
@fahmi
Banyak dari mahasiswa baru UGM angkatan 2012 yang menganggap bahwa SPMA yang mereka bayarkan tidak mahal. Paling tidak, biaya itu bisa dijangkau sesuai dengan kondisi ekonomi keluarga.
Biaya tinggi masuk kuliah di universitas bergengsi menguras banyak uang adalah pernyataan yang tidak asing lagi. Masuk universitas terkadang tidak sekadar mempertimbangkan hal akademis saja, namun juga kesanggupan ekonomi untuk membayar biaya masuk universitas tersebut. Di balik kesanggupan pembayaran tersebut, terdapat bermacam alasan yang mungkin tidak sama antarmahasiswa. Sehingga, tiap mahasiswa mempunyai persepsi yang berbeda-beda mengenai biaya tersebut, termasuk mahasiswa UGM terhadap pembayaran SPMA.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, mahasiswa baru yang diterima melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) masih dikenakan Sumbangan Peningkatan Mutu Akademik (SPMA). Penentuan besaran SPMA yang didasarkan pada kemampuan orang tua mahasiswa sudah diberlakukan sejak 2011.
Dalam website http://um1.ugm.ac.id/snmptnugm2012/index.php/page/240, UGM telah membagi rentang jumlah penghasilan orang tua ke dalam tabel SPMA dari 0 sampai dengan 4. Mahasiswa yang kedua orang tuanya memiliki penghasilan total kurang dari Rp 1.000.000,00 terkena SPMA 0; SPMA 1 dikenakan pada mahasiswa baru yang penghasilan orang tuanya antara Rp 1.000.000- Rp 2.500.000; SPMA 2 dikenakan pada mahasiswa baru yang pendapatan orang tuanya antara Rp 2.500.001,00-Rp 5.000.000,00; SPMA 3 dikenakan pada mahasiswa baru yang pendapatan orang tuanya antara Rp 5.000.001,00 – Rp7.500.000,00; SPMA 4 pada mahasiswa yang orang tuanya berpendapatan lebih dari Rp 7.500.000,00. Ketentuan tersebut disesuaikan dengan kebutuhan sarana prasarana yang ada di masing-masing fakultas.
Tim Riset BPPM Balairung mengadakan polling tentang persepsi dan alasan pembayaran SPMA mahasiswa baru 2012 jalur SNMPTN Undangan. Pembagian kuesioner dilakukan pada tanggal 12-13 Juni 2012 di sekitar Grha Sabha Pramana (GSP) dan Direktorat Administrasi Akademik (DAA) UGM. Dengan teknik purposive sampling, responden yang kami tuju dalah mahasiswa baru 2012 jalur SNMPTN Undangan yang membayar SPMA. Purposive sampling merupakan penentuan sampel dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria tertentu yang telah dibuat terhadap objek penelitian. Dalam polling ini, kriterianya adalah responden merupakan mahasiswa baru jalur SNMPTN Undangan 2012 yang bukan penerima beasiswa atau SPMA 0.
1. Persepsi Mahasiswa Baru Terhadap SPMA Yang Dibayarkan
Sebanyak 113 kuesioner kami bagikan secara acak mencakup responden dari berbagai kluster, seperti sains, humaniora, agro, dan lain-lain. Salah satu pertanyaan dari kuesioner tersebut adalah, “Pilihan SPMA ke?”
Sebagian besar mahasiswa baru dikenakan pada SPMA 2, hanya sebagian kecil saja yang digolongkan SPMA 4. Dari berbagai besarnya pembayaran SPMA tersebut, terdapat berbagai persepsi terhadap besarnya SPMA yang dibayarkan.
Dari data yang diperoleh, hanya satu responden yang menyatakan murah, sedangkan 47 menyatakan mahal dan bahkan 4 menyatakan sangat mahal. Namun suara terbanyak (61 responden) menganggap besar SPMA yang dibayarkan terbilang sedang. Yang dimaksud sedang di sini adalah tidak mahal, namun juga tidak murah.
