Spanduk bertuliskan “Muak” terpasang di bagian atas sebuah tenda di lapangan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UGM, Senin (23/4). Tiga puluh tuhjuh karikatur dalam pigura digantung di sepanjang sisi tenda. Lebih dari 350 zine nasional hingga internasional tertata rapi di atas tiga buah meja bulat di dalam tenda. Karikatur yang dipajang sangat bervariasi dari gaya maupun temanya. Salah satu karikatur mirip monster digambar dengan teknik harboardcut atau cukil kayu. Sementara, karikatur yang tampak paling mencolok menampilkan kritik sosial mengenai kenaikan BBM dan tarif dasar listrik. Digambarkan pom bensin dan pembangkit listrik tegak berdiri di atas ratusan rumah-rumah kecil. Sama halnya dengan karikatur, judul dan isi buletin juga beragam. Mulai dari sastra hingga tulisan-tulisan bebas. Isi buletin-buletin tersebut ada yang diketik rapi, ada pula yang sekadar ditulis tangan.
“Ini adalah zine,” tutur Bisma Hakim, menunjuk tumpukan buletin di meja. “Zine merupakan media alternatif yang menjadi countermedia
mainstream,” ungkap mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi UGM angkatan 2010. Lebih lanjut ia menjelaskan, zine adalah sebuah media independen yang bisa dibuat oleh satu orang atau lebih dengan spirit menyuarakan aspirasi minoritas. Dengan sifatnya yang independen, penerbitan zinetak terikat pada aturan-aturan baku yang ada. “Pembuatan zine suka-suka. Karena itulah, kadang terbitnya pun tak pasti,” ungkap Bisma.
Di samping independen, zine juga bersifat nirlaba. Zine diproduksi dengan dana komunitas yang biasanya berasal dari patungan anggotanya. Maka tak heran, tampilan zinesecara umum sederhana hanya dengan kertas putih dan tinta hitam hasil cetak fotokopi. Bahkan, di salah satu zine dituliskan seruan untuk memfotokopinya bagi siapa saja yang membaca. Distribusi zine dilakukan terbatas melalui jejaring komunitas yang terjalin.
Bisma dan beberapa mahasiswa Ilmu Komunikasi lainnya yang tergabung dalam komunitas “Salah Konco Syndicate” menjadi penyelenggara pameran ini. Ekshibisi zine bertajuk “Muak” ini digelar untuk memperkenalkan media alternatif kepada mahasiswa. Kelompok “Salah Konco Syndicate” ingin menunjukkan ada media di luar media mainstream yang berasal dari komunitas-komunitas kecil yang membawa gagasan khas.
“Tema ‘Muak’ diambil sebagai nama pameran karena inilah bentuk pelampiasan rasa muak kami terhadap kondisi masyarakat,” ujar Andika, salah satu panitia ekshibisi. “Pihak fakultas hanya sebatas memberi izin. Sumber dana kami berasal dari patungan anggota dan sampai sekarang tenda pun belum dibayar,” celetuk Bisma sambil tergelak.
Meski publikasi minim, pameran yang sedianya akan berlangsung 23-25 April ini mampu menyedot animo yang tinggi. Ratusan orang berkunjung dalam ekshibisi tersebut. Diego Boni Septana, mahasiswa Hubungan Internasional FISIPOL UGM 2009 adalah salah satu pengunjung yang tertarik dengan penyelenggaraan ekshibisi tersebut. Meskipun baru pertama kali berkunjung ke pameran zine, ia merasa tertarik karena zine sarat dengan muatan kritik terhadap pemerintah. Di samping itu, menurutnya karya-karya zine juga dapat menjadi penyalur kreativitas. “Saya berharap acara ini bisa sering-sering dilakukan di kampus. Jadi, kita tak perlu jauh-jauh ke TBY (Taman Budaya Yogyakarta –red),” ungkapnya. [Khalimatu Nisa, Mukhammad Faisol Amir]