Kenaikan harga BBM menjadi isu nasional yang hangat dibicarakan. Rencana pemerintah untuk mengurangi subsidi BBM menimbulkan pro dan kontra dalam masyarakat. Menanggapi hal tersebut, pada hari Jumat (30/3), BEM KM UGM menyelenggarakan debat mahasiswa bertema pro dan kontra kenaikan harga BBM. Debat ini diselenggarakan di lapangan rumput gelanggang UGM pukul 16.00 WIB. Kepala Departemen Kajian Strategis BEM KM, Ahmad Riski Mardhatillah Umar mengatakan, acara ini bertujuan untuk memberi wawasan kepada publik mengenai kenaikan BBM. âNantinya diharapkan publik yang menolak ataupun yang mendukung kenaikan BBM tahu alasan masing-masing pihak mengapa mengambil sikap tersebut,â ujar Umar.
Hadir sebagai pembicara adalah Menteri Riset dan Data BEM KM UGM, Raushani Fikr Muthahhar, sebagai pihak yang kontra, serta Riski Raiska, Ilmu Ekonomi â08, sebagai pihak yang pro kenaikan BBM. Riski mengawali sesi debat dengan mengemukakan argumennya bahwa kenaikan harga BBM dirasa perlu untuk mengurangi beban subsidi yang ditanggung Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Menurutnya, dana subsidi tersebut akan lebih bermanfaat apabila dialokasikan ke pos-pos yang lain. âDana subsidi BBM bisa dialokasikan ke pendidikan untuk meningkatkan sumber daya manusia,â ujarnya.
Di sisi lain, Raushani yang tercatat sebagai mahasiswa Ilmu Ekonomi â09, mengungkapkan ketidaksetujuannya terhadap kenaikan harga BBM. Ia menyatakan, masih ada alternatif lain untuk menghemat APBN selain menaikkan harga BBM. âAlternatif lain contohnya adalah memotong anggaran gaji birokrat dan aparatur negara,â terangnya.
Belum selesai membahas hal tersebut, Raushani kemudian mempersoalkan kesiapan pemerintah dalam menghadapi akibat dari kenaikan harga BBM. Sebagai perbandingan, ia mencontohkan negara Iran yang pernah menaikkan harga BBM hingga empat ratus persen. Saat itu, pemerintah Iran sudah menyiapkan solusi kompensasi yang baik. Menurut Raushan, pemerintah Iran memiliki political will  yang baik sehingga tidak ada gejolak maupun demonstrasi di sana. âSayangnya Indonesia tidak demikian. Pemerintah kita belum siap memberi solusi atas kenaikan harga BBM,â ungkapnya.
Riski mengakui akan ada imbas sebagai akibat dari ketidaksiapan pemerintah dalam menghadapi kenaikan harga BBM. Masyarakat juga akan panik saat harga BBM naik, namun setelah kenaikan tersebut keadaan akan stabil kembali. âIni bukan pertama kalinya harga BBM naik, sebelumnya juga pernah di tahun 2008. Saat itu, keadaan dapat menjadi stabil kembali,â ungkapnya. Selain itu, menurut Riski kenaikan ini seharusnya sudah terjadi sejak dulu. âKenaikan harga BBM sudah direncanakan sejak lama. Namun, karena terus ditunda dan baru dimunculkan sekarang, akhirnya menimbulkan keterkejutan bagi masyarakat,â ujarnya.
Menutup perdebatan, kedua pembicara kemudian memberikan pernyataan terakhir. Raushani menyatakan pentingnya menemukan kebijakan lain selain menaikkan harga BBM. âHarus dicari alternatif lain. Menaikkan harga BBM bukan solusi karena itu hanya siklus yang selalu berulang,â tegasnya. Sementara Riski mengakui akan ada dampak negatif dari kenaikkan harga BBM. Meskipun demikian, hal tersebut harus dilalui agar mencapai alternatif pembangunan yang lebih baik. âMana mungkin ada alternatif lain bila dana yang diperlukan masih dialokasikan untuk subsidi BBM,â pungkasnya. [Hamzah Zhafiri Dicky, Dian Puspita]