Persepsi sedang bisa disebabkan oleh besar SPMA yang sesuai kondisi ekonomi orang tua mahasiswa baru, dibuktikan suara terbanyak (95 responden) menyatakan seperti itu. Berarti ada kemungkinan bahwa besar SPMA yang harus dibayar, tidak melampaui batas kemampuan ekonomi orang tua mahasiswa baru. Namun yang menyatakan mahal pun tidak sedikit. Hal ini bisa saja berkaitan dengan besarnya kebutuhan keluarga mahasiswa baru (mengingat penggolongan SPMA tidak memperhatikan jumlah tanggungan/ saudara tetapi hanya berdasar pendapatan). Maka dari itu, meskipun penggolongan SPMA sudah memerhatikan pendapatan orang tua mahasiswa baru, namun akan lebih bijaksana jika jumlah saudara/ tanggungan juga dipertimbangkan.
Sebenarnya persepsi akan mahal-tidaknya SPMA bersifat relatif atau subjektif. Namun berdasar sampel yang kami peroleh, sebagian besar mahasiswa baru jalur undangan menganggap besar SPMA yang harus mereka bayar terbilang sedang. Jadi, untuk masuk UGM memang membutuhkan biaya, namun tidak mahal, atau paling tidak, tetap bisa dijangkau.
2. Alasan Menyanggupi Pembayaran SPMA
Ada berbagai alasan yang dikemukakan oleh mahasiswa angkatan 2012 jalur undangan mengenai kesanggupan membayar SPMA. Alasan-alasan tersebut adalah agar peluang diterima di UGM lebih besar, sesuai kondisi orang tua, dan lain-lain. Alasan lain-lain di sini adalah mengikuti peraturan UGM, ingin meningkatkan mutu pendidikan di UGM, karena cita-cita masuk UGM, dan keterpaksaan.
Berdasarkan tabel di atas, jumlah alasan kesanggupan membayar SPMA yang paling banyak adalah membayar SPMA sesuai kondisi ekonomi orang tua, yaitu sebanyak 95 orang. Sepuluh responden yang menjawab lain-lain meliputi: 4 responden mengikuti peraturan di UGM; 1) responden beralasan ingin meningkatkan mutu pendidikan di UGM; 2) responden menyatakan demi cita-cita masuk UGM; 3) responden menyatakan terpaksa.
Yang menarik di sini adalah adanya responden yang menyatakan terpaksa. Saat di lapangan, dua dari tiga responden (yang menyatakan terpaksa) mengatakan bahwa mereka sebenarnya keberatan membayar SPMA yang telah ditentukan. Namun karena pendapatan orang tua mereka digolongkan pada salah satu dari “level” SPMA yang ditentukan UGM, “Jadinya ya gimana lagi,” kata mereka. Namun keduanya tidak memaparkan apa alasan mereka keberatan.
Selain itu, alasan lain membuktikan bahwa cara atau usaha orang yang ingin masuk ke UGM tidak hanya berpeluang karena kemampuan akademis saja. Cara lain untuk berpeluang masuk UGM bisa dilakukan dengan membayar SPMA yang mahal. Terbukti dari hasil kuesioner, masih ada beberapa yang menyatakan masuk UGM dengan biaya besar dengan motif peluang. Salah satu contohnya adalah seorang mahasiswa Teknik Kimia yang membayar dengan jumlah tertentu dengan alasan agar peluang diterima di UGM lebih besar.
Sebesar 84,1% responden menyatakan SPMA yang dikenakan pada mereka sudah sesuai kondisi ekonomi masing-masing orang tua. Kasarnya, makin besar pendapatan orang tua, makin tinggi pula “level” SPMA-nya. Sehingga sangat sedikit kemungkinan, besar SPMA melampaui batas kemampuan ekonomi orang tua mahasiswa baru.
Terlepas dari biaya selain SPMA, untuk masuk UGM memang membutuhkan biaya namun tidak mahal. Atau paling tidak, tetap bisa dijangkau sesuai kondisi ekonomi. Penggolongan SPMA yang diberlakukan UGM bisa dikatakan cukup baik walau masih ada kekurangan, yaitu belum memperhatikan jumlah tanggungan keluarga. (Aziz R. Pratama, Hesty PujiRahayu, Wina Tryanitasari Simanjuntak)