Judul : Mimpi Sejuta Dolar
Penulis : Alberthiene Endah
Cetakan : Kedua, Oktober 2011
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 362 halaman
Kategori : Kisah-kisah inspirasi
Tabir pemisah antara keterbatasan dengan kesuksesan bisa disibak dengan mimpi, doa, dan kerja keras.
Kehidupan mahasiswa perantau selain kuliah pasti tak jauh dari hal-hal ini: kehabisan uang, berhutang, mencari gratisan lewat seminar, dan sebagainya. Dengan kata lain, mahasiswa sering dikaitkan dengan masalah keterbatasan finansial. Memang, masalah finansial ini sifatnya relatif. Namun, hal yang menarik untuk diceritakan adalah mahasiswa yang secara ekonomi cukup terbatas. Bagaimana ia akan bertahan hidup di tengah perjuangan menyelesaikan studinya?
Secara psikologis, beban mahasiswa yang ‘terbatas’ ini lebih berat dibandingkan mahasiswa yang secara ekonomi berkecukupan. Mahasiswa yang ‘kurang’, tak sekedar memikirkan kuliah, tetapi juga uang. Uang yang dimaksud di sini adalah uang yang digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup sekaligus biaya kuliah. Namun, kadang keadaan ekonomi yang terbatas itu justru yang membangkitkan optimisme mahasiswa untuk sukses di usia muda.
Salah satu kisah nyata yang membuktikan gambaran di atas tersaji dalam buku “Mimpi Sejuta Dolar” yang ditulis oleh Alberthiene Endah. Penulis yang meraih She Can Award tahun 2009 ini mengemas perjalanan kesuksesan Merry Riana. Merry adalah seorang motivator sekaligus miliuner muda lulusan Nanyang Technological University (NTU), Singapura. Perjalanan kesuksesan Merry dikemas Alberthiene menjadi kisah inspiratif yang penuh motivasi dan romantis. Hal-hal yang penting untuk disimak dari kisah Merry bukan hanya terletak pada kesuksesannya, melainkan juga perjuangannya selama di NTU.
Lembaran perjuangan Merry Riana dibuka dengan berhemat habis-habisan di semester awal. Dari beasiswa yang ia dapat, jumlah uang yang bisa digunakan untuk makan hanyalah sepuluh dolar per minggu. Sepuluh dolar terasa kurang mencukupi untuk kebutuhan makan Merry selama tujuh hari, karena harga makanan satu porsi yang termurah di kantin adalah satu dolar.
Karena begitu terbatas kondisi keuangannya, ia hampir setiap hari makan mie instan dan sering meminum air keran di dekat lift di kampusnya. Pernah suatu kali ia harus menahan malu karena kepergok meneguk air keran tersebut. Selain itu, ia juga rajin mengikuti acara-acara berbagai organisasi, bahkan sampai dicatat agendanya agar tak ketinggalan satu pun acara demi mendapat makan gratis.
Di tahun kedua, Merry bekerja sampingan sebagai pembagi brosur jalanan, florist, dan pelayan. Dari ketiga profesi itulah karakternya mulai terbentuk. Ia menjadi pemberani, pekerja keras, penuh semangat, dan berkembang dari ‘anak mama’ menjadi mandiri. Semangat Merry tak luput dari dukungan Alva, kekasihnya yang juga mahasiswa NTU asal Indonesia. Mereka sama-sama pailit, namun semangat hidupnya besar.
Ketika lulus dari NTU, keinginan Merry untuk berwirausaha tidak mudah diwujudkan begitu saja. Awalnya ibunya tidak setuju, “Akan menjadi apa nanti kamu Merry?” keluh ibunya. Ketika Merry menjawab bahwa ia akan menjadi sales, ibunya terisak. Bagaimana mungkin seorang lulusan sarjana teknik elektro dengan predikat Second Upper Honour lebih memilih untuk menjadi sales? Di luar sana, peluang untuk masuk ke perusahaan bergengsi tentu terbuka untuknya, apalagi Micron, tempat magangnya. Kebanyakan orang, termasuk ibunya, pasti menganggap cara berpikir Merry tidak wajar.
Biasanya tempat magang menjadi harapan untuk tempat bekerja setelah lulus nanti. Namun, cara pandang Merry berbeda berkat suatu hal yang menggugahnya saat magang di Perusahaan Micron. Mr. Roslan yang telah bekerja selama sepuluh tahun di perusahaan pendukung Microsoft tersebut tak kunjung naik pangkat dari jabatannya sebagai supervisor. Kenyataan ini membuat Merry berbalik arah. Ia urung berniat menjadi karyawan perusahaan tersebut dan berlari membangun mimpinya: berwirausaha bersama Alva.
Semua permulaan selalu tidak mudah, begitulah yang dialami Merry dan Alva. Awalnya, Merry pernah tertipu 200 dolar dalam bisnis multilevel marketing dengan perangkat pemasaran online. Dewi fortuna mencampakkan mereka saat berbisnis cetak kaos dan penjilidan skripsi. Pada bisnis pemasaran produk multivitamin pun, dewi fortuna belum kunjung memihak kepada mereka. Teman-temannya menertawakan dan mencemooh. Hingga pernah suatu kali mereka down. Namun, Merry dan Alva tetap berusaha dan saling menguatkan. Sesekali di sela-sela ketatnya jadwal kerja empat belas jam sehari, mereka makan malam bersama dan berdoa di gereja.
Titik awal keberhasilan mulai terlihat, kala seorang nenek mengutarakan bahwa ia akan mengikuti program deposito Merry dengan dana investasi 100 ribu dolar. Inilah benang merah antara perjuangan di masa sulit dengan kesuksesannya. Walau begitu, ia tetap terus menjaga kedisiplinan bekerja selama empat belas jam sehari. Pencapaian demi pencapaian terus mengikutinya. Ia menjadi President Star Club termuda dengan penghasilan satu miliar lebih per tahun. Lalu ia bersama Alva mendirikan Merry Riana Organization hanya dalam waktu tak sampai dua tahun yang bergerak di bidang usaha konsultan keuangan.
Merry berpendapat bahwa ketika kemapanan terpenuhi, tahap selanjutnya adalah menebar kebaikan pada sesama, menjadi orang yang berguna bagi orang lain. Ia memutuskan untuk lebih banyak tinggal di Indonesia demi ikut berkontribusi membangun negaranya agar lebih baik. Kunci sukses dari Merry ialah tak takut gagal, mengharagai proses, disiplin, peka pada peluang. Kunci sukses lain yang penting: membangun hubungan harmonis dengan orang di sekitar kita dan selalu melibatkan Tuhan dalam setiap usaha.
Pada tahun 2006, Merry Riana resmi berpenghasilan satu juta dolar. Di tahun yang sama, ia juga mendapat penghargaan “Nanyang Outstanding Young Alumni Award”. Kemudian mendapatkan penghargaan lagi, “Spirit of Enterprise” yang merupakan penghargaan pada 40 pengusaha sukses pun diraihnya pada tahun 2008.
Buku ini sangat cocok untuk mahasiswa, enterpreneur muda, maupun orang tua sebagai inspirasi wirausaha dan semangat bermimpi. Sebagian orang pasti kurang setuju dengan perjuangan Merry yang seakan terlalu terobsesi untuk kaya, sehingga ada kesan materialistis: uang adalah segala-galanya. Namun jika dilihat dari sisi lain, Merry adalah orang yang inspiratif. Ia membuktikan, keterbatasan finansial tak menjadi penghambat untuk meraih kesuksesan asalkan kita mau berusaha keras dan berdoa. [Hesty Puji Rahayu]