Suasana rumah Bapak Rustam tiba-tiba menjadi gempar setelah Uu, anaknya yang paling kecil, hanya bisa mengucapkan kata “iya”. Seluruh anggota keluarga, tidak terkecuali Bapak Rustam dan Ibu Maharani, dibuat bingung oleh keadaan Uu. Mereka tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi pada diri Uu. Saking bingungnya, Bapak Rustam menuduh kalau Uu hanya bersandiwara. Suasana bertambah parah manakala Uu menghilang dan saudara Uu yang lain, Aa dan Ii, bersikap sama seperti Uu.
Semua bermula ketika Ibu Maharani, Ibu Uu, menceritakan sebuah dongeng kepada Uu. Ibu Maharani berpesan agar Uu harus menuruti semua perkataan orang tuanya. “Tidur dan bermimpilah dengan kata iya,” ujar Ibu Maharani kepada Uu sebelum Uu tidur. Adapun salah satu perkataan yang wajib ditaati Uu adalah kesediaannya untuk tidak kuliah di Jurusan Sejarah. Padahal Uu sangat ingin kuliah di Jurusan Sejarah.
Baik Ibu Maharani dan Bapak Rustam tidak menyetujui keinginan Uu tersebut karena dianggap tidak menguntungkan secara finansial. Keesokan harinya, sikap Uu berubah total. Sepanjang hari ia hanya bisa berkata “iya” kepada setiap orang yang berbicara padanya. Uu menuruti semua perkataan orang lain tidak terkecuali Bapak Rustam dan Ibu Maharani. Bapak Rustam dan Ibu Maharani dibuat bingung dan sedih oleh sikap Uu.
Om Bahar dan Tante Seli, paman serta bibi Uu, pun ikutan panik. Tante Seli berusaha menolong keponakan-keponakannya dengan menyuruh Mbok Mar untuk memanggil Pak Dokter. Mbok Mar meminta Pak Dokter untuk menemukan Uu dan Aa serta Ii yang juga turut menghilang. Menurut Pak Dokter, Aa, Ii, dan Uu tidak hilang. “Mereka masih ada di sekitar sini,” kata Pak Dokter serius sambil menunjuk ke arah kamar Uu. “Mereka ada, tapi menghilang dari hati kalian. Mereka bisa ada di sini lagi jika kalian mau mengubah sikap,” terang Pak Dokter kepada seluruh anggota keluarga Bapak Rustam.
Setelah itu, ruangan menjadi gelap. Terdengar suara Bapak Rustam, Ibu Maharani, Om Bahar, dan Tante Seli bersahutan, memanggil nama Aa, Ii, dan Uu. Mereka terus berusaha mencari Aa, Ii, dan Uu di dalam kegelapan. Tak lama kemudian lampu menyala. Terlihat Uu terbaring di atas ranjang sambil berteriak. Ternyata, semua itu hanyalah mimpi Uu yang takut pada orang tuanya karena tidak kunjung merestui keinginannya untuk masuk ke Jurusan Sejarah.
Cuplikan di atas adalah bagian dari pementasan teater “Aa, Ii, Uu” yang dilakonkan oleh Keluarga Rapat Sebuah Teater (KRST) pada Sabtu (10/3) di Gedung Societet Militer, Taman Budaya Yogyakarta. Pada pementasan kali ini, KRST mengadopsi naskah teater berjudul sama karya Arifin C. Noer. Sepanjang pementasan berlangsung, penonton disuguhi cerita tentang konflik dalam sebuah keluarga. Menurut Eugenius Tantus Reinaldi Bayu selaku sutradara pementasan ini, naskah “Aa, Ii, Uu” dipilih oleh karena ceritanya yang berisi tentang permasalahan keluarga. “Naskah ini bercerita tentang keluarga. Oleh karena KRST adalah sebuah keluarga jadi menurut saya temanya dekat dengan KRST,” ujar Reinaldi.
Dalam pementasan kali ini, Reinaldi turut memasukkan unsur-unsur ilmu psikologi. Hal ini terlihat dari beberapa dialog antarpemain. “Secara teori, Ilmu Psikologi mempunyai hubungan yang dekat dengan teater,” tutur Reinaldi. Apalagi tema yang diangkat kali ini berjenis teater realis. “Teater realis itu kan membahas mengenai bagaimana kehidupan manusia sehari-hari dan hal itu kami pelajari di Psikologi,” tambahnya.
Layaknya pementasan teater lainnya, pementasan teater ini memiliki pesan yang ingin disampaikan kepada penonton. Afra, pemeran tokoh Uu, berpendapat bahwa pesan dalam naskah di pementasan ini ingin menampilkan kebebasan berpendapat bagi setiap orang. “Setiap orang, termasuk anak-anak, berhak berbicara dan berhak didengar. Itu adalah hak dasar manusia,” tutur Afra lugas. Pendapat lain diutarakan Rasyid, pemeran tokoh Bapak Rustam. Menurutnya pesan yang diterima penonton dapat berbeda-beda tergantung dari interpretasi tiap individu. “Akan tetapi, tema besar yang ingin diceritakan dalam teater ini adalah tentang idealisme yang tercermin lewat mimpi-mimpi dan komersialisme,” jelas Rasyid.
Para penonton pun tampak terhibur dengan pementasan ini. Seperti diutarakan Airani Susanti, ia mengaku terbawa dalam pementasan dan penokohan para pemain. “Teater ini bisa mengajak penonton berpikir dan alurnya sangat tidak bisa ditebak. Khas Arifin (Arifin C. Noer. red),” komentarnya seusai menyaksikan pentas teater KRST.
[M. Ageng Yudhapratama R, Nindias Nur Khalika]