Jumat, (9/12), Pekan Olahraga dan Seni Gadjah Mada (Porsenigama) 2012 dibuka oleh Direktur Kemahasiswaan, Dr.Drs.Senawi,M.P. Pertandingan tahunan ini bertambah tiga cabang dari tahun sebelumnya yang hanya 20 cabang. Tahun ini terdapat 16 cabang olah raga dan tujuh cabang seni. Ajang ini diselenggarakan oleh Forum Komunikasi UGM dan beberapa Unit Kegiatan Mahasiswa yang menjadi cabang dalam Porsenigama.
Ajang ini diikuti oleh mahasiswa dari seluruh fakultas dan sekolah vokasi. Bukan hanya pemain, pendukung masing-masing fakultaspun ikut meramaikan acara. Hal ini tampak dari adanya julukan khas suporter. “Sekarang itu penonton saja sudah punya julukan masing-masing, seperti Kapak Rimba dari Fakultas Kehutanan dan Sospoligan dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.” terang Tommy Andjar Ciputra Kasiman, ketua panitia Porsenigama 2012.
Tommy mengatakan, semangat dari setiap fakultas ini justru melahirkan sikap fanatisme terhadap fakultasnya masing-masing. Setiap pendukung berlomba-lomba menyemangati timnya dengan yel-yel yang khas. Hal ini membuat persaingan dalam Porsenigama makin terasa. “Ada beberapa fakultas yang memang sudah berselisih sejak dulu di setiap acara Porsenigama,” ujar Tommy. Ia juga mencontohkan, seperti Fakultas Teknik dengan Fakultas Kehutanan yang selalu heboh. “Aku pernah dengar kalau Teknik dan Kehutanan pernah ribut tapi aku sendiri nggak tau kenapa,”cerita Danny Indriani, mahasiswa Teknik Sipil 2011.
Terkait kericuhan tersebut berapa narasumber yang kami temui enggan memberikan keterangan. “Perseteruan ini seperti tidak diketahui bagaimana mulanya dan tidak ada sumber pastinya,” aku Tommy. Setiap kedua belah pihak bertemu dalam suatu pertandingan selalu menimbulkan ketegangan. Tommy mengibaratkan kedua pihak yang berseteru seperti air dan minyak. Keduanya sangat sulit disatukan.“ Kalau berdamai sepertinya susah karena gengsidiantara mereka dan tidak ada titik temu,”imbuhnya. Persaingan ini semakin terlihat dengan perbedaan perlakuan kedua pihak terhadap fakultas lain. ketika bertemu fakultas lain mereka bersikap biasa saja, berbeda halnya ketika dua fakultas tersebut bertemu. “Mereka malah bisa joget kalau ketemu fakultas lain selain lawan panasnya itu,”ucap Tommy.
Menurut Tommy, pertandingan dalam Porsenigama 2012 ini merupakan wujud komitmen dari panitia. “Rangkaian acara Porsenigama dapat berjalan harmonis tanpa tercoreng oleh perseteruan antar fakultas,” tambahnya. Porsenigama 2012 dirasa menunjukkan kemajuan jika dibandingkan dengan tahun 2011. Ini terbukti dengan adanya pemindahan tempat pertandingan ke lapangan ABRI pada Porsenigama 2011. “Pemindahan tersebut dilakukan sebagai langkah antispasi terjadinya adu fisik antar pendukung,” terang Tommy.
Pertandingan tahun ini tidak berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Keributan masih terjadi pada Porsenigama 2012. Salah satunya ketika pertandingan final futsal putri antara Fakultas Kehutanan melawan Ekonomika dan Bisnis. Pendukung dari kedua kubu saling menyerukan fanatismenya. Yel-yel khas masing-masing fakultas terdengar sampai keluar gelanggang. Bukan hanya untuk menyemangati tim yang didukungnya, melainkan juga untuk melemahkan mental lawan. “Nyali lawan pasti akan ciut dengan adanya yel-yel yang disorakkan oleh para tim pendukung,” aku Anin yang merupakan salah satu pemain Fakultas Kehutanan.
Masalah lain muncul pada babak semifinal futsal putri antara Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) dengan Psikologi. Saat pertandingan berlangsung, panitia menemukan seorang peserta dari Fakultas Psikologi yang merupakan mahasiswa S2. Seharusnya perlombaan ini hanya diperuntukkan bagi mahasiswa tingkat S1 dan Diploma. Menghadapi hal tersebut, panitia memberikan dua opsi. Pilihan pertama, boleh ikut bertanding dengan syarat tanpa mahasiswa S2 tersebut. Atau pilihan kedua dengan tidak diperbolehkan mengikuti pertandingan sama sekali atau Work Out (WO). Merekapun akhirnya memutuskan untuk memilih WO.
Permasalahan mengenai fanatisme setiap fakultas dalam Porsenigama ini juga mendapat perhatian dari Kepala Direktur Kemahasiswaan UGM, Dr.Drs.Senawi,M.P. Ia berpendapat, perlu adanya kode etik yang mengatur tingkah laku mahasiswa dalam kegiatan di kampus. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan pun kini sedang merancang kode etik mahasiswa. “Hak-hak sebagai mahasiswa akan dicabut dengan kata lain hilangnya status mahasiswa jika kode etik tersebut dilanggar,” tambahnya. Senawi mengaku, untuk mengatasi masalah ini tidak hanya diperlukan oleh satu pihak saja. Perlu kerja sama yang baik dari semua pihak, dimulai dari panitia, pemain, pendukung sampai pihak rektorat dalam pengamanan Porsenigama. Hal tersebut bertujuan agar kedepannya Porsenigama ini dapat menumbuhkan rasa kekeluargaan serta ikatan antar fakultas. Kita tentu berharap bukan malah terjadi keidentikan antara Porsenigama dengan persaingan sengit. “Ini sangat memalukan dan tidak mencerminkan mahasiswa UGM,” tegas Manda, salah satu mahasiswa Kehutanan. [Hanna Nurhaqiqi, Erni Maria Angreini, I Nyoman Agus Aryawan, Nuresti Tristya Astarina]