Korupsi menjadi bagian tindak sistematis yang berpeluang besar memiskinkan Negara, memiskinkan masyarakat. Berapa banyak uang negara yang seharusnya menjadi hak rakyat malah masuk kantong pribadi para pejabat maupun politisi. Segelintir orang yang hanya mementingkan urusan perut dan hasrat pribadi. Sedangkan jutaan rakyat terlantar, mereka tak ambil peduli. Ribuan anak Indonesia, masa depan kemajuan bangsa tak bisa mengakses pendidikan, juga tak mereka pusingkan. Sudah terlalu banyak persoalan yang harus dialami rakyat negeri ini yang juga disumbangkan dari tindak korupsi.
Lantas KPK dihadirkan sebagai bagian dari elemen demokrasi juga sebagai upaya penyelamatan negeri ini dari tangan-tangan jahat para koruptor. Mengembalikan hak rakyat dengan merebut kembali aset negara yang dimiliki secara ilegal. Menjadi jawaban dari pergulatan panjang setelah lembaga pemerintah yang menangani tindak pidana korupsi sebelumnya tidak berfungsi secara efektif dan efisien. Keberadaannya tentu saja harus diapresiasi dan didukung semua pihak. Dukungan materi juga moral, bukan dikebiri dan dikriminalisasi.
Fakta di lapangan memperlihatkan banyak upaya dilakukan untuk melemahkan KPK. Perebutan wewenang penanganan korupsi simulator Surat Ijin Mengemudi (SIM), KPK-Polri tahun ini menambah deretan panjang upaya pelemahan. Kedua institusi bersitegang mengenai siapa yang paling pantas menangani kasus itu. KPK, berdasar pada mandat yang dimiliki sebagai institusi pemberantasan korupsi berjuang untuk menangani kasus tersebut. Di sisi lain, Polri atas dalih kasus korupsi simulator SIM sebagai persoalan internal juga bersikukuh ingin mengambil alih. Tarik menarik pun tak bisa dihindari. Padahal, rakyat kecil pun tahu siapa yang berhak menangani kasus ini.
Posisi KPK diberedel sedikit demi sedikit lewat berbagai lini. Revisi UU KPK yang digelar DPR RI semakin memperlihatkan ketidakseriusan pemerintah melawan korupsi. Banyak pasal secara eksplisit merontokkon kekuatan KPK secara hukum. Kalau sampai revisi undang-undang itu disahkan, jelas kinerja KPK dilumpuhkan secara luar biasa. Bukannya memberi payung hukum yang kuat malah membuat KPK seperti pesakitan yang tidak bisa melakukan banyak hal.
Presiden sendiri, yang janjinya akan berada di garda terdepan pemberantasan korupsi, selama ini hanya pandai berucap prihatin dan kecewa. Ia bersembunyi di balik pasal 3 UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, āKomisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.ā Lupa bahwa dirinya, sebagai presiden sekaligus jenderal dalam dunia militer punya akses penuh terhadap institusi Polri yang tentu saja punya kekuatan penuh untuk menghentikan perseteruan dan menyerahkan penanganan kasus pada KPK.
Tak aneh kalau akhirnya gelombang massa kembali membanjiri jalanan. Teriakan lantang āSave KPKā tak henti digaungkan. Rakyat tak mau tinggal diam melihat lagi-lagi, institusi negara yang melakukan pemberantasan korupsi ini dikebiri, parahnya dilakukan oleh institusi pemerintahan sendiri. Sungguh ironis pemerintahan negeri ini. Bukannya berjuang keras membangun kesejahteraan bangsa, malah sibuk bersitegang hanya karena persoalan kepentingan segelintir pihak.
Setelah tekanan yang begtu massiv, akhirnya presiden memang angkat bicara malam ini (8/10). Surat Keputusan Presiden (kepress) yang menegaskan wewenang lembaga KPK-Polri akan segera dikeluarkan. Tapi siapa yang tahu kalau itu hanya gertak sambal belaka. Sebelum kepress benar-benar dikeluarkan, dicermati secara jelas apa isinya serta benar-benar dilakukan, apapun masih mungkin terjadi.
Rakyat Indonesia bukan rakyat bodoh. Kalau institusi pemberantasan korupsi terus-terusan diperlakukan seperti ini, dan perkataan presiden hanya jadi pemanis politik belaka, gelombang massa akan semakin bertambah dan revolusi bisa saja kembali terjadi. Ibarat permainan tarik tambang, elemen pemerkuat KPK di satu sisi dan pelemah KPK di sisi lainnya. Untuk menentukan siapa pemenangnya, tinggal menunggu waktu. Namun yang pasti, rakyat yang berada di sisi pemerkuat KPK tentu tak akan berpangku tangan untuk memenangkan āpermainanā ini.