Gencatan senjata antara Israel dan Palestina baru saja disepakati Rabu (21/11), menyusul berbagai kecaman yang datang dari berbagai belahan dunia atas agresi militer Israel. Penyerangan lewat jalur udara yang dimulai Rabu (14/11) telah menewaskan 140 lebih warga sipil dan anak-anak Palestina. Untuk menelisik lebih jauh bagaimana dunia internasional menanggapi konflik dua negara ini, Jama’ah Shalahuddin (JS), mengadakan dialog bertajuk “Dukungan Internasional terhadap Palestina”. Acara ini dilaksanakan pada Selasa (27/11) di ruang utama Masjid Kampus UGM. Adapun pembicara yang dihadirkan, Sidiq Ahmadi, dari Komite Nasional untuk Rakyat Palestina (KNRP), dan Giovani Van Empel, Presiden BEM KM.
Setelah diakui sebagai Negara merdeka, Israel mendirikan pemukiman Yahudi di luar wilayahnya. “PBB mengatakan itu illegal, tapi Amerika dengan hak vetonya melegalkan pendirian pemukiman itu,” tambah Sidiq. Padahal, perjanjian Oslo tahun 1993 mengatakan, Israel mengakui otoritas Palestina di bawah Palestinian Liberation Organization (PLO) pimpinan Yasser Arafat. Namun, Israel mengkhianati perjanjian tersebut. “Mereka memilih untuk terus ekspansi,” terang Giovani.
Manuver-manuver politik ini, menurut Giovani, tidak lepas dari peran Amerika yang memberi bantuan secara ekonomi maupun politik pada Israel. Selain pengadaan alat-alat militer, Amerika juga menggunakan hak vetonya untuk menguntungkan pihak Israel. “Termasuk dalam penolakan Palestina sebagai negara merdeka, padahal sekitar dua per tiga negara-negara anggota PBB mengakuinya,” tegas Sidiq. Selain itu, menurut Giovani, selama 23 kali Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi, 23 kali pula Amerika Serikat menggunakan hak vetonya untuk kepentingan Israel. Menurut Sidiq, permasalahan Palestina tidak akan pernah selesai kalau hak veto ini terus dijalankan.
Sidiq menganggap, permasalahan ini bukan hanya konflik agama, tapi juga didukung faktor ekonomi. Amerika dan negara-negara lain yang mendukung zionisme (pendudukan tanah Palestina dan sekitarnya yang dianggap the promise land, pen.) merupakan Negara penganut kapitalisme. Negara-negara tersebut memiliki ketergantungan dengan minyak yang sangat tinggi dikarenakan kebutuhan industri mereka. Sementara itu, negara-negara Timur Tengah menjanjikan minyak dalam jumlah yang sangat besar.
“Akan tetapi, para intelektual yahudi kini banyak yang tidak setuju dengan zionisme. Sebut saja Norman G Finkelstain, dalam bukunya The Holocaust Industry: Reflections on the Exploitation of Jewish Suffering, dan Noam Chomsky,” papar Giovani. Bahkan, menurutnya, yahudi ortodok pun banyak yang tidak setuju dengan tindakan penjajahan ini.
Ditambah lagi, menurut Sidiq, dukungan dari banyak pihak turut membantu Palestina dalam memperjuangkan kemerdekaannya. Di antaranya, Gerakan Non-Blok (GNB) yang menentang keras kolonialisme dan aktivis humanisme yang mengecam kejahatan kemanusiaan oleh Israel. Selain itu, masyarakat Uni Eropa akhir-akhir ini juga menyatakan keberpihakannya terhadap Palestina dengan melakukan berbagai demonstrasi.
Beberapa organisasi keislaman pun mendeklarasikan dukungannya seusai dialog dilaksanakan. Di antaranya, JS, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Himpunan Mahasiswa Muslim (HMI), Pelajar Islam Indonesia (PII), Forum Silaturrahim Remaja Masjid Yogyakarta (FSRMY), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Gerakan Peduli Palestina (GPP), dan Indonesia Tanpa JIL (ITJ). “Kami mengajak seluruh elemen masyarakat internasional untuk mendukung terwujudnya perdamaian dan kemerdekaan bagi Palestina,” tegas Zuhad Aji Firmantoro, perwakilan HMI. [Ahmad Syarifudin]