Pemandangan kontras tampak di antara gugus sosio humaniora. Gedung Pertamina Tower milik Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) berdiri menjulang tinggi. Tepat di sampingnya, terdapat gedung Fakultas Filsafat yang tampak tua. Cat gedungnya sudah mulai mengelupas. Kontrasnya perbedaan kedua gedung ini tak lantas menggambarkan ketimpangan perhatian terkait pendanaan dari pihak rektorat.
FEB dengan jajaran gedung bertingkatnya, berdiri di Jalan Sosio Humaniora. Gedung Pertamina Tower menjadi akses masuk utama fakultas ini. Gedung ini dilengkapi dengan kafe, kantor pusat data, auditorium dan beberapa ruang kuliah. Mahasiswa juga diberi fasilitas Anjungan Tunai Mandiri (ATM) Center di lantai dasar.
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FEB Ardhi Hiang Sawak mengatakan bahwa ruang kelas sudah memadai untuk kegiatan perkuliahan. “Fasilitas wifi sebenarnya standar, masih lebih kencang yang di rektorat,” tutur Ardhi. Pengecatan gedung pun dilakukan secara rutin, tidak ada tangga yang berkarat, serta ada ruang untuk kegiatan mahasiswa.
Wakil Dekan Bidang Administrasi dan Umum FEB, Eko Suwadi, M.Sc, Ph.D menyatakan, sumber dana untuk pembangunan fisik dan fasilitas FEB mayoritas berupa sokongan dari pihak luar. Sumbangan Peningkatan Mutu Akademik (SPMA) yang dibayarkan mahasiswa di awal, bahkan tidak pernah digunakan sebagai sumber dana pembangunan. Rektorat telah menganggap FEB mampu menjalankan pembangunannya sendiri. Sehingga, rektorat tidak lagi memprioritaskan pembangunan gedung FEB.
Kondisi infrastruktur Fakultas Kedokteran (FK) pun tak jauh berbeda dengan FEB. Mayoritas gedungnya sudah berlantai lima atau lebih. Lift tersedia di masing-masing bangunan. Lahan parkir luas juga telah disediakan bagi kendaraan mahasiswa.
Fakultas Kedokteran bersifat lebih mandiri dalam pembangunannya. Segala fasilitas ini bukan semata-mata pemberian pihak universitas. “Kalau FK mengandalkan dana dari APBN saja, jelas tidak cukup,” jelas Prof. dr. Ngatidjan, M.Sc, Sp.FK (K), Manager Bidang Aset Fakultas Kedokteran.
Sisa SPMA dan sisa dana penelitian digunakan sebagai sumber dana pembangunan gedung Fakultas Kedokteran. Rektorat menilai sumber dana ini cukup untuk memenuhi kebutuhan infrastruktur Fakultas Kedokteran. “Tapi kan tidak selamanya FK bisa dilepas sendiri,” ujar Ngatidjan. Ia menambahkan bahwa FK juga membutuhkan dana pemerintah untuk membangun Gedung Pasca Sarjana yang diperkirakan mencapai Rp 24 miliar.
Tak jauh dari kompleks Fakultas Kedokteran, berdiri gedung tua milik Sekolah Vokasi. “Kalau untuk sekolah vokasi, memang bangunan itu untuk cagar budaya, jadi bentuknya tidak boleh diubah,” terang Nunu Lutfi, S.T. selaku Kepala Seksi Gedung Perumahan dan Lahan.
Perawatan gedung yang tak maksimal pun membuat gedung ini jadi tak terawat. Beberapa bagian atap bocor, lahan parkir tidak cukup untuk menampung kendaraan mahasiswa. Perpustakaan lama, MIPA selatan dan di belakang Koperasi Mahasiswa (Kopma) terpaksa digunakan sebagai lahan parkir kendaraan mahasiswa Sekolah Vokasi. Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) dan komunitas mahasiswa pun seringkali mengadakan aktivitas di lobi Sekolah Vokasi karena keterbatasan tempat.
