Proses penyelidikan kasus perjokian di Fakultas Kedokteran (FK) UGM hingga kini masih berlangsung. Kasus ini terjadi pada hari pertama ujian masuk S-1 Internasional FK UGM, Jumat (13/7). Polres Sleman yang menangani kasus ini telah menetapkan satu tersangka yaitu IS dan 52 peserta ujian yang diketahui menggunakan jasa joki. Hingga kini, Polres Sleman terus melakukan pengembangan kasus untuk mengungkap keterlibatan IS. Sementara, Tim Pencari Fakta (TPF) yang dibentuk oleh UGM telah berhasil mengungkap sejumlah fakta terkait dengan masalah ini.
TPF merupakan tim ad-hoc yang dibentuk UGM untuk mencari sejumlah fakta dari sisi internal UGM. TPF beranggotakan pihak dekanat FK, Direktorat Administrasi Akademik (DAA), Direktorat Kemahasiswaan (Dirmawa), Satuan Keamanan dan Ketertiban Kampus (SKKK), humas UGM, dan Satuan Audit Internal (SAI). Menurut keterangan dari Prof. Dr. Iwan Dwi Prahasto, M.Med.Sc., Ph.D, Wakil Rektor bidang Akademik dan Kemahasiswaan sekaligus Ketua TPF, untuk menguak kasus ini TPF telah melakukan tiga kali gelar kasus dan pengauditan internal. âTiga kali gelar kasus itu meliputi rangkaian proses penerimaan mahasiswa baru dimulai dari pembuatan soal, pendaftaran online, dan pelaksanaan ujian masuk,â ujar Iwan.
Sejak pendaftaran, panitia seleksi mahasiswa baru sudah mencurigai beberapa hal. Mulanya, terdapat ketidaksamaan antara identitas calon mahasiswa baru dan berkas yang dikumpulkan. âKetidaksamaan itu kami curigai sebagai tindakan pemalsuan. Ketika kami minta untuk melengkapi identitas, yang datang malah bukan si pengirim berkas,â jelas Iwan. Selain itu, beberapa peserta ujian seleksi mendaftar dengan mengggunakan satu alamat surat elektronik (surel). Dengan kecurigaan itu, panitia memperketat pengamanan ujian.
Satu hari menjelang ujian, calon mahasiswa baru datang ke FK untuk melihat ruangan ujian. Hal ini, menurut Iwan, menjadi salah satu celah interaksi antara calon mahasiswa baru dengan joki. âCelah yang lain adalah pada saat verifikasi, mahasiswa diminta datang ke kampus untuk menyerahkan berkas sehingga bisa terjadi kontak. Melalui CCTV kami mengetahui ada orang lalu-lalang seolah orang dalam padahal bukan,â imbuh Iwan.
Kedua celah tersebut muncul disebabkan panitia tidak bisa terus-menerus mengawasi peserta. Pasalnya, peserta diperbolehkan melihat ruang ujian sehari sebelum ujian dilaksanakan. âLangkah seperti pendaftaran via online sudah diusahakan agar tidak terjadi kontak dengan joki. Tetapi kami kebobolan sehari yaitu saat peserta melihat ruang ujian,â kata Iwan. Sistem pengamanan lama seperti pengadaan CCTV, penggunan dua model soal, dan screeningidentitas belum efektif mencegah praktek perjokian. Terjadinya kasus perjokian jadi bukti.
Meski begitu, kerahasian soal masih dapat terjaga. Terbukti dari peserta yang menggunakan joki tidak bisa memperoleh nilai yang sempurna. Dengan begitu, dugaan adanya keterlibatan orang dalam menjadi terbantahkan. âHingga sekarang belum terbukti adanya keterlibatan orang dalam,â kata Iwan. Widy Saputra, S. IK, Kasat Reskrim Polres Sleman, setelah memeriksa satpam UGM ia menyebutkan belum ada bukti keterlibatan orang dalam. Sementara itu, panitia ujian masih dalam proses pemanggilan.
Dr. dr. Djoko Prakosa, PA (K), Wakil Dekan bidang Akademik FK, menjelaskan calon mahasiswa yang terbukti menggunakan joki dikenai sansksi gugur pada seleksi masuk UGM tahun ini. Hal ini ditekankan pula oleh Iwan bahwa calon mahasiswa tersebut juga masuk daftar hitam sehingga tidak dapat diterima di UGM melalui jalur apa pun. Sedangkan tersangka IS, menurut Widy, dijerat pasal mengenai pemalsuan identitas. âTersangka dikenai pasal 263 ayat 2 dan 266 ayat 2 tentang pemalsuan surat berupa ijazah dan KTP untuk digunakan mendaftar ujian di FK,â tegas Widy.
Djoko menerangkan kasus perjokian dengan modus pemalsuan identitas sebelumnya pernah terjadi di FH. Namun, TPF tidak segera dibentuk seperti sekarang oleh karena kasus tersebut telah diserahkan pada polisi. âTPF baru dibentuk kali ini. Meski begitu, kasus perjokian di FH tidak tuntas karena pelaku sudah kabur sehingga susah dilacak,â ujarnya. [Linggar Arum, Nindias Nur Kalika]