Selasar gedung baru Fisipol UGM nampak ramai. Jumat siang itu (27/4), dialog bertajuk “Titip Pesan Buat Pak Dekan” diselenggarakan. Mahasiswa terlihat duduk memadati selasar beralasakan tikar yang disediakan. Kelompok musik Boarding Room dari Forum Musik Fisipol pun dengan apik membawakan beberapa lagu sebagai pembuka acara.
Dialog hari itu dipandu Purnama Ayu Rizky, mahasiswa Ilmu Komunikasi 2010. Dekan Fisipol sekaligus rektor terpilih, Prof. Pratikno, M.Sc. duduk lesehan di depan mahasiswa. Disamping beliau hadir pula Wakil DekanI bidang Akademik Dr.Phil. Hermin Indah Wahyuni, M.Si dan Suharko, Ph.D selaku Wakil Dekan II bidang Administrasi dan Sumber Daya Manusia. Jajaran pimpinan dekanat tersebut menjadi narasumber dalam dialog yang digelar siang itu.
Acara yang diadakan oleh Forum Komunikasi (Forkom) Fisipol tersebut berawal dari keinginan Pratikno untuk berinteraksi dengan mahasiswa membahas persoalan Fisipol. “Keinginan Pak Pratikno untuk bertemu mahasiswa sudah lama, akan tetapi karena kesibukan beliau baru terlaksana sekarang,” ujar Dzikry Asykarullah, anggota Forkom. Melalui acara tersebut diharapkan terjalin komunikasi yang interaktif antara mahasiswa dan dekanat, khususnya Pratikno yang akan segera dilantik menjadi rektor 28 Mei mendatang. “Sarasehan ini sekaligus menjadi salam perpisahan dari Pak Pratikno kepada seluruh mahasiswa,” tambah Dzikry.
Sebelum memasuki sesi tanya jawab, Pratikno memberi sambutan singkat. Ia memaparkan capaian-capaian di masa kepemimpinannya, terutama terkait pembangunan gedung Fisipol. Akan tetapi, ia juga mengakui pembangunan yang ditargetkan selesai awal 2012 hingga kini belum tercapai. Dalam kesempatan itu, Pratikno juga memperkenalkan Hermin sebagai pejabat sementara yang akan menduduki posisi dekan sebelum diadakan pemilihan Oktober mendatang.
Beberapa pertanyaan dilontarkan mahasiswa. Ekamara Ananami Putra, mahasiswa Jurusan Politik dan Pemerintahan (JPP) 2011, menanyakan beberapa sarana dan prasarana Fisipol yang dirasakannya masih belum memadai. “Gedung Fisipol kan megah, kenapa mushola-nya kecil?” tanyanya. Pertanyaan mengenai desain gedung dan hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait keterlambatan penyelesaian dan uji kelayakan beton juga diajukan.
Menjawab pertanyaan tersebut, Pratikno memaparkan detil master plan pembangunan gedung Fisipol. Dalam penjelasannya, ia menyatakan bahwa pembangunan gedung Fisipol berawal dari ide memfasilitasi collective learning. “Akan ada banyak ruang terbuka yang bisa dimanfaatkan mahasiswa untuk berdiskusi,” paparnya. Ia menjanjikan mushola akan dibangun lebih luas. “Tapi waktunya kapan, tergantung dekan masa depan,” candanya sambil menoleh ke arah Hermin.
Dalam kesempatan tersebut Pratikno juga menceritakan lika-liku perjuangannya dalam merealisasikan pembangunan gedung Fisipol. Ia mengungkapkan beberapa kali ia harus melobi pihak rektorat untuk meloloskan proposal pembangunan basement dan arah hadap gedung. Penggunaan basement sebenarnya dilarang, dalam proposal ditulis untuk kegiatan mahasiswa bukan tempat parkir seperti praktiknya sekarang. “Berbohong sedikit demi kebaikan tidak apa-apa. Tapi, jangan-jangan saya dikibulin juga sewaktu menjadi rektor nanti hahaha,” jelasnya sambil tertawa.
Terkait temuan BPK ia hanya menyatakan, keterlambatan pembangunan gedung seperti yang diungkap BPK tidak terjadi. “Itu hanya persoalan kesalahan BPK dalam membaca data,” terangnya.
Menjawab pertanyaan terkait uji beton, Drs. Moh. Ikhsan, M.Si selaku Pejabat Pembuat Komitmen angkat bicara. Ia mengaku bahwa pengujian beton telah dilakukan oleh counter part pembangunan Fisipol yaitu Fakultas Teknik UGM. “Pengujian sudah dilakukan, hanya saja belum tercatat dalam administrasi,” paparnya.
Pertanyaan seputar Pekan Kreatifitas Mahasiswa (PKM) dan mahasiswa berperestasi juga di utarakan. Hermin mengungkapkan mahasiswa Fisipol masih kurang percaya diri untk mengikuti ajang tersebut. “Sebenarnya kita memiliki kemampuan, hanya saja kurang narsis,” tuturnya. Ia juga menyayangkan turunnya partisipasi mahasiswa Fisipol dalam mengikuti PKM.
Salah seorang mahasiswa juga mengeluhkan peminjaman gedung Fisipol untuk kegiatan kemahasiswaan yang dikenai biaya. Dikenakannya biaya sewa dianggap memberatkan mahasiswa. Suharko membantah bahwa peminjaman gedung dikenai biaya sewa. “Itu sama sekali bukan sewa, melainkan biaya perawatan,” tegasnya. Ia menjelaskan, untuk mempersiapakan serta membersihkan ruang pasca digunakan, dibutuhkan tenaga khusus yang membutuhkan biaya tertentu, terutama di luar jam kerja.
Di balik suasana santai yang nampak selama diskusi, beberapa mahasiswa menyayangkan acara dialog sore itu. Tasha Nastiti Waris, mahasisiwa JPP 2011 menyatakan kekecewaannya. “Yang diceritakan hanya romantisme-romantisme kampus, bukan hal yang bersifat ke depan,” tuturnya. Ia juga menambahkan, acara ini seakan hanya pencitraan agar terlihat kedekatan dengan mahasiswa. Hal senada diungkapkan oleh Dewantara Arief Rahman, mahasiswa Ilmu Komunikasi 2010. “Ya namanya juga open house, pasti pencitraan,” tuturnya. (Mukhammad Faisol Amir, Khalimatu Nisa)