UGM akan menyelenggarakan kembali Pemilihan Raya (Pemira) tanggal 18-20 Desember ini. Setiap tahunnya, Pemira diadakan oleh tim Komisi Pemilihan Raya Mahasiswa (KPRM) untuk memilih Presma dan anggota Senat Mahasiswa. Tahun ini, UGM memiliki lima kandidat Presiden Mahasiswa, yaitu Vandy Yoga Swara, Faisal Arief Kamil, Yanuar Rizky Pahlevi serta Neil Leonardo Aiwoy.
Kursi Senat diperebutkan oleh 8 partai dan 5 perwakilan independen dari 4 fakultas yang berbeda. Ketua Tim Verifikasi Pemira, Lutfi Dewi Nirmala Sari menerangkan bahwa jumlah ini kurang dari yang diharapkan. “Sebenarnya untuk Senat ada 19 kursi dari 19 fakultas di UGM, tapi yang mendaftar hanya 4, sehingga keterwakilan fakultas pun sebenarnya kurang,” ungkapnya. Penurunan juga terjadi pada titik pencoblosan. Sebelumnya, ditargetkan 32 titik pemilihan, tapi sampai berita ini diturunkan, Fakultas Filsafat belum menyatakan persetujuannya. Hal ini membuat pemilihan hanya ada 31 titik.
Dari segi pendanaan, 2011 kemarin Rektorat memberikan 12 juta kepada KPRM. Dana tersebut hampir seluruhnya digunakan untuk mencetak surat suara sebanyak 30 ribu lembar. Namun pada 2012, dana yang dikucurkan hanya 10 juta. Alasan penurunan ini dijelaskan oleh Dimas Aldriandra Aldrians selaku Ketua KPRM 2012. “Pihak Rektorat tidak mau lagi menurunkan dana lebih untuk Pemira karena selama ini BEM-KM sudah banyak memakai dana untuk eventlain,” terangnya. Selain dana, Dimas juga mengeluhkan waktu persiapan yang sangat sedikit. “First gathering kami baru tanggal 26 November, padahal 6 Desember sudah mulai kampanye. Kami harus kerja keras,” keluhnya.
Jumlah surat suara yang di cetak oleh tim KPRM digunakan untuk 2 pemilihan. Setengah dari jumlah total digunakan untuk memilih Capresma dan setengahnya lagi digunakan untuk memilih Senat Mahasiswa. Tahun lalu, terdapat 15 ribu surat suara untuk pemilihan Capresma dan Senat Mahasiswa, sedangkan tahun ini hanya 14 ribu surat suara untuk masing-masing pemilihan. Dimas juga menegaskan bahwa surat suara tidak bakal ditambah lagi pada hari H meskipun ada peningkatan jumlah pemilih. “Kami tidak akan menambah surat suara, karna pihak Rektorat hanya memberi dana sedikit,” ungkapnya. Menanggapi hal tersebut M.M Gibran Sesunan mahasiswa Fakultas Hukum ’09 berpendapat bahwa kekurangan surat suara dapat menyalahi aturan. “Jika animo mahasiswa meningkat untuk memilih, tapi KPRM tidak menyediakan cukup surat suara, maka hasil pemira cacat prosedur dan dapat digugat,” tegasnya.
Selain Gibran, beberapa mahasiswa memberikan pendapatnya mengenai jumlah surat yang tidak mampu mencakup keseluruhan jumlah mahasiswa UGM. Felicia Ratna, mahasiswa jurusan Manajemen dan Kebijakan Publik (MKP) ‘11 mengungkapkan bahwa hasil pemira tidak akan representatif nantinya. Hal tersebut disebabkan oleh ketidakmampuan KPRM mengambil suara sejumlah setengah dari mahasiswa UGM seluruhnya. “Hasil yang representatif adalah lima puluh persen ditambah satu suara dari keseluruhan mahasiswa UGM,” ujarnya.
Senada dengan Felicia, Henrika Kristi, mahasiswa Fisipol ’11 berpendapat bahwa jumlah suara tidak dapat mewakili mahasiswa. “Ini tidak bakal representatif karna surat suaranya hanya sedikit dan mahasiswa yang memilih pun sedikit,” paparnya. Berbeda dengan Felicia dan Henrika, Gibran berpendapat bahwa suara yang masuk bukan masalah. “Hal yang terpenting adalah bagaimana calon terpilih nanti memimpin, bukan berapa pemilihnya,” pungkasnya.[Hilman Ramadhani, Hermantyo Pradigto Utomo, Lintang Cahyaningsih]
1 komentar
[…] tahun 2012 sebanyak 14.000 surat suara di cetak untuk masing-masing surat suara presma dan senat (https://www.balairungpress.com/2012/12/demokrasi-semu-pemira-minim-suara).Suatu gambaran yang dilematis karena tidak sampai 50% mahasiswa yang memberikan hak pilihnya.Dari dua […]