Judul : Heroes
Pengarang : Tim Kick Andy dan Arief Koes H.
Penerbit : Bentang
Tebal Buku : xvii + 202 halaman
Tahun terbit : Januari 2011
Di tengah kelangkaan sikap dan sifat saling peduli di zaman ini, ternyata masih ada sejumlah pejuang kehidupan yang sangat inspiratif. Dengan segala keterbatasan, mereka justru mampu memberikan banyak hal positif bagi orang di sekitarnya.
Heroes dalam bahasa Inggris artinya para pahlawan. Kata tersebut menjadi topik pilihan acara Kick Andy di Metro TV. Makna pahlawan dalam tayangan tersebut terkesan spesial karena terinspirasi dari orang-orang yang membangkitkan semangat melalui kekurangan dalam keadaan hidupnya. Inilah yang menjadi poin arti pahlawan di acara Kick Andy yang tayang di Metro TV.
Untuk memaknai arti pahlawan di acara tersebut, Budiarto Shambazy, seorang wartawan Kompas mempunyai pendapat menarik tentang arti gelar pahlawan di Indonesia. Ia mengatakan seandainya dia anak Soekarno dan Moh. Hatta pasti ia akan menanyakan mengapa ayahnya tak dapat gelar pahlawan. Sebagaimana sejarah yang ada, kedua tokoh tersebut telah memperjuangkan negara ini namun gelarnya belum sampai jenjang pahlawan. Gelar Soekarno dan Moh.Hatta hanya proklamator saja. Justru gelar pahlawan dicalonkan pemerintah kepada Pak Harto, Gus Dur, dan Bang Ali. Namun, pilihan pemerintah itu ditentang oleh Budiarto. Menurut beliau, Pak Harto merupakan tokoh yang membangun ekonomi negara, namun ia juga pelanggar HAM. Di sisi lain, Gus Dur adalah tokoh pembela kebhinekaan negara, tetapi beliau tidak pernah angkat senjata pada zaman revolusi. Hal yang sama juga dengan Bang Ali, ia merupakan seorang tokoh masyarakat yang berhasil membangun Ibukota Jakarta, tetapi jasanya itu belum membangun seluruh Indonesia. Oleh karena itu dalam acara Heroes ini, Kick Andy memberi makna berbeda dengan pemerintah untuk sebutan pahlawan seperti pernyataan Budiarto. Memaknai kata pahlawan tidak bisa dilihat dari satu sisi saja, melainkan memandang bagaimana perjalanan hidup sang pahlawan seutuhnya.
Dalam buku ini, para Heroes mendapat gelar pahlawan dengan prinsip melebihkan kekurangan yang dimiliki, namun bukan menyesalinya. Heroes pertama yakni Sidik. Ia tak seperti orang pada umumnya yang memiliki kedua kaki untuk berjalan. Ia menggunakan tangan untuk berjalan namun hal tersebut tak sedikitpun membuat ia minder. Sejak kecil, ia berprinsip bahwa keterbatasannya tak mengurangi niatnya memiliki cita-cita seperti orang normal. Melalui segala usaha yang dilakukan, ia berhasil menjadi pengusaha kerupuk yang sangat sukses. Pembeli kerupuknya mengatakan kerupuk Pak Sidik memiliki cita rasa yang luar biasa. Selain sebagai penjual kerupuk yang sukses, Pak Sidik juga memiliki pasangan hidup, yakni istrinya yang selalu membantunya dalam bekerja. Sang istri sendiri juga memiliki penyakit polio. Namun, karena anugerah Tuhan yang luar biasa, dengan keterbatasan yang ada, suami-istri ini dikaruniai 3 anak yang normal.
