resep (OTC), 92% liburan keluarga, 91% pembelian rumah baru, 89% pembukaan rekening bank, 80% layanan kesehatan, dan 66% pembelian komputer.
Di samping konsumtif, Consumer 3000 juga lebih berpendidikan, lebih berpengetahuan dan lebih bisa menentukan hal yang seharusnya dibeli. Hal tersebut akan menjadikan Consumer 3000 lebih rasional dan kritis dalam menentukan serta memilih barang yang akan mereka konsumsi. Contohnya dalam membeli suatu barang, Consumer 3000 akan memperhatikan nilai kegunaan barang tersebut.
Dari pemikiran itu, penulis menawarkan peluang menggarap pasar kelas menengah tersebut untuk berwirausaha. Didukung dengan jumlah kelas menengah yang mencapai 100 juta orang, Yuswohady menganggap kesempatan ini menjadi lahan bisnis yang potensial. Dengan tingkat konsumsi yang tinggi, pengusaha akan lebih mudah untuk masuk ke pasar konsumen dan menawarkan berbagai produknya. Dengan modal materi yang dimiliki, produsen bisa mengombinasikan keahlian yang mereka punya untuk mengembangkan usaha. Misalnya, penggunaan sosial media sebagai strategi pemasaran karena semakin tinggi penguasaan teknologi oleh konsumen.
Dalam menggarap pasar Consumer 3000 , Yuswohady memberikan saran kepadaentrepreneur agar lebih agresif dalam menggarap pasar konsumen kelas menengah. Bagi merek yang sudah ada di pasaran, ia menyarankan agar lebih fokus pada sumber daya dan energi di segmen ini. Bagi merek yang baru muncul, cobalah naik kelas dengan membangun reputasi. Sedangkan untuk merek high level, ia mengimbau untuk mengeksplorasi lahan pasar konsumen menengah.
Buku ini menarik untuk dibaca oleh orang yang bergelut di bidang wirausaha sebagai rujukan menjadi entrepreneur modern. Di dalamnya terdapat aspek-aspek perilaku konsumen kelas menengah, yang bisa dijadikan senjata untuk berwirausaha.
Sayangnya, penjabaran isi buku ini tidak lugas. Pemberian definisi suatu istilah antar bab berbeda sehingga menimbulkan keambiguan makna. Selain itu, penggunaan banyak istilah oleh penulis dalam menggambarkan konsep perilaku Consumer 3000 membuat pembaca sulit untuk memahami isi buku. [Nurul Annisa, Irma Alfiyanti, M.Gisa Vitrana]