“Islam itu agama saya, sedangkan lesbian itu kebahagiaan saya,” tutur Irshad Manji.
Saat pembatalan diskusi diumumkan, seorang perempuan dengan rambut cepak berteriak lantang, “UGM membunuh demokrasi!” Di dekatnya, puluhan orang menyemut di sekitar tangga lantai tiga Gedung Pasca Sarjana UGM. Rabu (9/5) pagi memang dijadwalkan digelar diskusi dengan Irshad Manji, penulis feminis asal Kanada. Namun acara yang dihelat sekaligus dalam rangka launching buku terbaru Manji bertajuk “Islam, Liberty, and Love” yang rilis pada Juni 2011 itu urung dilakukan. “Demi menjaga kemanan kampus,” tutur Zainal Abidin Bagir, Direktur Center for Religius and Cross Cultural Studies (CRCS) UGM.
Padahal, pagi pukul 07.30, Manji sudah bersiap di CRCS untuk memberikan diskusi. Di ruang timur lantai tiga Gedung Pasca Sarjana UGM, dia menunggu hingga pukul 09.30 diskusinya dinyatakan diboikot. Padahal, di tahun 2008, Manji diterima dengan hangat oleh masyarakat UGM. Ketika itu, dia bahkan sempat berdiskusi tentang buku pertamanya, “The Trouble with Islam Today: A Muslim’s Call for Reform in Her Faith”. Intruksi pemboikotan dikeluarkan oleh Rektor UGM, Ir. Sudjarwadi, M.Eng., Ph.D., dan Direktur Sekolah Pasca Sarjana UGM, Prof. Hartono dengan alasan keamanan.
Kekecewaan bukan hanya berasal dari pihak Manji dan partisipan acara. Dengan kecewa, di tengah-tengah keramaian, panitia mengumumkan publikasi artikel berjudul Atmosfer Akademik dan Polusi Ancaman melalui web mereka. Menurut tulisan dalam website, pembatalan acara sudah jelas dipicu oleh tuntutan dan ancaman sekian organisasi masyarakat kepada UGM. Hal ini semestinya menjadi pukulan telak bagi masyarakat akademis Indonesia. Mengutip Arthur Lovejoy, sejarawan intelektual Amerika, kebebasan dalam ilmu pengetahuan terujud dalam mengkaji persoalan serta mengutarakan kesimpulan tanpa campur tangan dari penguasa, keagamaan, ataupun lembaga tertentu.
Di Yogyakarta sendiri, rencananya Manji akan mengisi diskusi di dua universitas. Setelah Rabu (9/5) pagi pukul 09.30 diboikot di UGM, pukul 13.00-15.00 ini Manji sebetulnya dijadwalkan untuk mengisi diskusi di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Setelah akhir pekan lalu, di Teater Salihara, Jakarta, polisi membubarkan diskusi Manji atas desakan Forum Pembela Islam.
“Sayang, diskusi kali ini terpaksa dibatalkan karena tidak mengantongi restu dari Rektor UGM,” ungkap Zainal dalam konferensi pers. Menurutnya, selama ini, setiap Rabu CRCS memang rutin menyelenggarakan diskusi maupun seminar kecil. Diskusi bertajuk Wednesday Forum itu biasa mengangkat tema seputar agama dan lintas budaya dan dilangsungkan dalam bahasa Inggris.
Marsinah Dede, ketua Organisasi Perempuan Mahardhika memuntahkan kekecewaannya. “Saya menyayangkan acara ini batal terselenggara,” ujarnya. Ia mengkritik Keputusan Rektor UGM yang dinilai tidak pro-demokrasi. Menurutnya, UGM tidak konsisten dalam menyikapi kejadian ini. “Dulu UGM sering koar-koar tentang kebebasan bersuara dan berdialog, tapi sekarang, ada diskusi begini saja langsung dibatasi,” keluhnya.
Dede sendiri sepakat dengan pemikiran Manji. Menurut perempuan yang malang-melintang dalam perjuangan kesetaraan gender ini, Manji memberikan pencerahan kepada masyarakat. “Berkat Manji saya jadi tahu, Islam tak sekaku yang dibayangkan orang-orang. Islam itu ramah,” ujarnya.
Manji di dalam setiap karyanya banyak mengupas tentang kebebasan berbicara dan berekspresi. Demikian juga kebebasan dalam membingkai diri pada orientasi seksual tertentu. “Saya muslim dan saya lesbian,” ujar Manji dalam buku pertamanya. Manji juga menyinggung soal hak untuk tak bungkam dan bagaimana seharusnya perspektif Islam itu diletakkan. “Pesan sederhana saya adalah bahwa hanya kaum muslim yang bisa memastikan kekerasan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia yang dilakukan atas nama Allah,” urai Manji dalam bukunya.
Perempuan yang menjabat sebagai direktur Proyek Keberanian Moral di Sekolah Robert F. Wagner Pasca Sarjana Pelayanan Publik di Universitas New York ini menulis dua buku. Buku pertama berjudul “The Trouble with Islam Today: A Muslim’s Call for Reform in Her Faith” sudah diterjemahkan ke dalam tiga puluh bahasa termasuk bahasa Arab, Indonesia, dan Urdu. Di dalam buku ini dia memperkenalkan konstruk berpikir baru soal perempuan. “Perempuan bisa mendamaikan imannya kepada Allah dengan cintanya pada kebebasan,” ujar orang yang pernah disebut-sebut sebagai musuh bebuyutan Osama bin Laden.
Di buku terbarunya, dia mendamaikan iman dan kebebasan dalam dunia yang sarat dengan dogma politis. Kunci ajaran Manji adalah “Keberanian moral: kemauan untuk berpendapat ketika orang lain ingin membungkam mulutmu,” tulis Manji dalam bukunya.
“Namun tak semua orang, bahkan dari kalangan muslim, sepakat dengan ‘ide baru’ yang tertuang di kedua buku saya,” keluh Manji. Seperti yang diutarakan oleh Citra, mahasiswa Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. Ia takut pemikiran liberal Manji bisa meracuni pemuda Indonesia. “Kami menolak pemikirannya karena menodai islam,” tutur aktivis Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia. (Dewi Kharisma Michellia, Purnama Ayu Rizky)