Keluhan mengenai minimnya fasilitas berkembang seiring biaya kuliah yang semakin mahal. Fasilitas di Sekolah Vokasi tidak sebanding dengan beban biaya yang ditanggung mahasiswa. “Kalau di S1 aja bayarnya mungkin separuh dari kita tapi fasilitas yang diperoleh lebih maksimal,” tandas Zuldha Pradana, Mahasiswa Sekolah Vokasi Jurusan Komputer dan Sistem Informasi angkatan 2011.
Sama halnya dengan Sekolah Vokasi, gedung Filsafat pun masih kurang terawat. Sejumlah kursi di ruang kelas sudah patah dan goyang sehingga tak layak untuk dipakai. Ruang kelas juga kurang mencukupi kebutuhan mahasiswa. Hal ini disebabkan gedung fakultas yang dipakai oleh hampir semua mahasiswa UGM untuk mata kuliah pengembangan kepribadian (MPK). “Seharusnya perlu dilakukan peningkatan fasilitas di Fakultas Filsafat,” ucap Nilli Andriyani, mahasiswa Fakultas Filsafat angkatan 2012.
Ungkapan kekecewaan mahasiswa acap kali didengar oleh pihak fakultas. Wakil Dekan II Fakultas Filsafat, Mustafa Anshori Udinillah, M.Hum. menyatakan, pembangunan gedung Fakultas Filsafat sebenarnya sudah direncanakan sejak 2010. Pihak rektorat pun sudah menyetujui rencana ini. “Tapi DPR mungkin memiliki prioritas tersendiri mengenai rencana pembangunan lain. Sehingga, pembangunan di Fakultas Filsafat terpaksa ditunda untuk sementara,” jelasnya. Mustafa menegaskan bahwa sumber dana yang hendak digunakan sebagai realisasi rencana pembangunan hanya mengandalkan kucuran dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Saat ini, Fakultas Filsafat belum berencana untuk meminta sumbangsih swasta atau alumni untuk pembangunan gedungnya. Berbeda dengan Fakultas Kedokteran, Fakultas Filsafat tidak pernah menggunakan SPMA sebagai sumber dana pembangunan.
Kesulitan dana yang dialami Fakultas Filsafat ini telah didengar oleh pihak rektorat. Lutfi menyatakan, pihak universitas telah mendukung rencana pembangunan gedung Fakultas Filsafat. Bahkan, Fakultas Filsafat menjadi salah satu fakultas yang pendanaannya didukung penuh oleh rektorat.
Alur pendanaan dimulai dari pengajuan proposal pembangunan ke rektorat. Proposal pembangunan ini disusun oleh fakultas sesuai kebutuhan. Proposal yang telah mendapat lampu hijau dari Badan Perencanaan dan Pembangunan (Renbang) akan diserahkan kepada pemerintah. Setelah itu, DPR akan menentukan besarnya dana yang layak diberikan.
Tiap fakultas masih diberi kewenangan untuk mencari sumber dana lain. Apabila APBN yang didapat dari pemerintah dirasa kurang mencukupi untuk merealisasikan semua proposal perencanaan pembangunan. Fakultas-fakultas yang mengandalkan dana dari APBN pun seringkali harus menunda rencana pembangunannya. Bagi yang mampu mencari dana sendiri, pihak luar menjadi sokongan yang kuat.
Menanggapi masalah sumber dana, rektorat akan berusaha mengatasi kebutuhan fakultas dengan adil. Fakultas yang dinilai kesulitan mencari dana akan diutamakan pembiayaannya oleh rektorat. “Setiap ada dana dari pemerintah, diusahakan agar semua fakultas mendapatkan jatah sesuai porsi dan kebutuhannya,” terang Lutfi. [Amalia Mufida, Inez Christyastuti Hapsari, Ganesh Cintika Putri, Deddy Setyadi]