Selanjutnya, Heroes kedua adalah Haji Agus, seorang tokoh yang menghadapi tragedi bom dengan ketulusan hati. Tragedi tersebut terjadi tidak jauh dari tempat tinggal Haji Agus yaitu Legian. Kawasan ini merupakan salah satu area padat turis di Bali. Tentu saja, meledaknya bom tersebut memakan banyak korban pada tragedi itu. Kejadian itu terjadi pada malam hari. Pak Agus mengira suara dan getaran tersebut adalah gempa. Kemudian beliau keluar dan terkejut ketika mendapati bahwa yang terjadi bukanlah gempa, melainkan ledakan bom. Tanpa pikir panjang, Agus mendekati tempat kejadian peristiwa. Ia mengangkat korban bom dan membawa ke rumahnya. Sepekan itu, Agus terus memantau tempat tersebut sekaligus mengirim obat-obatan ke lokasi kejadian tanpa meminta imbalan pada pemerintah. Tak hanya berhenti di situ, ia menjadi pemimpin tim relawan lagi saat Bali kembali diteror bom pada tahun 2009. Atas partisipasinya itu, ia dipilih sebagai “Asean Hero 2003” oleh majalah Time. Hingga akhirnya, ia juga dianugerahi Kick Andy sebagai Heroes yang tayang di Metro TV. Walaupun Agus mendapat banyak penghargaan karena kontribusinya, ia tidak merasa menjadi pahlawan saat itu karena baginya hidup adalah rela merajut benang solidaritas kemanusiaan.
Heroes ketiga adalah dr. Joserizal, pendiri MER-C (Medical Emergency Rescue Comitte), lembaga sosial yang aktif dalam misi kemanusiaan. Sepanjang perjalanan tim dari MER-C tersebut, tidak putus-putusnya tim ini terjun ke daerah yang mengalami musibah seperti tsunami Aceh, gempa Yogyakarta, dan lainnya. Bukan hanya dalam negeri, pertolongan tim MER-C juga mendarat sampai Palestina. Pertolongannya didasarkan konsep relawan, bukan bayaran. Tak heran, Kick Andy menetapkan Jose sebagai Heroes karena sudah menjadi pahlawan dalam setiap musibah dalam negeri, bahkan luar negeri.
Selanjutnya, Heroes keempat adalah Saekan, dengan sebutan pendekar lingkungan Gunung Wilis. Ia menemukan mata air yang dulu diyakini desa tersebut tidak ada. Bukan hanya itu, ia juga menanam komoditas nan rimbun pada pedesaannya yang semula sangat gersang. Menurut Andy, selaku presenter Heroes acara Kick Andy, seharusnya pahlawan yang dibanggakan pemerintah adalah Saekan karena ia bersemangat memperbaiki alam negara dengan tubuh rentannya.
Gelar Heroes kelima diberikan juga pada Dynand Fariz. Ia telah menyulap Jember menjadicatwalk dunia. Yang tak kalah berkesan, ia menyukseskan JFC (Jember Fashion Carnival)sebagai karnaval terpanjang di dunia. Acara ini sudah membanggakan nama Indonesia. Tidak heran, gelar Heroes Kick Andy diberikan kepadanya. Selanjutnya, gelar Heroes terakhir diberikan kepada Ciptono. Beliau berjasa melepas belenggu bocah difabel dari keterbatasan. Menurutnya, dibalik kekurangan selalu ada kelebihan. Oleh karena itu, beliau berjuang memunculkan kelebihan tersebut dari anak penyandang difabel. Salah satu contoh anak asuhnya adalah Jelita. Gadis kecil ini juara I tenis meja SLB se-Jateng. Keberhasilan anak-anak asuhnya membuat ia semakin sadar bahwa manusia tidak ada yang tidak punya kelebihan.
Buku ini sangat menarik dibaca karena bahasanya yang ringan dan mudah dipahami. Selain itu, buku ini juga menginspirasi masyarakat dengan latar belakang tokoh yang menyentuh rasa kemanusiaan. Hal ini dibuktikan dari perjuangan para tokoh melawan nasib dan rela berkorban tanpa pamrih. Namun, buku ini juga memiliki sedikit kekurangan. Buku ini banyak mengulang kalimat yang sama maknanya sehingga menimbulkan kebingungan saat membaca. Intinya lewat buku ini, kita diajarkan bahwa dengan segala keterbatasan kita mampu memberikan hal positif bagi orang di sekitar kita. [Wina Tryanitasari S.]